Para pengawal hanya bisa memandang nyonya Rose yang mondar-mandir di depan pintu kamar Alvero dengan tatapan heran, tanpa berani bertanya apapun kepada nyonya Rose.
“Hah…”
“Huh…”
“Ah…”
“Hmm…”
Bebagai suara gumaman dengan nada tidak jelas beberapa kali terdengar dari bibir nyonya Rose yang sesekali tampak menarik nafas dalam-dalam, membuat para pengawal hanya bisa saling berpandangan sambil mengangkat bahu mereka.
Baru kali ini para pengawal melihat wajah tidak tenang dari nyonya Rose yang selama ini dikenal selalu tenang dan berwibawa. Bahkan baru kali ini mereka melihat bagaimana nyonya Rose hanya mondar-mandir di depan pintu kamar Alvero tanpa melakukan apapun jika memang ingin menemui Alvero, tidak seperti biasanya langsung mengetuk dan membunyikan bel kamar itu.
Seluruh pengawal tahu bahwa selama ini tidak pernah sekalipun Alvero menolak menemui nyonya Rose yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri karena sejak lahir memang nyonya Roselah yang merawat dan mengatur segala keperluan Alvero.
“Selamat pagi Nyonya Rose.” Ernest yang baru saja datang bersama Erich langsung menyapa nyonya Rose begitu mereka berdua sampai di depan pintu kamar Alvero.
“Eh, kemari sebentar kalian berdua.” Tanpa menjawab salam dari Ernest dan Erich, nyonya Rose langsung menarik tangan Erich dan Ernerst, lalu mengajak mereka berdua menjauh dari pintu kamar Alvero.
“Apa semalam yang mulia Alvero memanggil kalian berdua untuk masuk ke kamarnya?” baik Ernest maupun Erich langsung menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan nyonya Rose.
“Tidak? Apa itu artinya yang mulia tidak mengalami mimpi buruk kemarin malam?” Mendengar gumaman pelan dari nyonya Rose, Ernest langsung tersenyum.
“Sejak menikah dengan permaisuri Deanda, sepertinya yang mulia bisa mengatasi mimpi buruknya. Sepertinya permaisuri Deanda selain tidak menimbulkan alergi terhadap yang mulia Alvero, kehadiran permaisuri di sisi yang mulia membuat insomnia yang mulia perlahan-lahan berkurang. Dimana hari yang mulia Alvero menikahi permaisuri Deanda, sejak hari itu juga kami tidak pernah lagi dipanggil oleh yang mulia Alvero ke kamarnya saat tengah malam.” Ernest menjelaskan panjang lebar tentang kondisi Alvero yang mulai terbebas dari insomnia kronisnya sedikit demi sedikit karena keberadaan Deanda di sisinya selama dia tertidur.
“Oooo…. Begitukah? Baik sekali.” Nyonya Rose berkata sambil tersenyum, namun tiba-tiba wajahnya kembali berubah serius, membuat Ernest menegernyitkan dahinya.
“Tapi kenapa nyonya Rose tiba-tiba seperti orang bingung dan terlihat begitu gelisah?” Mendengar pertanyaan Ernest, nyonya Rose hanya bisa tersenyum dengan dipaksakan.
“Ahh… anu… aku harus menemui yang mulia Alvero, mengakui tentang tindakanku yang sudah mencampur rum ke dalam jus permaisuri….” Ernest langsung tersenyum geli mendengar perkataan nyonya Rose, sedang Erich yang tidak mengerti duduk perkaranya hanya bisa mengerutkan dahinya dengan wajah bertanya-tanya.
“Ah, sudahlah, tidak perlu kalian ikut memikirkan itu. Walaupun yang mulia Alvero atau permaisuri Deanda menghukumku, paling tidak aku lega jika memang rencanaku kemarin berhasil. Tidak akan ada penyesalan bagiku. Toh aku sudah terlalu tua untuk menyesali kehidupan yang sudah aku jalani selama ini.” Nyonya Rose berkata sambil berlalu meninggalkan Erich dan Ernest kembali berdiri di depan pintu kamar Alvero, menunggu kesempatan untuk dapat bertemu dengan Alvero dan meminta maaf.
# # # # # # #
“Akhh…” Deanda yang baru saja berniat membuka matanya sedikit melenguh menyadari kepalanya yang terasa berat.
Dengan pelan Deanda memijat kepalanya sebelum matanya benar-benar terbuka, dan Deanda langsung mengernyitkan dahinya saat merasakan ada sebuah tangan yang sedang memeluk erat pinggangnya, membuat Deanda yang awalnya tidur dalam posisi miring ke arah kanan mencoba menggerakkan tubuhnya ke samping kiri untuk melihat ke arah Alvero yang memang sejak awal mereka tidur dalam satu tempat tidur, terbiasa tidur di sebelah kirinya.
Begitu Deanda menggerakkan kakinya dan merasakan sesuatu yang aneh di bagian bawahnya, dengan cepat Deanda membuka matanya dan reflek membuka selimut tebal yang menutupi tubuhnya.
“Hah…” Deanda hampir saja berteriak melihat kondisi tubuhnya yang terlihat polos tanpa sehelai benangpun, dengan tanda merah yang tampak menghiasi hampir seluruh permukaan kulit tubuhnya yang putih. Namun, dengan cepat Deanda menutupi bibirnya dengan tangan kanannya dan langsung melirik ke samping kirinya, dimana Alvero tampak masih tertidur lelap dengan kondisi sama polosnya dengannya.
Ahhhh, apa yang sudah terjadi? Apa mungkin kemarin malam kami.... sudah… melakukan itu?
Deanda berkata dalam hati sambil menggigit bibir bawahnya dan matanya melirik ke arah Alvero yang terlihat tampan dalam tidurnya, yang bahkan hanya memandangi sosok suaminya dalam kondisi tertidur tenang seperti itu sudah membuat dada Deanda berdebar keras, apalagi Deanda sempat melihat tubuh polos Alvero di balik selimut walau hanya sebatas dada ketika membuka selimut yang menutupi tubuhnya tadi.
Tidak dapat dipungkiri, bentuk tubuh Alvero yang berotot dan terbentuk sempurna dengan perut six pack nya selalu membuat Deanda tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak menatap tubuh itu dengan tatapan terpesona dan kagum, bahkan beberapa kali tanpa sadar, Deanda begitu ingin mengelus lembut tubuh sempurna suaminya itu.
Deanda! Fokus! Pikirkan apa yang sudah terjadi tadi malam! Ingat dengan baik!
Deanda memaki dirinya sendiri dalam hati, mengalihkan pandangan matanya dan mencoba dengan keras mengingat apa yang terjadi tadi malam antara dia dan Alvero.
“Ohhh!” Deanda hampir saja berteriak kembali begitu potongan-potongan ingatan saat dia mabuk semalam mulai memenuhi otaknya.
Ingatan-ingatan yang terpotong-potong itu mengingatkan kembali kepada Deanda bagaimana dia tersenyum genit dengan wajah menggoda ke arah Alvero, juga kata-kata rayuan yang dia ucapkan kepada Alvero mulai terbayang kembali di ingatannya walaupun sepotong-sepotong. Bahkan Deanda bisa mengingat bagaimana dia memohon kepada Alvero untuk menjadikan dia milik Alvero seutuhnya dan meminta penyatuan tubuh mereka walaupun itu terasa menyakitkan. Dan sedikit banyak Deanda ingat bagaimana rasa penyatuan itu, terasa begitu menyakitkan, namun di sisi lain, dia merasa begitu menikmatinya dan sekaligus bangga bisa memberikan tubuhnya secara utuh kepada suaminya.
Ahhh, apa yang sudah aku lakukan semalam? Kenapa aku begitu berani dan dengan tidak tahu malu meminta hal seperti itu kepada yang mulia? Akhhh…. Bagaimana aku bisa menghadapi yang mulia hari ini? Mau ditaruh kemana mukaku?
Deanda berkata dalam hati sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
Benar-benar memalukan. Hah! Kenapa aku bisa bertindak segila itu? Merayu yang mulia seperti gadis murahan? Bahkan memukuli dadanya dan menangis sambil menuduh yang mulia melirik gadis lain. Nasibku benar-benar sial harus mempermalukan diriku sendiri di depan yang mulia tanpa berpikir panjang. Entah apa yang dipikirkan yang mulia tentang aku setelah dia bangun dari tidurnya nanti.
Deanda kembali berkata dalam hati dengan wajah frustasi, apalagi mau tidak mau dia harus mengakui, ingatannya tentang bagaimana mesra dan lembutnya Alvero memperlakukannya tadi malam membuatnya ingin merasakan lagi penyatuan mereka malam itu.
Dasar gila! Bagaimana dalam kondisi seperti ini aku bahkan menginginkan hal seperti itu lagi?
Deanda berkata sambil menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan dadanya yang berdetak dengan begitu keras karena ingatan tentang ciuman, sentuhan dan penyatuan dirinya bersama Alvero tadi malam.
Sebaiknya untuk saat ini, lebih baik jika aku menjauh dari yang mulia untuk sementara waktu kalau tidak ingin mempermalukan diriku sendiri lagi.
Dengan gerakan pelan dan begitu hati-hati agar tidak membangunkan Alvero, Deanda berusaha keluar dari selimut tebal yang menutupi tubuhnya dan tubuh Alvero, diambilnya pakaiannya yang berserakan di lantai dan sebagian di tempat tidur dan menutupkannya ke bagian depan tubuhnya yang polos, lalu menjulurkan kakinya ke lantai dengan hati-hati, duduk di pinggiran tempat tidur sambil mengatur nafasnya yang sedikit memburu.
Deanda baru saja berhasil menyingkirkan selimut tebal dari tubuhnya, dan berencana bangkit dari duduknya di tepian tempat tidur, namun baru saja Deanda memajukan tubuhnya untuk bergerak bangkit berdiri, sebuah tangan dengan lembut tapi erat meraih pergelangan tangannya dan memegangnya dengan erat.
“Mau kemana sweety? Bukankah seharusnya kamu bertanggungjawab terhadap apa yang sudah kamu lakukan padaku tadi malam?” Suara Alvero yang terdengar jelas di telinga Deanda walaupun diucapkan dengan pelan membuat tubuh Deanda tiba-tiba mematung karena kaget, dan detakan jantung di dadanya kembali berulah, berdetak keras seperti sebuah genderang perang yang sedang ditabuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 340 Episodes
Comments
ria aja
alvero udh tau deana malu MSI sja suka menggoda
2022-11-23
0
Susanti
uwuuuuuuuu.. uwuuuuu...syahduuuuu.... 😍😍😍😍
2022-08-26
0
Nailott
wah ,deandanya sangt malu malu.karena kejadian ,MP.
nyayg meminta pada. avero. mereka sama2 menikmatinya dg begitu bahagia.akhernya. terjadi juga .
2022-05-26
1