"Tidak ada Yang Mulia, saya akan kembali ke istana. Apakah Yang Mulia berencana untuk segera berangkat ke kota Renhill? Jika iya, saya akan menemani permaisuri untuk kembali ke istana sore ini." Nyonya Rose berkata sambil memandang ke arah Alvero yang langsung mengangguk.
"Ok kalau begitu, sebelum gelap aku harus sampai di sana. Ayo, kita pergi sekarang." Alvero bangkit dari duduknya dan meraih tangan Deanda, mengajaknya bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari cafe, sehingga tidak melihat nyonya Rose yang melirik ke arah toilet dimana dilihatnya Alaya yang baru saja keluar dari sana.
"Baik Yang Mulia." Nyonya Rose bergegas mengikuti Alvero yang sudah menggandeng tangan Deanda, mengajaknya keluar dari cafe.
Mata nyonya Rose sempat melirik lagi ke arah Alaya sekilas, dan dilihatnya mata Alaya yang menatap kepergian Alvero dan Deanda. Hal itu membuat nyonya merasa lega melihat bagaimana Alvero dan Deanda sudah berjalan menjauh saat Alaya memandang ke arah mereka.
Alvero yang berdiri di samping pintu mobil Deanda yang masih terbuka membungkukkan tubuhnya sambil melongokkan kepalanya ke dalam mobil melihat ke arah Deanda yang sudah duduk di kursi penumpang sedang nyonya Rose duduk di depan, di samping Ryan yang siap di kursi pengemudinya.
"Aku akan menghubungimu begitu sampai di Renhill. Hubungi aku saat sudah tida di istana." Alvero berkata sambil mengecup pelipis Deanda sekilas sambil mengelus kepala belakang Deanda lembut.
"Ryan, hati-hati dalam berkendara! Nyonya Rose, tegur Ryan jika berani mengebut."
"Baik Yang Mulia." Baik Ryan dan nyonya Rose langsung menjawab perintah dari Alvero.
"Nyonya Rose, untuk malam ini, suruh Emily dan Ana yang berjaga di depan pintu kamar kami di istana!" Alvero sengaja memberikan perintah agar saat dia tidak bersama Deanda, yang menjadi penjaga pintu kamar mereka adalah para pengawal wanita, bukan pengawal pria.
"Baik Yang Mulia." Nyonya Rose kembali menjawab perintah dari Alvero yang menepuk lembut punggung Deanda bagian atas sebelum menjauh dari pintu mobil yang akhirnya ditutup oleh Ernest.
"Kita juga harus segera berangkat ke kota Renhill Ernest!" Alvero berkata sambil memandang ke arah mobil yang ditumpangi oleh Deanda sampai mobil itu bergerak menjauh darinya.
"Baik Yang Mulia." Ernest langsung menjawab perkataan Alvero sambil berlari-lari kecil ke arah mobil Alvero yang sudah dia siapkan.
# # # # # # #
Begitu Deanda memasuki kamar yang dulunya merupakan kamar Alvero bersama nyonya Rose yang berjalan di belakangnya, nyonya Rose langsung menutup pintu rapat-rapat dan berjalan mengikuti Deanda yang duduk di sofa yang ada di dekat pintu msuk kamar itu.
"Duduklah Nyonya Rose, apa yang sebenarnya ingin Nyonya bicarakan denganku sampai memaksaku kembali ke istana?" Nyonya Rose yang baru saja mengambil posisi duduk di hadapan Deanda tersenyum sambil mengamati wajah Deanda yang terlihat kurang cerah dibanding dengan biasanya.
"Apa permaisuri merasa lebih senang tinggal sendirian di penthouse?" Mendengar pertanyaan nyonya Rose, Deanda hanya tersenyum tipis, sebenarnya dia tidak penah mempermasalahkan untuk tinggal dimana, tapi di penthouse dia merasa lebih bebas dibanding dengan di istana yang memiliki begitu banyak aturan yang sebagaian besar masih belum dikuasainya.
"Istana adalah tempat terbaik bagi Permaisuri apalagi saat seorang raja sedang tidak ada di tempatnya, karena dengan begitu seorang permaisuri bisa ikut menjaga kestabilan kondisi istana." Deanda lagi-lagi hanya bisa tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh nyonya Rose.
Nyonya Rose... Anda benar-benar mencintai istana dan anggota keluarga kerajaan. Anda sungguh perduli. Para pengeran dan putri Gracetian sungguh beruntung memiliki orang seperti Anda untuk mengajarkan mereka banyak hal. Tapi hari ini kondisi moodku benar-benar dalam keadaan buruk.
Deanda berkata dalam hati sambil menarik nafas panjang, walaupun berusaha untuk melupakannya, sosok Alaya yang tiba-tiba hadir di tengah-tengah dirinya dan Alvero, apalagi keberadaannya juga tidak menimbulkan alergi pada Alvero, cukup membuat Deanda merasa tidak nyaman.
"Permasuri, apa Anda memikirkan gadis tadi? Gadis asing..."
"Namanya Alaya, Nyonya Rose..." Deanda berkata lirih, dan dari cara Deanda menyebutkan nama gadis itu, nyonya Rose bisa melihat dengan jelas saat ini Deanda merasa tidak nyaman dengan kejadian Alaya dan Alvero tadi di cafe.
"Permaisuri, sejak lahir saya yang merawat yang mulia Alvero. Dan saya tahu bahwa Anda adalah gadis yang setiap kali yang mulia menceritakan tentang Anda kepada saya matanya selalu terlihat berbinar karena bahagia. Saya tidak pernah melihat yang mulia begitu antusias dan terlihat bahagia saat menyebutkan nama seorang gadis, kecuali nama Anda. Anda tidak perlu khawatir tentang gadis manapun di sekitar yang mulia. Mereka semua tidak akan bisa menggoyahkan hati yang mulia Alvero. Saya berani menjamin itu karena saya tahu betul siapa dan apapun tentang yang mulia Alvero. Saya kenal baik siapa yang mulia Alvero." Deanda tersenyum mendengar kata-kata nyonya Rose yang mau tidak mau membuatnya sedikit terhibur.
"Yang mulia Alvero bukan laki-laki yang bermulut manis seperti para playboy yang jago merayu. Beliau jarang mengungkapkan rasa sayangnya dengan kata-kata. Mungkin sedikit banyak permaisuri sudah mendengar tentang masa lalu yang mulia yang begitu kekurangan kasih sayang. Karena itu jangan heran jika dia begitu posesif terhadap Anda karena menganggap Anda begitu berharga baginya. Anda adalah satu-satunya gadis yang membuat yang mulia bersedia berubah dan mengalah. Dengan sikapnya yang keras, yang mulia bukanlah orang yang bisa dengan mudah mengalah, tapi dari beberapa kejadian yang saya lihat dan dengar... demi Anda, yang mulia Alvero tidak keberatan untuk mengalah. Dan satu-satunya alasan yang mulia melakukan itu karena yang mulia begitu mencintai Anda." Deanda terdiam sambil membayangkan sosok tampan suaminya.
Deanda tahu banyak peristiwa dimana Alvero seringkali mengalah untuknya, mulai dari kasus Olivia yang mengambil hadiah-hadiah dari Alvero, saat pertandingan mereka waktu itu, dan bahkan di malam pertama mereka yang berakhir dengan kegagalan, Alvero bahkan menahan dirinya sedemikian rupa demi dirinya, karena tidak ingin menyakitinya. Mengingat itu Deanda menggigit bibir bawahnya, setelah itu kembali tesenyum ke arah nyonya Rose, kali ini dengan wajah terlihat lebih ceria, membuat nyonya Rose tersenyum puas sudah berhasil mewakili Alvero untuk menenangkan hati permaisurinya.
"Permaisuri, sebenarnya saya sengaja mengajak Anda kembali ke istana untuk membahas sesuatu yang sangat penting." Deanda langsung mengernyitkan dahinya begitu mendengar perkataan nyonya Rose.
"Ini tentang plakat yang saya temukan di kamar yang mulia Vincent waktu itu, plakat begambar setengah matahari dengan kepala singa yang mengaum di bawah ukiran matahari."
"Ah, ya." Deanda langsung sedikit membeliakkan matanya begitu teringat tentang plakat yang sempat dititipkan oleh nyonya Rose kepadanya waktu itu.
"Setelah yang mulia Alvero kembali dari kota Renhill, saya harap permaisuri segera memberikan plakat itu kepada yang mulia Alvero. Saya yakin itu akan membantu yang mulia Alvero untuk melanjutkan penyelidikan tentang rencana pembunuhan yang mulia Vincent waktu itu." Mendengar perkataan dari nyonya Rose, Deanda langsung menggerakkan tubuhnya yang awalnya bersandar ke depan, lebih mendekat ke arah nyonya Rose.
"Nyonya Rose..., sebenarnya apa arti plakat itu? Kenapa waktu itu kita tidak langsung memberikannya kepada yang mulia Alvero?" Deanda bertanya dengan wajah terlihat begitu penasaran.
"Tidak bisa, karena jika yang mulia Alvero melihat plakat itu, yang mulia pasti akan emosi dan bertindak nekat. Plakat itu akan mengingatkannya kepada kejadian paling buruk dalam hidupnya. Saya tidak ingin merusak suasana hati yang mulia Alvero sebelum acara pernikahan berlangsung. Menikahi permaisuri adalah keinginan terbesar yang mulia Alvero, saya tentu saja tidak bisa merusak momen bahagia tersebut." Nyonya Rose berkata sambil bangkit dari duduknya.
"Tidak bisakah Nyonya menjelaskan padaku cerita di balik plakat itu?" Nyonya Rose langsung menjawab pertanyaan Deanda dengan sebuah gelengan kepala.
"Biar yang mulia sendiri yang menceritakannya kepada permaisuri. Saya akan kembali ke tempat saya. Permaisuri harus cukup beristirahat untuk menjaga kesehatan fisik Permaisuri agar bisa segera melahirkan putra putri yang sehat untuk yang mulia Alvero. Permaisuri harus menyiapkan diri dengan sebaik mungkin saat yang mulia kembali ke istana." Nyonya Rose berkata sambil bangkit dari duduknya dan langsung berjalan keluar dari kamarnya, meninggalkan Deanda yang wajahnya langsung merah padam dan tidak bisa berkata apa-apa mendengar perkataan nyonya Rose barusan.
Matilah aku, apa maksud perkataan nyonya Rose barusan. Kenapa itu terdengar seperti sebuah kata-kata ancaman bagiku?
Deanda berkata dalam hati sambil tangannya memegang dadanya yang berdebar keras bahkan hanya dengan membayangkan ciuman dan tindakan mesra Alvero padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 340 Episodes
Comments
ria aja
hege
2022-11-23
0
Nailott
ayo deanda,pesiapkan dirimu. untuk menyambut yg mulia besok malam.selamt menunggu deanda.untuk alaya.jngn khawati..
menutu feeling ku .mungkin adek. kecil dlm mimpi yg mulia .semoga eriech dsn ernrst segra mencari. tau dan dapt info secepatnyag
2022-05-25
0
rudy adji
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
2022-02-26
0