Waktu makan siang antara Alvero, Deanda, Evan dan Danella dihabiskan dengan bincang-bincang ringan seputar keadaan di kota Tavisha, termasuk penataan kota, keramaian di alun-alun, maupun perkembangan mall dan bangunan-bangunan pencakar langit yang membuat kota Tavisha terlihat sebagai kota satu kota metropolitan terbesar dan paling maju di negara Gracetian.
(Metropolitan atau kota metropolitan adalah suatu daerah perkotaan besar yang terdiri dari beberapa wilayah administratif dan dicirikan oleh adanya konsentrasi yang sangat tinggi dalam hal penduduk dan berbagai kegiatan industri perdagangan, perbankan, dan lainnya).
Setelah mereka menyelesaikan makan siang mereka, Deanda sengaja mengajak Danella untuk mengobrol santai sambil menikmati keindahan balkon dari penthouse Alvero yang ditata dengan begitu rapi menjadi sebuah taman di atas atap yang tampak asri sekaligus teduh. Sedang Evan dan Alvero sendiri menyelesaikan pembicaraan penting mereka di ruang kerja Alvero yang tertutup rapat, hanya ada Alvero dan Evan, bahkan Erich dan Ernest pun tidak dilibatkan oleh Alvero dalam pembicaraan hari ini.
Evan yang mendengarkan beberapa penjelasan dari Alvero, terlihat beberapa kali mengernyitkan dahi sambil sesekali menarik nafas dalam-dalam, menunjukkan bahwa pembicaraan mereka sungguh merupakan sesuatu yang penting dan cukup menguras pikiran mereka berdua.
"Yang Mulia, kita tidak bisa membiarkan hal seperti itu terus berlanjut. Kalau memang Yang Mulia sudah memilki bukti yang mendukung kecurigaan yang mulia Vincent terhadap sepak terjang permaisuri Eliana, kenapa tidak kita selesaikan masalah itu sekarang juga?" Evan langsung bertanya begitu Alvero menyatakan bahwa mereka perlu mengumpulkan lebih banyak bukti kejahatan Eliana.
"Kita tidak bisa bertindak gegabah Duke Evan. Apa yang dibangun oleh permaisuri Eliana sejak beberapa lama ini, sepertinya sudah menjadi sebuah pohon yang besar dengan akar yang menancap kuat di tanah. Kalau kita menyerangnya sekarang, bukankah kita hanya akan memotong ranting-ranting pohon besar itu? Kita harus merobohkan pohon itu dan membuatnya tercabut sampai ke akar-akarnya sehingga tidak memiliki kesempatan untuk tumbuh kembali." Alvero berkata sambil menyerahkan lembaran kertas informasi yang sudah berhasil dia kumpulkan selama ini ke arah Evan yang langsung mengetuk-ketukkan ujung telunjuknya di atas meja kerja Alvero.
"Secepat mungkin saya akan segera memperlengkapi informasi yang sudah berhasil Yang Mulia kumpulkan. Kalau memang benar apa yang dicurigai oleh yang mulia Vincent, kita tidak bisa membiarkan permaisuri Eliana terlalu lama dalam posisinya atau pemberontakan besar akan terjadi dan memecah belah kerajaan Gracetian." Evan berkata sambil melirik ke arah map yang baru disodorkan oleh Alvero ke hadapannya.
"Aku percaya dengan kemampuan yang selama ini sudah Duke Evan buktikan, kita berdua akan mampu mengatasi masalah ini." Evan tersenyum, dipandanginya wajah Alvero yang menunjukkan ketulusan dalam memujinya, dimana di dalam hatinya Evan juga sudah mengagumi sosok raja Gracetian itu.
Banyak hal yang selama menjabat sebagai putra mahkota telah dilakukan Alvero untuk mengembangkan kerajaan Gracetian, bahkan Alvero tidak segan-segan menyumbangkan kekayaan pribadinya untuk membantu biaya pengembangan ataupun penambahan fasilitas untuk daerah pedesaan. Belum lagi sikap berani Alvero dalam menindak tegas para koruptor dan pelaku kejahatan yang kadang berasal dari kalangan bangsawan atau orang kaya dan berpengaruh yang kadang mencari cara agar terbebas dari hukuman dengan berusaha menyuap pejabat pemerintahan atau aparat hukum.
Walaupun dikenal keras dan arogan sejauh pengamatan Evan, Alvero melakukan hal itu hanya kepada orang-orang yang memang bersalah. Dan segala keputusan Alvero selalu didasarkan kepada bukti kuat, bukan sekedar asal menjatuhkan keputusan atau hukuman.
"Baik Yang Mulia. Kita berdua pasti bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik." Evan berkata sambil meraih map dari atas meja kerja Alvero.
Melihat sikap optimis Evan, Alvero langsung tersenyum, dalam hati dia harus mengakui selama menjabat sebagai duke sejak beberapa tahun lalu belum pernah ada satupun kegagalan Evan dalam melakukan tugasnya, baik masalah keamanan yang berhubungan dengan pihak luar ataupun intern, dalam negara Gracetian sendiri.
# # # # # # #
Alvero melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya, yang menunjukkan bahwa pertemuannya dengan Evan ternyata memakan waktu yang cukup lama, hampir 3 jam. Sekilas Alvero melirik ke arah istrinya yang sedang duduk di sofa ruang tamu penthousenya sambil mengamati layar handphonenya dan terlihat beberapa kali terlihat menyungingkan senyum di bibirnya, membuat Alvero langsung mengernyitkan dahinya karena rasa penasarannya.
"Sweety... apa yang membuatmu terlihat begitu senang memandangi handphonemu?" Alvero bertanya sambil duduk di samping Deanda dengan langsung memeluk bahu Deanda.
"Ah... tidak apa-apa, hanya membaca pesan-pesan masuk yang belum sempat aku respon." Deanda berkata sambil menoleh ke arah Alvero yang ternyata mata hazelnya sedang mengamati layar handphonenya dengan wajah terlihat serius dan menyelidik, membuat Deanda menahan senyum gelinya.
"Apa kamu ingin membacanya? Atau mau membantuku membalas satu persatu pesan-pesan itu?" Dengan santai dan senyum di wajahnya, Deanda menyodorkan handphone miliknya ke arah Alvero tanpa berusaha menyembunyikannya.
Tindakan Deanda itu membuat Alvero mau tidak mau menyungingkan senyum bahagia melihat Deanda bahkan tidak merasa takut memperlihatkan handphone miliknya kepadanya, menunjukkan bahwa tidak ada yang disembunyikan Deanda darinya. Selain itu, tindakan Deanda barusan menunjukkan bagaimana Deanda sangat mempercayai Alvero. Di jaman se modern ini, sudah menjadi rahasia umum bahwa handphone menjadi salah satu benda pribadi yang menyimpan banyak rahasia pemiliknya, yang bahkan membuat beberapa orang tidak mengijinkan suami atau istrinya untuk memegang handphone pribadi mereka.
"Boleh aku membalas pesannya?" Mendengar pertanyaan Alvero, Deanda langsung menganggukkan kepala tanpa ragu, namun begitu melihat Alvero benar-benar membalas salah satu pesan itu, mata Deanda langsung melotot.
Apakah kamu Deanda Federer yang aku kenal? Selamat untuk pernikahanmu. Kapan kita bisa bertemu dalam sebuah makan malam teman?
Alvero tahu bahwa pesan itu dituliskan oleh seseorang yang Deanda tidak kenal, terbukti dari pemilik nomer itu tidak tersimpan dalam daftar kontak handphone Deanda.
Terimakasih untuk selamat darimu. Tapi aku tidak mengenalmu dan aku sudah terlalu sibuk menghabiskan waktu dengan suamiku daripada menghabiskan waktu bersamamu.
Jawaban dari Alvero betul-betul membuat mau tidak mau Deanda kembali meraih handphonenya agar Alvero tidak melanjutkan apa yang dilakukan olehnya, membalas pesan-pesan di handphonenya.
"Tolong... jangan lagi membalas pesan-pesan milikku atau kamu akan membuatku dianggap sebagai orang sombong dan tidak tahu diri. Bisa-bisa bukan bunga tapi lemparan telur busuk jika aku terlihat di tempat umum." Deanda berkata sambil menutup layar handphonenya kembali, setelah dengan buru-buru menghapus pesan dari Alvero kepda orang tidak dikenal itu.
Istriku ini benar-benar selalu mengalah dan berusaha menjaga perasaan orang lain sedemikian kerasnya.
Alvero berkata dalam hati sambil tersenyum geli ke arah Deanda.
Wahhh... ke depannya aku harus hati-hati saat yang mulia memegang handphoneku, jangan sampai orang lain salah paham karena berpikir aku yang membalas pesan mereka.
Deanda berkata dalam hati sambil memutuskan untuk membalas pesan-pesan itu saat dia memiliki waktu luang di lain waktu, dan tentu saja pada saat Alvero tidak ada bersamanya.
"Hukum pancung saja kalau mereka berani." Mendengar tanggapan santai dari Alvero atas pernyataannya barusan membuat Deanda langsung membeliakkan matanya.
"Ha ha ha... bercanda... Tapi jangan lupa sekarang kamu memang memiliki otoritas untuk menghukum atau memberikan penghargaan kepada orang lain dengan posisimu sebagai pemaisuri." Alvero berkata sambil mengacak pelan rambut di kepala Deanda yang memilih untuk diam.
"Ayo, kita keluar sebentar, aku ingin menikmati kopi sore ini di cafe perusahaan sebelum berangkat kembali ke kota Renhill." Alvero berkata sambil mengecup sekilas pipi Deanda, sebelum bangkit dari duduknya, lalu mengulurkan tangannya ke arah Deanda untuk membantunya berdiri.
"Malam ini kamu kembali ke kota Renhill?" Tanpa sadar Deanda bertanya kepada Alvero dengan tatapan tidak relanya, membuat Alvero tersenyum senang melihat istrinya tidak rela membiarkannya pergi, tapi apa daya, malam ini dia harus kembali ke kota Renhill.
"Aku harus ke sana malam ini, karena Enzo mengatakan padaku Eliana ada di sana. Aku tidak mau Eliana mengambil kesempatan untuk melukai papa. Untuk malam ini kamu mau tetap tinggal di sini atau kembali ke istana? Aku tidak bisa membiarkanmu ikut, karena untuk malam ini aku akan tidur di rumah sakit menemani papa. Ada banyak hal yang masih ingin dibicarakan papa denganku." Mendengar perkataan Alvero, Deanda langsung mengangguk sambil menyungingkan senyum manisnya ke arah Alvero, seolah menyatakan bahwa dia akan baik-baik saja.
Bagi Deanda kondisi Vincent sekarang lebih membutuhkan kehadiran Alvero dari pada dia. Dan sebagai seorang anak, Deanda sadar Alvero sudah kewajiban seorang anak untuk merawat orangtuanya.
"Besok duke Evan akan meningkatkan sistem keamanan di rumah sakit disana. Dia sendiri akan berada di Renhill beberapa hari untuk mengawasi keamanan papa. Dengan begitu aku baru bisa merasa tenang. Besok malam aku akan menemanimu. Apa kamu begitu ingin mencoba hal "itu" lagi secepatnya? Besok aku akan ada untukmu, dan kita bisa...."
"Ayo kita turun. Aku juga ingin menikmati kopi sore ini." Deanda langsung memutus perkataan Alvero dan berjalan ke arah pintu keluar penthouse, membuat Alvero terkikik geli melihat wajah memerah istrinya yang bahkan tidak berani menatap ke arahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 340 Episodes
Comments
ria aja
heheeh
2022-11-23
0
Nailott
ah , aish .
ug mulia. Mp ...yg tertunda...ha..ha ha..gimana ya....
2022-05-25
0
rudy adji
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
2022-02-26
0