#5

"Ternyata, lo itu anak yang patuh juga ya," kata Satya meledek Sabrina.

"Demi mama gue, nyawa juga gue berikan. Gak ada kata patuh atau gak."

"Ya gue tahu kalau lo sangat sayang mama lo. Gue jadi iri pada kalian semua yang punya orang tua lengkap. Kalian bisa merasakan kasih sayang mama dan papa kalian. Sedangkan gue, gue hanya bisa merasakan kasih sayang papa gue."

Ada rasa sedih yang tertuang dari kata-kata yang Satya ucapkan. Ia bicara sambil melihat tangannya yang berada di atas meja.

"Satya, karena kita sama-sama sayang orang tua kita. Aku punya satu kesepakatan yang akan aku bicarakan padamu."

"Apa?"

"Kita hanya suami istri didepan orang tua kita. Tidak saat berada di tempat umum, seperti kampus dan tempat-tempat umum yang lainnya. Tidak juga sebagai suami istri saat kita di rumah."

"Maksud kamu?"

"Kita nikah hanya pura-pura aja. Gimana?"

"Gila. Mana ada yang namanya nikah pura-pura Sabrina Aminarti."

"Adalah."

"Yang namanya nikah itu jelas-jelas tidak ada yang main-main. Nikah itu bukan hanya disaksikan manusia, tapi juga disaksikan oleh Tuhan. Lo gila ya."

"Woi ... udah dua kali lo bilang gue gila. Gue tonjok juga lo nanti baru lo tahu rasanya."

"Ya elo sih. Bicara gak mikir-mikir dulu."

"Lo aja yang gak paham ama apa yang gue katakan. Makanya, punya otak itu dipakai, jangan dianggurin."

"Jadi?"

"Maksud gue, kita nikahnya emang beneran. Tapi gak sama seperti orang nikah pada umumnya. Gue belum siap jadi istri."

"Jadi?"

"Ya Tuhan ... lo kok bego banget sih. Nikah ya nikah. Kita juga gak bisa nolak perjodohan inikan. Maksud gue, kita turutin apa yang orang tua kita inginkan. Tapi ... lo dan gue gak seperti suami istri pada umumnya."

"Oh, maksud lo itu kita hanya sekedar nikah doang. Gak ada hubungan apa-apa gitu?"

"Ya. Itu yang gue maksudkan. Gue yakin, lo gak cinta sama gue. Sama halnya dengan gue. Kita hanya bisa nurut apa yang orang tua kita mau demi kebahagiaan mereka aja."

"Sampai kapan seperti itu?"

"Sampai .... " Sabrina terlihat memikirkan apa yang Satya katakan. Hatinya membenarkan apa yang Satya ucapkan barusan. Sejak tadi, ia tidak memikirkan sampai kapan ia harus menjalani hal itu. Kalau Satya tidak mengingatkan, maka ia tidak akan ingat dengan sampai kapan ia harus menjalani hidupnya dengan menjadi istri Satya.

"Sampai kapan?" tanya Satya lagi.

"Ya gue juga gak tahu sampai kapan. Intinya, kita jalani ajalah. Sampai kapan itu terserah nanti. Pusing gue mikirin nya."

Satya terdiam. Ia tatap wajah cantik Sabrina. Gadis cantik yang terlihat sangat anggun namun tidak mudah untuk didapatkan. Ia pernah dapat tawaran dari teman-temannya untuk mendapatkan hati Sabrina. Namun, Satya terang-terangan menolak untuk taruhan. Ia tahu, resiko dari taruhan itu sangat besar.

Malam ini, ia jelas-jelas bertatap muka dengan cewek judes yang terkenal galak di kampus. Untuk yang pertama kalinya, ia bicara dengan si judes ini. Ada rasa yang berbeda di hatinya. Namun, Satya cepat-cepat menyingkirkan rasa aneh itu.

"Satya!" Sabrina memanggil Satya yang melamun dihadapannya.

"Ada apa?"

"Lo tahu, gue gak suka di abaikan."

"Mana gue tahu kalau lo gak suka di abaikan. Gue ini bukan paranormal yang bisa baca isi hati orang."

"Berisik lo. Jangan bikin kekesalan gue jadi naik lagi."

"Cie-cie ... kalian sudah sangat akrab ternyata," kata mama yang tiba-tiba saja datang.

"Mama (tante)," ucap mereka secara bersamaan.

"Cie ... kompak lagi. Kayaknya kalian ini emang jodoh ya," kata mama menggoda keduanya.

"Apaan sih ma. Jangan bikin kesal deh," kata Sabrina dengan wajah manyun.

Satya memperhatikan dengan seksama apa yang terjadi dihadapannya. Wajah lucu Sabrina terlihat sangat jelas. Hal langka yang belum pernah cowok lain lihat selama ini. Apalagi saat di kampus. Mana ada yang melihat wajah lucu Sabrina seperti yang Satya lihat saat ini.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***