Seorang pemuda berdiri di samping koper hitam di depan sebuah bandara sambil menoleh beberapa kali ke kanan berharap seseorang yang ia tunggu segera datang menjemput.
Dia tidak ingin berlama-lama berdiri di depan bandara ini sesudah duduk berjam-jam di dalam pesawat untuk perjalanan panjang. Tubuhnya telah merasa cukup lelah dan merasa sangat lapar.
Namun, orang yang di tunggu belum juga datang, ini sudah lebih dari lima belas menit dia menunggu dan berdiri seperti sebuah patung yang mengucapkan selamat datang dan terlebih lagi kegiatannya ini semakin lelah.
Setelah duduk berjam-jam di dalam pesawat sekarang ia harus menjadi patung di depan bandara hanya karena orang yang seharusnya menjemputnya tidak kunjung datang.
Pria tersebut ingin sekali memanggil taksi. Semaki lama berdiri seperti ini , dia justru semakin mencuri perhatian banyak gadis muda yang keluar dan masuk bandara.
Selain itu pria tersebut juga ingin segera mengisi perutnya dengan sesuatu yang akan membuat dirinya berselera untuk makan.
Begitu pria tersebut ingin memanggil taksi, mendadak seseorang berteriak memanggil dirinya dengan panggilan yang bukan namanya. Melainkan panggilan kehormatan yang biasa digunakan oleh orang itu untuk memanggilnya.
"Tuan Muda!"
Pemuda yang berdiri dengan di dampingi oleh kopernya tersebut sudah merasa lega dengan kehadiran orang tersebut. Orang yang ia tunggu akhirnya muncul. Penantiannya berakhir.
"Tuan muda!" panggil orang yang datang dengan berlari ke arah dirinya.
Pemuda yang telah menggenggam gagang koper itu menoleh pada seorang pemuda yang seusia dengan dirinya. Hanya saja ia lebih tinggi dari pemuda yang mengenakan setelan jas yang sedikit kacau dan terus berlari ke arahnya.
Harus pemuda itu akui. Dia mengenali orang yang tampak kacau itu hanya dengan sekali pandang. Sopir pribadi ayahnya.
Banyak yang berubah dari orang itu sejak terakhir ia lihat dengan mata kepala sendiri. Orang itu tampak lebih dewasa dan memiliki tinggi badan lebih dari perkiraannya.
Berbeda dengan bocah beberapa tahun lalu yang ia kenal. Bocah pendek yang sering menangis. Ia ingat dengan jelas masa anak-anak dan masa remaja yang mereka lewati bersama.
"Kau terlambat lebih dari lima belas menit Dam Deok," kata pemuda tersebut sesampai sopir muda itu di hadapkannya seolah ingin mengadili sopir yang datang bahkan tanpa mobil itu. Melainkan datang dengan cara berlari.
Mengatur nafas sejenak. Pemuda itu membiarkan Dam Deok lebih tenang terlebih dahulu sebelum dia meminta penjelasan dari keterlambatan sopir itu menjemput dirinya.
Setelah lebih tenang dengan pernapasannya Dam Deok terlebih dahulu menyempatkan diri untuk tersenyum kepada tuan mudanya sebagai sambutan selamat datang. Baru kemudian menjelaskan situasi yang ia alami diperjalanan.
"Ban mobil tiba-tiba bocor," kata Dam Deok memberitahu alasan keterlambatan dirinya.
Rekan bicara Dam Deok mengangguk paham dan tak bisa berbuat apa-apa. Sopir ayahnya sama sekali tidak salah. Bocornya ban mobil bukanlah keinginan seorang pengemudi.
Lalu bagaimana sekarang? Dam Deok menjemputnya tidak dengan mobil. Mereka harus naik taksi? Kalau harus naik taksi, pemuda tersebut merasa menyesal dirinya tidak naik taksi sejak tadi.
Dam Deok memeriksa jam tangannya tak sabaran. Sebuah mobil sedan berwarna hitam muncul dari belokan, berjalan pelan dan berhenti tepat di depan kedua pemuda itu. Dam Deok tersenyum lega dan majikannya justru menoleh heran.
"Mobil pengganti sementara," ucap Dam Deok menjelaskan dengan cepat sambil tersenyum lebar.
Pemuda yang baru datang dari Amerika itu mengangguk. Sopir yang mengendarai mobil sedan turun, menyerahkan kunci mobil kepada Dam Deok.
Seusai bercakap-cakap singkat dengan Dam Deok sopir itu pergi meninggalkan mereka. Dam Deok segera mengambil alih koper besar milik majikannya dan memasukannya ke dalam begasi mobil.
Majikan muda Dam Deok masuk ke mobil dan duduk di kursi penumpang sambil mengeluarkan ponselnya. Usai dengan pekerjaan meletakkan koper Dam Deok segera masuk, duduk di kursi kemudi di samping majikan.
Menghidupkan mesin. Mobil mulai melaju dengan pelan sebentar, keluar dari kawasan bandara. Pemuda di samping Dam Deok diam tanpa bicara sambil sibuk dengan ponsel.
"Apa ini?" Pemuda di samping Dam Deok mengarahkan layar ponsel yang menyala kepada Dam Deok.
Meminta penjelasan dari Dam Deok. Dam Deok yang sibuk dan harus fokus menyetir menoleh sebentar, hanya membaca susunan huruf kapital yang menjadi judul.
Cukup membaca judulnya saja Dam Deok sudah tahu apa isi dari keseluruhan dari semua teks itu. Berita itu berisi kejadian satu minggu lalu. Sebelum bicara Dam Deok membawa mobil yang mereka kendarai bergabung dengan mobil-mobil lain di jalan besar.
"Tuan Besar baik-baik saja," Dam Deok mulai bicara. "******* itu telah tewas sekarang." Dam Deok menambahkan penjelasan singkat yang sebenarnya pemuda di sebelahnya itu telah membaca berita itu sepenuhnya.
Tentunya pemuda itu telah tahu informasi penting seperti itu. Tapi wajahnya memperlihatkan ketidakpercayaannya terhadap jawaban Dam Deok.
Pemuda di sebelah Dam Deok tersenyum aneh sambil kembali menyimpan ponsel ke dalam saku jaket hitam yang dia kenakan. Pemuda tersebut menatap lurus ke depan memperhatikan kotanya.
Banyak yang berubah dari tempat ini sejak terakhir ia ada di Korea. Dan ******* itu, dia telah memikirnya bahkan sejak di Amerika. Mati? Apakah kalimat itu berlaku untuk orang itu?
"Jii Joon," ucap pemuda itu tiba-tiba setelah diam cukup lama.
Dam Deok yang merasa heran menoleh sejenak kepada tuan mudanya dengan perasaan heran.
Dam Deok kemudian berpikir logis tentang yang dipikirkan tuan mudanya. Mungkin saja tuan mudanya sedang memikirkan motif dibalik tindakan dari seorang Jii Joon.
Hanya saja semua orang sulit menebak motif yang dimiliki oleh Jii Joon. Orang itu terlalu cerdas. Ia melakukan aksinya secara acak seolah tak punya maksud lain selain bersenang-senang dengan memuaskan kegilaannya.
"Mana mungkin orang seperti dia itu mati," tambah pemuda itu sambil menatap keluar jendela memerhatikan papan iklan yang terpampang besar di sebuah gedung.
"Itulah yang terjadi setelah diq menyerang cabang perusaan tuan besar. Dia telah terbunuh oleh bom miliknya sendiri," kata Dam Deok dengan mengingat ulang peristiwa yang telah terjadi.
"Dia masih hidup. Tentu saja dia masih hidup, bahkan hidup dengan sangat baik tanpa cacat apapun." Pemuda itu bicara seolah ia tidak mendengar Dam Deok bicara tadi.
Dam Deok tidak begitu mengerti kenapa tuan mudanya bicara begitu yakin bahwa ******* muda berbakat itu masih hidup padahal segala hal telah positif. Dari segala bukti, tes DNA atau apalah saat otopsi di lakukan.
Berdasarkan semua bukti yang ada. Semua pihak telah sepakat bahwa jasad terbakar tanpa satu tangan yang ditemukan di laut sehabis peristiwa tersebut adalah jasad Jii Joon tanpa diragukan lagi.
"Kau tahu Dam Deok?" tuan muda itu kembali bicara. "Saat di Amerika aku sempat bergabung dengan kepolisian Amerika selama tiga bulan memburu seseorang. Itu terjadi dua tahun lalu. Pengalaman itu sangat menantang. Kami berhadapan dengan seorang ******* muda bernama Harry. Aku ikut berburu ******* itu selama dua bulan terakhir. Dia sangat jenius, semua rencana yang dia buat sangat sempurna.
"Tidak ada yang bisa benar-benar menebak rencananya. Kami kewalahan menghadapi ******* itu. Selain jenius, dia juga berbakat. Dia sangat hebat bertarung dan menembak. Tidak ada yang tidak bisa dia lakukan. Dia menembak enam orang kami dengan mata tertutup. Ia seperti seorang dewa. Muncul lalu menghilang. Perburuan yang menegangkan dan harus mendapatkan bayaran mahal. Banyak nyawa di pihak kami dan masyarakat yang melayang. Hanya satu orang yang melakukan itu.
"Lalu suatu hari dia muncul dengan sombong dan melakukan bom bunuh diri dengan terang-terangan. Padahal dia sama sekali tidak berada dalam posisi yang membuatnya harus memilih mati dan mengaku kalah. Setelah dilakukan autopsi pada jasadnya, semuanya sempurna. Dialah Harry. Aku keluar dari kepolisian Amerika seminggu setelah itu.
Aku tentu saja terus merasa aneh dengan kematiannya yang terlalu mudah. Lalu Jii Joon? Dia adalah si Harry. Mereka orang yang sama. Mudah saja untuk mengetahuinya, cara Jii Joon dan Harry dalam beraksi sama dan wajah mereka jelas sama. Sesudah mati di Amerika, Harry hidup kembali di Korea sebagai Jii Joon. Sia juga melakukan hal yang sama sekarang, bom bunuh diri.
"Banyak yang ingin ku ketahui tentang dia. Bagaimana bisa dia memalsukan jasad orang lain menjadi jasadnya dengan sempurna? Dan dimana dia sekarang? Apa tujuannya yang ingin dia capai? Kenapa Harry selalu bilang tentang keadilan? Siapa dia sebenarnya?"
Pemuda itu bicara sambil berpikir sendiri dengan pertanyaan yang dia miliki di dalam kepalanya berharap menemukan jawaban.
"Maksud tuan muda orang mengerikan itu masih hidup?" Mendadak Dam Deok menjadi ragu dengan semua informasi yang dia terima tentang orang itu.
"Itulah faktanya," kata pemuda itu sambil mengeluarkan seuntai kalung cantik dari saku jaketnya.
Pemuda itu memandang kalung dengan liontin matahari dan dengan ukiran dua huruf S di tengah matahari. Senyuman merekah di bibirnya untuk pertama kali sejak dia mendarat di bandara. Tuan muda itu kemudian menyimpan kembali kalung itu sambil terus tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
#celine05~♥~aku haluuu~♥~
5 like☺
2021-03-26
1
annisa sullivan
aku suka😍😍😍
2021-03-11
1
Amaira Singkil
keren mnurut aku
2021-03-02
0