Sambil mengeratkan pelukannya, air mata Virza tak sengaja menetes dan membasahi pundak Leon.
Leon pun sejenak melepaskan pelukanya, dan menatap wajah Virza dengan seksama.
"Om, Om Virza kenapa menangis?" Seraya mengusap air mata di pipi Virza, dengan jempol tangan mungilnya.
Tuhan, bagaimana caranya aku harus menjelaskan keadaan sebenarnya pada Leon.
"Om, Om Virza kenapa diam?, dimana mereka Om?" Leon mengguncang guncangkan tangan Virza.
"Leon...." lidah Virza terasa berat dan kelu.
Bruggg...
Virza langsung memeluk kembali Leon dengan erat, sambil mengusap punggungnya.
"Om Virza kenapa tidak menjawab pertanyaan Leon?, Leon kan kangen Ayah dan Ibu." ucap Leon.
Leon, bukan Om tak mau menjawab pertanyaanmu. Akan tetapi...
Virza pun melepas pelukannya, dan mencoba menjelaskan sebisa mungkin kepada Leon.
"Leon sayang, dengarkan Om baik baik ya." ucap Virza sambil memegang kedua pundak kecil Leon.
"I ya, Om." Leon terdiam sambil tetap menatap wajah Virza yang terlihat menahan air matanya.
"Leon, Ayah dan Ibumu..." ucapnya terhenti kembali, di sertai air mata yang deras mengalir dari setiap sudut matanya.
Tuhan, maafkan aku. Aku tak bisa berkata jujur pada anak yang tidak berdosa ini.
"Om, ayo lanjutkan.!" pinta Leon.
"Leon, Ayah dan Ibumu kini sudah tenang disana. Jadi kau tak perlu mengkhawatirkannya lagi ya." ucap Virza.
"Horeeee, berarti ayah dan ibu sudah sehat. I ya kan Om?" teriak girang Leon yang belum bisa menafsirkan apa yang telah di sampaikan Virza.
Di umur Leon yang hampir genap 5 tahun, dia salah mengartikan apa yang telah di sampaikan Virza. Dia beranggapan bahwa orangtuanya itu dalam keadaan tenang atau sehat.
Leon terlihat membuka separuh coklat SilverQueen dan hanya mengambil separuh coklat yang telah di patahkanya.
"Om, ini coklat." Leon mematahkan kembali coklat yang berukuran setengah menjadi dua.
Virza pun mengambil coklat yang di berikan Leon padanya.
"Ayo makan coklatnya Om, dan yang sisa separuh ni, aku akan membaginya untuk ayah dan Ibu nanti." ucap Leon sambil memperlihatkan coklat yang tinggal separuh di tangan kirinya.
"I ya, Om makan coklatnya ya." Virza memalingkan pandangannya, ia tak ingin tangisanya terlihat dan merusak moment indah denganya.
"Enak kan Om coklatnya?, terus kapan ayah dan Ibu akan menjenguk kita?" tanya Leon dengan polosnya.
"Uhuk..uhuk." pertanyaan Leon jelas membuat Virza kaget dan tersedak coklat yang di makanya.
Leon dengan sigap turun dari tempat tidur Virza, dan mengambil gelas yang berisi air putih dan memberikannya pada Virza.
"Makanya pelan pelan Om, makan coklatnya." Leon memijit mijit kecil kaki Virza.
"I ya, Leon. Om minta maaf." jawabnya sambil merebahkan kembali tubuhnya di kasur.
Tak berselang lama, datanglah Yosep dan Johan menjenguk keadaan Virza.
"Hi anak tampan, siapa namamu?" tanya Yosep sambil jongkok agar setara dengan Leon.
"Namaku Leon, Leon Scott Kennedy Paman." jawabnya.
"Nama yang keren, setampan orangnya." Puji Yosep pada Leon.
"O ya, bagaimana keadaanmu Virza?" tanya Johan.
"Ya seperti inilah" jawabnya sambil memandang kaki yang di lanjutkan melirik pada Leon.
Johan mengerti maksud Virza, bahwasanya dia tak ingin keponakannya mendengar dan menjadi bersedih.
"Tunggu sebentar Virza." pinta Johan sambil berlalu membisikkan sesuatu di telinga Yosep.
Yosep yang mendapat bisikan Johan terlihat mengangguk dan membawa Leon keluar dari ruangan kamar Virza.
Setelah di rasa aman, akhirnya mereka bisa leluasa berbincang .
"Apa yang di katakan Dokter padamu Virza?" tanya Johan sambil mendudukkan dirinya di sebelah Virza.
"Dokter memvonisku lumpuh seumur hidup." jawabnya penuh keputus asaan.
"Sabarlah Virza, semua takdir tuhan." ucap Johan mencoba meredam keputus asaan Virza.
"I ya, tapi bagaimana dengan Leon?, dengan kakiku seperti ini. Apakah aku bisa mencari pekerjaan dan menjaganya dengan layak. Sedangkan kau tahu sendiri Johan, kedua orang tuanya yang sekaligus kakakku, tuhan telah mengambilnya." Virza terus menangis, dan memukul mukul kakinya yang telah mati rasa, dan yang tak bisa di gerakannya lagi.
Johan yang melihat semua itu, dirinya coba meredam dan menahan kedua tangan Virza.
"Virza stop, stop Virza!" Bentak Johan berharap Virza mau mendengar dan mencoba lebih tenang.
"Aku tahu, aku mengerti. Sebagai sahabatmu, aku tak akan berdiam diri melihat dirimu dalam kesulitan. Percayalah kepadaku teman." ucap Johan yang berhasil meredakan emosi Virza yang sempat meluap luap.
Setelah di rasa tenang, Virza kembali terdiam seribu bahasa.
"Kenapa kau diam Virza?" tanya Johan.
"Aku bingung, bagaimana caranya aku harus mengatakan sebenarnya pada Leon tentang orang tuanya yang telah meninggal." ucap Virza sambil menatap ke depan penuh kekosongan.
"Virza, mau tak mau. Kau harus menjelaskan semua ini padanya. Aku tahu ini tak mudah bagimu. Tapi ingat, semakin kau membohonginya. Aku yakin dia akan semakin membenci dirimu karena telah membohonginya." ucap Johan sekaligus menasehati Virza.
"Lantas, apa yang harus aku lakukan?" tanya Virza pada Johan penuh pengharapan akan adanya jalan keluar terbaik.
"Ketika nanti Dokter sudah mengizinkanmu keluar dari rumah sakit ini, bawalah Leon ke tempat makam orang tuanya." jawab Johan dalam memberi solusinya.
"Apa kau sudah gila Johan." Virza menarik kerah Johan dengan wajah dan amarah yang meluap luap.
Johan hanya diam tanpa melakukan perlawanan. Pertanda itu menunjukkan jalan satu-satunya yang terbaik untuk Virza.
"Johan, tolong aku. Aku mohon padamu." Virza melepas kembali cengkraman tangan pada kerah Johan.
Johan hanya terlihat menghembuskan nafasnya dengan kasar. Dan menggelengkan kepalanya.
Di lain tempat di sebuah taman, terlihat Yosep sedang duduk bersama Leon bercanda ria.
"Leon kau harus cepat sembuh ya nak." ucapnya sambil memeluk Leon dan meneteskan air mata.
"I ya, paman. Aku janji, aku akan cepat sembuh." jawabnya sambil tersenyum.
Yosep melepas pelukannya, dan sejenak menatap Leon penuh kasih sayang bagai Ayah pada anaknya.
Andai saja anakku masih hidup, mungkin dia sudah seumuran dengan anak tampan ini.
"Paman, kenapa paman melamun?" tanya Leon memecah lamunan Yosep.
"Maafkan paman, Leon, bisakah kau memanggilku dengan sebutan Ayah?" pintanya penuh harap pada Leon.
Leon sejenak terdiam seperti merencanakan sesuatu.
"Aku mau Paman, tapi Paman harus memberikanku sebuah Hadiah terlebih dahulu, bagaimana?" jawab Leon dengan sedikit bernegosiasi.
"Hmmm, boleh. Memang hadiah apa yang kau inginkan Leon?" tanya lagi padanya.
"Aku ingin Paman, membelikan pesawat mainan untuku." pinta Leon pada Yosep
"Ok, Deal ya." Yosep mengacungkan kelingkingnya yang di sambut kelingking Leon sebagai tanda kemufakatan di antara mereka.
"Ya sudah, ayo kita kembali ke dalam." ajak Yosep sambil menuntunnya.
Yosep dan Leon pun kembali menuju ruangan di mana Johan dan Virza berada.
Di dalam ruangan Virza, terlihat Johan telah selesai dengan perbincanganya dengan Virza.
" Om, Om Virza. Paman Yosep berjanji akan membelikanku pesawat mainan baru loh." ucap Leon sambil berlari masuk dan menghampiri Virza.
"Benarkah itu?" tanya lagi Virza untuk memastikan apa yang telah ia dengar.
"I ya, tapi Leon harus cepat sembuh dulu ya." Yosep mengusap rambut Leon dengan penuh kasih sayang.
"Terima kasih Pak Yosep, anda sudah berbaik hati sekali kepada kami." ucap Virza yang merasa tidak enak hati.
"Sudah lupakan semua itu, bukannya sesama manusia harus saling tolong menolong." tegas Yosep.
"Baiklah, beristirahatlah. Kita berdua harus kembali menjalani aktifitas masing-masing." ucap Johan sambil menepuk pundak Virza.
Yosep dan Johan pun memutuskan pamit dan berlalu pergi meninggalkan Leon dan Virza
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
merry
semangat
2021-09-13
0
eflyn💦
🥲🥲☺️🥲
2021-09-13
0
💈🦃༺เყαɳɠ༄ᶦᶰᴳᴬ°᭄࿐
.cerita nya wow deh..keep spirit author nya
2021-08-31
0