"Aryn!!!" Teriak Riany memecah pagi ini.
Aryn menghampiri Riany.
"Bibi mau keluar, kayaknya malem baru balik. Kamu jaga rumah, ya. Gak boleh kemana-mana! Sekalian beresin rumah ini. Sejak kamu pergi gak ada lagi tukang beres-beres. Liat, rumah kita sudah seperti kapal pecah."
"Iya, Bi."
"Inget! Yang bersih! Soalnya rumah ini mau bibi jual."
"Di jual, Bi?"
"Udah! Jangan banyak tanya!"
Riany berlalu. Meninggalkan Aryn yang penuh tanda tanya.
Aryn mulai berberes, di lanjutkan dengan menyapu rumah. Hingga tak sengaja dirinya menemukan kartu nama Avkha, yang dulunya Avkha berikan pada Riany.
Aryn duduk, dia memegangi dan memandangi kartu nama yang bertuliskan nama Avkha Putra Pratama itu.
"Avkha..." Lirihnya, semakin sesak terasa.
"Tidak, tidak! Apaan sih, Aryn!" Aryn berbicara pada diri sendiri.
Segera dia membuang kartu nama Avkha. Kembali menyapu. Berusaha tidak mengingat pria itu yang entah kini sedang apa.
Kepala Aryn terasa pusing. Sudah melakukan banyak aktivitas tapi wajah Avkha selalu saja menghantui.
Seperti lagu,
Dimanapun ada bayanganmu,
kemanapun ada bayanganmu,
Di semua waktuku ada bayangmu...
Mau makan teringat padamu,
Mau tidur teringat padamu,
Mau apapun teringat padamu...
"Aaarrgghh!!! Kenapa aku selalu ingat dia?!" Aryn menyapu dengan sangat cepat.
Entah dipengaruhi setan apa, dia kembali mengambil kartu nama Avkha yang sempat dia buang, lantas memasukkannya kedalam saku baju.
Malam tiba,
Bibi Riany pulang dalam keadaan mabuk berat. Wanita itu berjalan sempoyongan.
"Astaga, Bibi!" Aryn menuntun Riany masuk ke kamar. Dan merebahkan Bibinya itu ke kasur.
"Hahaha, gue... gue kalah maen judi, Ryn. Kalah 100 juta."
"Ya Tuhan. Bibi kenapa bermain judi, sih. Judi itu gak baik dan gak berkah, Bi."
"Bodoamat! Toh, uang Bibi masih banyak."
"Iya, Bi. Tapi uangnya jangan di pakai untuk hal yang tidak penting."
"Heh! Lu sok-sok mau ngatur gue? Terserah gue dong! Duit, duit gue!"
Aryn keluar dari kamar Riany. Membiarkan wanita itu beristirahat.
Aryn masuk ke dalam kamar. Duduk di meja belajar mengambil kartu nama Avkha yang diselipkan di dalam buku catatan.
"Maafkan aku. Aku tidak bisa menjaga pemberianmu. Dan tidak bisa menggunakannya sesuai yang kamu inginkan." Aryn berbicara pada kartu nama Avkha.
Aryn kembali meletakkan kartu nama itu ke dalam buku. Lebih memilih merebahkan diri di kasur dengan pikiran yang melayang. Membiarkan dirinya beristirahat, karena seharian penuh dia mengerjakan semua pekerjaan rumah.
1 minggu telah berlalu.
Aryn dan Riany sudah tidak tinggal di pemukiman lagi, karena Riany sudah membeli rumah di salah satu daerah kota Jakarta.
Rumah yang tidak terlalu besar, dan juga tidak terlalu kecil. Cukup besar untuk mereka tinggali berdua. Rumah berwarna cokelat dan berpagar. Di dalam rumah sudah terdapat perabotan lengkap, karena Riany membeli rumah yang siap pakai. Tak lupa juga 1 mobil terparkir di garasi. Mobil putih yang menambah kelengkapan rumah itu.
"Ryn, Bibi gak pake jasa pembantu ya di sini. Jadi kamu yang mengerjakan semua tugas rumah."
Aryn mengangguk.
"Inget, ya! Semua! Masak, nyuci, berberes, nyapu, ngepel."
"Iya, Bi."
"Ya bagus! Kamu juga harus sadar diri. Di sini kamu cuma numpang, numpang hidup enak."
Aryn mendengus, berusaha sabar. "Iya, Bi."
"Oke. Biar kamu mengerjakan semuanya di sini, kamu jangan males mengurus badan kamu itu. Nanti sewaktu-waktu bibi akan memerlukan kamu."
"Maksud Bibi?" Aryn mendengar kalimat aneh yang keluar dari mulut Riany.
"Jangan banyak tanya. Sana berberes!"
Aryn berlalu dengan membawa kejanggalan di hati.
*
"Seneng banget, bisa tinggal di rumah mewah. Terus udah punya mobil mewah." Riany sumringah dan sangat bangga dengan apa yang dia miliki sekarang ini.
Yang tentunya semua karena Aryn.
Aryn adalah aset yang bisa mendatangkan banyak uang. Begitu yang ada di pikiran Riany.
*****
"Bi, bagaimana dengan sekolahku?" Tanya Aryn pada Riany yang sedang asik memainkan Hp.
"Sekolah? Hei hei! Apa kamu tidak malu mau sekolah lagi, heh? Udah libur panjang. Dan Bibi tau kamu sekarang sudah gak p3r4w4n lagi."
Aryn terdiam.
"Orang-orang gak bakalan tau, Bi. Lagian cuma 1 tahun lagi sekolahku akan selesai."
"Gak! Bibi bilang enggak ya enggak!" Riany berlalu.
"Bi! Bagaimana dengan uang yang kasih Suamiku? Apa aku tidak punya hak?"
Riany menghentikan langkah. Kembali menghampiri Aryn.
"Suami? Lucu kamu! Gak ada istilah suami-suami lagi! Gak malu? masih menyebut Avkha adalah suamimu? Setelah kamu sendiri yang minta pulang?"
Aryn terdiam. Sesak di dalam dada semakin menjadi. Seketika air matanya tumpah membasahi pipi. Tubuhnya bergetar karena tangis yang tak bisa di tahan.
"Percuma mau nangis 100 jam kek. Bibi gak perduli!"
Riany berlalu meninggalkan Aryn menuju garasi, kemudian berlalu dengan mobil mewahnya. Menuju klub malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
ww
MAMPUS LU ANAK PELACUR, UDA ENAK DI JADIKAN TUAN PUTRI MALAH SOK2AN NGEGEDEIN GENGSI
2023-06-24
0
ww
INI LAGI ANAK PELACUR SOK2AN BNGET, UDA DI ENTAS MALAH GAYANYA SELANGIT
2023-06-24
0
Erviana Erastus
egomu terlalu tinggi dpt suami baik malah disia2 kan milih pulang kennk lampir
2022-09-18
0