*Anggia anak ibu kamu harus kuat, jangan lupa do'akan kami. Ibu sama ayah selalu ada di dekat mu dan akan selalu memeluk mu lewat do'a yang kau kirimkan pada kami.
Anggia anak ayah. Ayah minta maaf sudah pergi meninggalkan mu sendiri, kamu harus jadi anak kuat dan tangguh, agar ayah dan ibu bangga pada mu*.
"Ayah makasih bonekanya," kata seorang gadis kecil yang masih berusia sembilan tahun dengan rambutnya yang di kepang dan memakai bando. Gadis kecil itu terus tersenyum dan tertawa ria karena mendapat hadiah boneka yang cukup sederhana, namun memiliki nilai yang tak terhingga.
"Selamat ulang tahun gadis kecil ayah," kata seorang pria yang sudah cukup dewasa dan terlihat masih gagah. Dan ia mulai menciumi pipi anaknya yang masih kecil itu.
"Semoga panjang umur. Anggia jangan nakal ayah dan ibu pergi dulu," kata seorang wanita lagi berpamitan pada Anggia dan keduanya melambaikan tangan pergi meninggalkan Anggia sendiri yang sedang menangis memanggil kedua orang tuanya yang pergi menghilang dari pandangannya.
"Ayah!" teriak Anggia.
"Ibu," teriaknya lagi.
"Anggia bangun," kata Bilmar sambil menepuk-nepuk pipi Anggia.
"Ayah," teriak Anggia dengan reflek ia terbangun dan memeluk tubuh Bilmar. Karena ia berpikir yang menepuk-nepuk wajahnya adalah sang ayah dan ibu yang sangat ia rindukan.
Bilmar terus memeluk Anggia, memberikan ketenangan pada Anggia, Napas Anggia yang memburu dengan keringat yang sudah membasahinya, seolah mengatakan kalau ia sedang dalam kecemasan dan ketakutan. Bilmar semakin merasa kasian pada Anggia ternyata di balik sikap Anggia yang pendiam, dengan wajah yang terlihat tanpa senyuman itu mengisyaratkan bahwa Anggia hanya merasa kepedihan dan bukan kebahagian yang ia rasakan.
"Kamu minum dulu," kata Bilmar mengambil gelas yang berisi air di atas nakas.
Bilmar tadinya terbangun saat sedang tidur dengan nyenyak, namun karena ia merasa kerongkongannya kering, ia bangun dan menuju dapur. Setelah ia kembali dari dapur ia mendengar suara dari kamarnya yang di tempati Anggia dengan membawa segelas air di tanggannya yang tadinya akan ia bawa kekamar.
Bilmar awalnya mengetuk pintu terlebih dahulu, karena ia takut kalau Anggia tidak mengijinkannya masuk. Namun lama Bilmar mengetuk pintu tidak juga ada respon yang ia dengar, juga dengan kecemasan yang ia rasakan karena ia mendengar suara tangisan dan teriakan. Dengan pelan Bilmar mulai memegang gagang pintu lalu mulai membuka pintu sedikit, lalu memasukan kepalanya untuk melihat apa yang terjadi. Dan karena ia melihat Anggia yang sedang tertidur dengan tangannya yang kuat mencengkram seprai dan kepalanya yang menggeleng-geleng ke kanan dan kekiri beserta teriakan serta tangisan yang terus terdengar dari mulut Anggia.
"Terimakasih," kata Anggia setelah ia mendeguk air itu sampai tandas.
Bilmar menyisir rambut Anggia dengan jemarnya, membersihkan keringat dingin yang mengalir di wajah Anggia. Bilmar mulai menangkup wajah Anggia dengan kedua tangannya.
"Kamu kenapa?" tanya Bilmar yang merasa khawatir Bilmar pun terlihat kasihan pada Anggia.
"Sa-saya takut tuan," jawab Anggia.
Anggia melepas tangan Bilmar yang menangkup wajahnya, lalu ia kembali memeluk tubuh kekar Bilmar. Tidak tau apa yang Anggia inginkan yang jelas ia merasakan ketenangan saat berada dalam pelukan Bilmar, seolah dada Bilmar mampu menopang segala kegundahan yang ia rasakan. Anggia tidak perduli apa tanggapan Bilmar tentang dirinya, yang ia inginkan saat ini hanya ketenangan dan kenyamanan, itu saja.
Bilmar merasa dadanya kembang kempis, jantungnya seakan berdetak dengan kencang dan sungguh Bilmar tidak mengerti ada apa dengan tubuhnya. Bilmar mencoba menjauhkan tubuhnya dari tubuh Anggia yang memeluknya, karena ia tidak ingin berbuat hal yang kini di pinta naluri kelelakiannya. Ia takut Anggia akan membencinya setelah itu.
"Tuan aku mohon tetaplah di sini," kata Anggia. Karena Bilmar hendak pergi meninggalkannya.
"Tapi saya...." belum sempat Bilmar menyelesaikan ucapannya. Anggia sudah menyela ucapan Bilmar.
"Aku mohon tuan, kali ini saja aku butuh sedikit ketenangan dan bersama tuan aku mendapat ketenangan itu," kata Anggia dengan tanggannya memegang sebelah tangan kiri Bilmar dan wajahnya mendongkak agar bisa menatap wajah Bilmar.
*
Azan subuh berkumandang Anggia mengerjapkan matanya, ia menatap Bilmar yang tertidur pulas di samping nya. Air mata Anggia menetes dengan sendirinya mengingat apa yang sudah mereka lakukan semalam, ia seorang istri namun ia tidak bisa menjaga kemurnian diri nya. Apa yang akan ia katakan bila nanti suaminya tahu tentang apa yang kini ia alami, malu, sedih, hancur dan rasa kesal yang tidak bisa ia ucapkan dengan kata-kata. Hubungannya dengan Brian memang sangat buruk sekali, bahkan Anggia sudah membulatkan tekatnya untuk berpisah, namun tetap saja ia merasa bersalah atas apa yang ia lakukan. Seketika Anggia mengingat kata-kata Brian yang menyebut nya wanita tidak berharga diri, ia meremas selimut karena apa yang dikatakan oleh Brian memang benar adanya.
Apa yang dikatakan atau pun tuduhan itu memang benar adanya, semua terbukti dengan apa yang sudah terjadi. Semua benar sangat benar sekali, menyesal dan menyesal hanya itu yang kini menyelimutinya. Anggia berharap ini hanya mimpi tapi tidak semua nyata dan sudah terjadi, adalah cara untuk memutar waktu dan memperbaiki semuanya? Jika ada Anggia ingin sekali mengubah semua yang terjadi.
Anggia perlahan turun dari ranjang tanpa membangunkan Bilmar, ia memunguti pakaian yang berserakan. Bibirnya masih terus bergetar dengan air mata yang menjadi teman setia. Anggia perlahan keluar dari kamar itu, dengan langkah kaki yang terseok-seok Anggia juga melangkah keluar dari Villa tersebut.
Anggia berjalan di sisi jalanan, ia menyusuri jalan sepi di subuh yang masih sangat dingin. Sesekali ia bertemu orang-orang yang berjalan kearah masjid untuk melaksanakan shalat subuh, Anggia malu dengan dirinya yang kotor yang tidak memiliki iman di hatinya hingga ia membuat dosa yang sangat besar.
Anggia menangis dan duduk di sisi jalanan, ia menunduk dengan sesegukan yang masih keluar dari bibir manisnya, "Aku hina sekali ya Allah, adakah jalan untuk ku bertaubat, adakah pengampunan untuk perempuan penzina seperti aku ya Allah....." Anggia tidak tahu lagi harus apa dan bagaimana.
Anggia mencoba untuk berdiri kembali, berjalan tanpa arah dan tujuan. Hatinya masih terlalu malu akan semua yang terjadi, bahkan ia pun tidak bisa menerima kenyataan ini dengan lapang dada. Mentari merasa manusia paling kotor di dunia ini, ia pun tidak tahu harus bagaimana mempertanggung jawabkan perbuatannya itu kelak. Sedari dulu Anggia selalu berusaha menjaga diri, namun dengan bodohnya semua ia hancurkan sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 183 Episodes
Comments
Yutisellh Yuuselha
kok bisa kotor😁
2023-10-25
0
Aprisya
huuff...
2023-07-03
0
Sagita
akhirnya pertahanan gawang jebol juga wow luar biasa billmar 👍💪😂
2023-06-16
0