"Hey pelac**,! apa kau tuli?" kata Brian sambil menarik lengan Anggia.
Anggia menepis tangan Brian lalu menatap tajam Brian, tidak ada lagi rasa hormat seorang istri terhadap suami. Tidak ada lagi rasa segan dan sopan yang selama ini selalu ia tunjukan pada Brian, yang ada hanya kebencian yang sudah tertanam di dalam hatinya. Dan semua itu karena perlakuan Brian terhadapnya selama ini.
"Cukup kau menghina ku! kalau wanita seperti ku pelac** lalu kau apa?" tanya Anggia dengan matanya terus menatap tajam Brian.
Brian diam, ini adalah pertama kali Anggia membantah dan menjawab kasar ucapannya. Tentu saja Brian tidak terima dengan itu semua.
"Kau jangan bersikap kurang ajar pada ku!" bentak Brian.
"Memangnya kau siapa sampai aku harus sopan pada mu?" tanya Anggia tak mau kalah.
"Aku suami mu!" ucap Brian dengan tegas.
"Suami?" ucap Anggia dengan senyum sinisnya dan terlihat meremahkan Brian.
"Apa sebegitu banyak pria yang meniduri mu? hingga kau lupa siapa suami mu?" kata Brian mengejek Anggia.
"Iya!. Kau memang benar, dan kau tau? aku bahkan sudah merasakan banyak pria, karena aku tidak pernah mendapatkan semua itu dari suamu ku," bohong Anggia.
"Lihatlah kau sendiri yang mengakuinya, tentang ke..." belum selesai Brian berbicara Anggia sudah memotong ucapan Brian.
"Iya kau benar dan kau tidak pernah salah, maka dari itu aku ingin mengakhiri rumah tangga ini, aku sudah tidak sudi menjadi istri mu, seorang lelaki yang tak punya hati dan perasaaan," kata Anggia dengan berteriak.
Brian mendorong tubuh Anggia, Anggia tersungkur di lantai, Brian berjongkok dan tangannya mulai mencengkram dagu Anggia, semakin kuat dan mungkin sudah memerah di kulit Anggia yang putih.
"Sekarang kau sudah berani menjawab ucapan ku," kata Brian semakin memperkuat cengkramannya.
"Dan aku menyesal selama ini diam saja," jawab Anggia dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
"Kau!" kata Brian menarik tubuh Anggia kembali berdiri.
"Ck!," Anggia berdecak sambil melepas cengkraman tangan Brian padanya, Anggia sudah lelah mengalah dan kesabarannya sudah tidak tersisa lagi sedikit pun untuk Brian.
"Jangan berbuat kasar pada ku! Apa belum cukup selama ini kau sudah membuat ku terluka, kalau kau tidak sudi beristri anak pembantu, kau ceraikan saja aku, aku tidak pernah memaksa mu untuk terus bersama ku," jawab Anggia.
Anggia kembali melanjutkan apa yang tadi ia kerjakan. Ia terus memasukan barang-barang miliknya, sampai habis dan ia hendak menarik kopernya keluar. Namun sayang Brian kembali menahannya.
"Kau mau kemana?" kata Brian berdiri di depan pintu untuk mecegah Anggia keluar.
"Minggir!" kata Anggia mendorong tubuh Brian, namun tenaganya tidak cukup kuat, Brian bahkan tidak bergeser sedikitpun.
"Kalau kau mau pergi dari sini silahkan, tapi kau tidak boleh membawa apa pun. Karena semua yang kau pakai termasuk jas putih kebanggaan mu itu semua karena ayah ku. Dan milik ayah ku berarti miliku. Kau tidak berhak," ucap Brian dengan tegas.
"Oh ya, aku bingung kenapa orang sebaik ayah mu bisa memilik anak seperti mu," jawab Anggia
"Kau itu hidup dan juga sukses karena uang ayah ku. Ingat itu!"
Anggia mengangguk mengerti, ia membuka koper miliknya lalu tangannya mengambil jas putih yang biasa ia pakai. Anggia meletakan di atas ranjang namun tidak sampai di situ, Anggia mengambil Ijazah kedokterannya, lalu Anggia meletakannya di dada Brian.
"Ambil!" bentak Anggia, karena Brian hanya diam Anggia meletakan semua itu di ranjang.
"Aku tidak akan menjadi seorang Dokter lagi. Sampai aku membayar hutang ku pada mu," kata Anggia tangannya menunjuk wajah Brian, yang berdiri di hadapannya.
"Sombong sekali," ejek Brian.
Karena Brian yakin itu hanya gertakan Anggia saja, menurut Brian Anggia tidak akan bisa berbuat apapun kecuali menggertak.
Anggia juga membuka tas tangan miliknya, lalu mengambil satu kartu Atm, yang pernah di berikan Brian padanya untuk membeli keperluan dapur. Anggia bahkan tidak pernah membeli barang pribadi untuk dirinya dengan kartu itu.
"Ini," Anggia melempar kartu itu tepat mengenai wajah Brian. Brian kaget dan tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Anggia.
"Minggir," Anggia mendorong tubuh Brian, tubuh Brian tergeser karena ia masih diam dalam lamunannya. Anggia terus berjalan keluar dari kamar.
Brian juga berjalan di belakang Anggia. Tangannya menarik lengan Anggia, Anggia berhenti dan kembali berbalik keduanya saling menatap tajam.
"Apa lagi?"
"Kalau kau keluar dari sini. Maka jangan pernah kembali lagi," ucap Brian.
Anggia tersenyum sinis, baginya Brian sudah tidak bisa lagi mengancamnya.
"Aku tidak perduli," ketus Anggia kembali melanjutkan langkahnya pergi meninggalkan Brian tanpa membawa apa pun. Yang ada di tanggannya hanya tas kecil kesayangannya.
Anggia terus berjalan hingga ia masuk kedalam lift. Air matanya terus mengalir, bukan karena ia sedih meninggalkan Brian, namun hatinya sedih karena ia tidak bisa menjadi seorang Dokter sampai ia menebus semua uang yang sudah ia pakai untuk ayah dan juga kuliahnya.
TING!
Anggia keluar dari lift, kini ia sudah sampai di lobi, Anggia berhenti lalu matanya memandang sekitar entah apa yang ia lihat, setelah itu ia kembali berjalan keluar dari gedung itu. Anggia berdiri di pinggir jalan menunggu taxi, ia ingin ke rumah Veli sahabatnya, Anggia mengambil ponsel yang berada di tas dan mencari kontak Veli.
"Halo Vel?" tanya Anggia.
"Ada apa Ngi," tanya Veli di seberang sana.
"Aku kerumah mu ya," kata Anggia.
"Aku di luar kota Ngi sepupu aku nikah dan besok baru pulang," kata Veli.
"Ya udah aku besok aja tempat kamu," kata Anggia.
"Ngi, kamu nggak lagi ada masalahkan? Aku pulang sekarang. Aku tau kamu pasti lagi sedih," kata Veli yang merasa khawatir.
"Ngak. Kamu jangan pulang, aku nggak papa kita ketemunya besok aja," jawab Anggia yang tidak mau menyusahkan Veli.
"Okey. Besok aku pulang dan kamu harus cerita sama aku," kata Veli.
"Ya udah sampai ketemu besok."
BIP!
Anggia mematikan sambungan telponnya, Anggia menunduk dan air matanya masih mengalir hingga Anggia tersentak saat sebuah mobil bmw berhenti di depannya, Bilmar membuka kaca mobilnya dan melihat Anggia.
"Masuk," kata Bilmar.
Anggia menghapus air matanya kasar, dan berusaha menetralkan dirinya.
"Maaf tuan tapi saya sedang tidak membutuhkan tumpangan," tolak Anggia dengan halus.
Bilmar keluar dari mobil, ia berjalan mendekati Anggia, Bilmar membuka pintu mobil dan menarik Anggia pelan agar masuk kedalam mobilnya.
"Tuan kenapa memaksa saya masuk?" tanya Anggia binggung.
"Masuk!" kata Bilmar dengan wajah datar.
Anggia diam dan ia masuk, lagi pula memang ia tidak tau harus kemana, dan ia memang ingin mencari kos untuk ia tinggal. Bilmar juga ikut masuk dan mulai mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Kamu mau kemana?" tanya Bilmar sesekali melirik Anggia di sampingnya.
"Saya juga tidak tau tuan, kalau bisa saja turun di depan saja," jawab Anggia sambil mencengkram tas di tangannya, Bilmar menyadari itu dan ia yakin Anggia sedang dalam masalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 183 Episodes
Comments
Sainah Aina
sy suka mereka jadian
2023-07-10
0
Sarlina Sihotang
bagis anggi itu baru aku suka jangan nangis truss
2023-06-15
0
Sunarti
emang Anggia akan takut dng ancaman mu tak akan yg penting Anggia sdh bebas dari mu
2023-04-30
0