Setelah kepergian Sindi dan Pasha. Anggia berjalan ia hendak melangkah ke kamar, Namun dengan cepat suara bariton Brian menghentikan langkah kaki Anggia. Karena Brian terlihat kesal pada Anggia.
"Anggia," kata Brian.
"Iya Mas," jawab Anggia dan ia kembali membalikan tubuhnya melihat Brian yang sedang menatap nya.
"Apa kau senang aku di marahi Ayah ku?" tanya Brian dengan menatap tajam Anggia.
"Kenapa Mas bilang begitu?" tanya Anggia.
"Karena kau diam saja tadi saat Ayah ku bertanya!" kata Brian.
"Tapi aku bingung harus jawab apa Mas," kata Anggia dengan suara yang sangat pelan.
Karena ia tidak ingin bertengkar dengan Brian yang pada akhirnya diri nya akan mendapat cacian dan makian, Bahkan terkadang Brian juga tega memukulnya.
"Oh. Aku tau. Kau pasti sengaja kan, Agar Ayah tau tentang rumah tangga kita ini?" kata Brian dengan mulai meneriaki Anggia.
"Mas aku minta maaf kalau aku salah. Aku ke kamar dulu." kata Anggia.
Ia lebih memilih diam karena ia dapat melihat tatapan dan tangan Brian yang terkepal. Mungkin bila lebih lama lagi berdebat ia akan segera mendapatkan pukulan lagi dari Brian.
"Heh," kata Brian saat Anggia akan berjalan ke kamar.
"Sakit Mas," kata Anggia.
Karena Brian mulai menarik rambut nya ke belakang dan itu sangat sakit. Anggia merasa beberapa rambut nya rontok karena Brian sangat bertenaga menarik rambutnya.
"Ini tidak seberapa," kata Brian sambil menghempaskan tubuh Anggia ke lantai.
Saat Anggia sedang terisak di lantai. Brian mulai berjongkok dan mencengkram rahang Anggia dengan sangat kuat. Anggia menangis air mata nya mulai mengalir, Ia memang sudah terbiasa mendapat siksaan lahir dan batin dari Brian.
Tapi tetap saja air mata nya mengalir saat Brian menyakiti atau mengajarinya. Anggia yang lemah selalu ingin menjadi kuat,Tapi ia tidak mampu kadang ia benci pada dirinya yang lemah yang terus di hina dan di rendah kan suami dan ibu mertuanya sendiri.
TING TING TING!
Terdengar seseorang memencet bell.
"Cepat buka," kata Brian sambil mendorong tubuh Anggia.
"Aaa," ringis Anggia yang merasa tubuh nya semakin sakit.
"Cepat!!" perintah Brian.
"Iya Mas," jawab Anggia.
Anggia bangun dan ia mulai berdiri dengan tubuhnya yang terasa sakit. Tapi tetap ia berusaha kuat dan seolah ia tidak apa-apa.
CLEKK!
Anggia mulai membuka pintu dan matanya menatap wanita dengan santainya berdiri di depan pintum. Wanita itu mendorong Anggia yang berdiri di pintu dan masuk mencari kekasih hatinya.
"Sayang," kata Bella.
Entah ini sudah wanita yang ke berapa namun begitu lah Brian ia selalu membawa kekasihnya. Bahkan berganti-ganti bukan hanya satu saja, dan itu sudah terbiasa karena wanita-wanita yang ia bawa pun tidak pernah mempermasalahkan Brian dengan siapa saja yang penting mereka mendapat transfer dari Brian.
"Ya, ayo duduk," kata Brian menepuk sofa kosong di sampingnya.
"Sayang aku haus;" kata Bella dengan manjanya pada Brian.
"Anggia, buat kan kami minuman dan bawa makanan kemari," kata Brian pada Anggia yang sedang melewati keduanya hendak ke kamar.
"Iya Mas," jawab Anggia dan ia langsung ke dapur mengerjakan perintah Brian.
Tidak berselang lama Anggia mulai kembali dan membawa apa yang di perintahkan Brian. Anggia menundukkan wajahnya. Karena ia tidak kuasa melihat suaminya dengan Bella. Anggia mulai meletakan minuman dan makan itu di meja, Tanpa melihat Brian dan Bella karena itu hanya membuat hati semakin terhina.
Anggia berdiri dan ia berjalan dengan cepat memasuki kamarnya setelah ia menata minuman itu di meja. Anggia menutup pintu kamarnya dan menguncinya ia bersandar di daun pintu dan mulai terduduk di lantai dengan tubuhnya yang bersandar di daun pintu.
"Hiks hiks hiks," Anggia mulai menangis karena ia sudah tidak mampu lagi menahan tangisannya. Anggia memegang dada nya yang terasa sesak dan tangan nya mencengkram kuat dadanya. Seakan ia berharap dengan begitu perasaannya bisa lebih baik. Namun ia salah sekuat apa pun ia mencengkram nya hatinya tetap rapuh sakit itu tetap ada.
Ketulusan hatinya menerima Brian sebagai suaminya begitu besar. Walau pun ia tau itu hanya bentuk dari rasa terimakasih nya pada Pasha namun tetap pernikahan bukan lah mainan. Dan pernikahan adalah janji pada Tuhan bukan janji pada manusia. Dan Anggia tidak berani menentang takdir yang Tuhan berikan pada nya ia hanya terus memohon dalam setiap sujud nya agar kepedihan nya segera berakhir.
Anggia bangun dari duduk nya dan ia mulai memasuki kamar mandi. Karena besok ia harus bekerja di salah satu rumah sakit terbesar di kota itu. Ia tidak mau memikirkan suaminya karena ia besok di hadapkan dengan pasien-pasien yang menunggu nya.
Setelah Anggia membersihkan tubuhnya ia mulai menaiki ranjangnya. Dan ia menyelimuti tubuhnya ia terus mencoba tidur namun tetap saja ia tidak bisa.
Air mata Anggia tidak bisa berhenti mengalir, walau pun ia berulang kali berusaha menghentikannya. Lemah dan rapu sudah menjadi makanan Anggia, 3ntah sampai kapan kesabaran itu akan terus bertahan dan entah kapan kesabaran itu akan segera berubah menjadi kebencian. Tapi sampai saat ini ia masih mencoba bertahan dalam kesabaran, itu hanya karena mengingat wajah mertuanya yang sangat begitu baik selama ini pada dirinya.
"Entah sampai kapan aku bisa bertahan Mas," guman Anggia.
"Aku harus mengumpulkan uang, agar aku bisa membayar uang yang tuan Pasha berikan pada ku, dan aku tidak lagi di anggap Brian wanita matre dan mungkin dengan begitu aku bisa berpisah dari nya. Aku tidak sanggup aku menyerah," gumam Anggia yang mengeluarkan isi hatinya.
Anggia mengambil tas kerjanya dan ia mengambil dua butir obat. Obat tidur yang ia minum dalam dosis yang cukup tinggi. Bukan Anggia bodoh atau ingin mengakhiri hidupnya. Tapi bila hanya satu butir pil saja yang ia minum setiap malam nya ia tidak akan tertidur.
Satu pil tidak mampu mendatangkan rasa kantuknya. Namun bila ia meminum dua pil tidak sampai satu menit ia sudah tertidur. Dan ia akan terbangun esok hari tanpa ia tau apa yang terjadi. Ia memiliki satu sahabat dan sahabatnya itu sering kali memperingatkan Anggia untuk tidak mengkonsumsi pil tidur itu dalam jangka waktu panjang karena berdampak pada kesehatan Anggia.
Anggia mengiyakan di hadapan sahabatnya itu. Namun ia tidak berhenti menelannya. Alasan Anggia tetap meminumnya karena hanya ada dua sahabat yang selalu menemaninya saat malam hari. Air mata dan obat tidur itu. Itu saja tidak ada yang lain yang bisa membuatnya tenang dan lega.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 183 Episodes
Comments
Sunarti Sunarti
kabur aja Anggia kog goblok banget jadi perempuan mau aja ditindas
2025-04-09
0
Widya Widya
satu kata aja buat anggia,,,' stupid'
2023-10-09
0
Rika Nababan
kren
2023-10-08
0