"Pagi Mas."
Sapa Anggia ramah pada suaminya yang baru keluar dari kamar.
"Pagi," jawab wanita yang keluar di belakang Brian, ikut keluar dari kamar mengikuti Brian.
Anggia menatap suami dan pacarnya itu keluar dari dalam kamar sambil memeluk lengan Brian dengan manjanya.
Di tambah lagi Anggia dapat melihat ada banyak tanda di leher wanita itu.
Anggia menunduk, air mata terjatuh di meja makan.
Selalu menyiapkan makanan untuk Brian dan juga pacarnya sebelum berangkat bekerja.
"Sayang, kamu mau sarapan apa?" Tanya Sila dengan suara manjanya setelah Brian duduk.
"Nasi goreng sayang," jawab Brian dengan senyum manisnya.
"Ya sebentar ya," jawab Sila.
"Anggi bikinin aku kopi juga dong," kata Sila.
"Iya," jawab Anggia.
Anggia mulai melangkah ke dapur meninggalkan Brian dan Sila yang sedang memakan sarapan buatannya.
Tidak berselang lama Anggia sudah selesai membuatkan secangkir kopi untuk sila.
Meletakan perlahan di atas meja makan.
Dengan santai Sila mengambil kopi dan tiba-tiba menyemburkan nya pada Anggia.
Byurr!!!
Sila menyemburkan kopi itu tepat di wajah Anggia.
Anggia mengusap wajahnya, bingung kenapa Sila melakukan itu pada nya.
Belum sempat Anggia bertanya tiba-tiba tangan Sila menyiram kopi panas pada Anggi lalu melempar gelas di lantai.
Krang!
Suara pecahan gelas yang di lempar Sila dengan sengaja.
Ruangan itu sudah sangat berantakan dan kopi hitam sudah mengotori lantai yang tadinya sudah bersih.
"Kamu sengaja bikin kopi sepahit ini!" bentak Sila.
"Maaf Sila," jawab Anggia dengan gemetar dan menahan rasa perih serta panas di tubuhnya akibat terkena air kopi panas yang sengaja di siram oleh Sila.
"Beresin!" Titah Sila.
"I-iya, tapi aku obati dulu luka aku ya," kata Anggia.
"Enak saja, beresin ini dulu," bentak Sila lagi.
Brian hanya diam saja dan ia tidak perduli Sila memperlakukan Anggia seperti seekor binatang.
Ia hanya fokus pada sarapannya.
Anggia duduk berjongkok dan ia mulai mengambil satu persatu serpihan kaca yang berserakan di lantai.
Ia melihat Brian namun, tidak dengan sebaliknya. Anggia sangat berharap Brian membelanya terapi, sepertinya itu sangat tidak mungkin.
"Ah," ringis Anggia, melihat jari telunjuknya berdarah dengan cepat menghisap nya.
"Makanya jangan menghayal," Sentak Sila yang sedang duduk bersama Brian di kursi meja makan.
Anggia terus membereskan serpihan kaca gelas, kemudian di lanjutkan dengan mengepel lantai. Namun, saat ia mulai selesai mengerjakan itu semua dengan sengaja Sila menyenggol gelas yang berisi susu milik nya.
Tepat pada Anggia yang berada di bawahnya.
Tumpahan susu menetes jatuh di kepala Anggia, hingga membasahi rambut rambut wanita malang ber- nama Anggia.
Berdiri sambil berusaha membersihkan tubuh nya.
Menepuk-nepuk perlahan noda susu yang menempel pada dirinya.
"Ups."
Sila menutup mulutnya dengan tangan, seakan mengejek Anggia.
"Kamu tega sekali."
Kata Anggia dengan suara bergetar dan air mata pilu kembali jatuh akibat perbuatan Sila sungguh sangat membuat Anggia menderita.
Sudah sering kali Sila melakukan itu pada nya namun, tidak pernah sekalipun Brian melihat atau pun membelanya.
"Maaf," kata Sila dengan entengnya.
"Sayang yuk ke kamar," kata Brian menarik tangan Sila.
"Yuk," jawab Sila tersenyum penuh kemenangan.
Anggia membersihkan meja makan dan lantai yang kotor, padahal baru saja ia membersihkan.
Setelah itu ia mulai membersihkan tubuhnya ke kamar mandi. Tidak lama kemudian sudah selesai, lalu memakai pakaian bersih.
Anggia mulai mengobati lukanya yang terasa perih, lalu meminta izin tidak masuk bekerja untuk hari ini saja.
Anggia duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan kamar Brian.
Anggia kembali menangis suaminya sama sekali tidak pernah menghargainya, sedikit pun entah sampai kapan ia akan hidup dalam keadaan yang menyiksanya lahir dan batin itu.
"Kamu tega sekali Mas," gumam Anggia sambil mengusap kasar jejak air mata di pipinya.
Anggia terus membersihkan lukanya dan juga di tambah lagi ia harus memberikan obat dan ia mulai mendengar seseorang mengetuk pintu apartemen tempat tinggal nya.
Anggia berdiri kemudian berjalan menuju pintu lalu membukanya dan ternyata yang datang Ibu mertuanya.
"Ibu," kata Anggia sambil berniat mencium punggung tangan mertuanya tetapi, dengan cepat di tepis oleh Sindi.
"Minggir," Sindi menyenggol Anggia yang berdiri di hadapannya.
"Ibu," kata Sila saat ia keluar dari kamar.
Sebelumnya Sindi memang sudah mengatakan akan datang ke apartemen Brian karena tahu Sila ada di sana.
Sila adalah seorang model, memiliki bayaran yang tinggi dan Sindi sangat bangga Brian bisa berpacaran dengan Sila.
Apa lagi kalau Brian menikah dengan Sila itu akan membuatnya semakin bahagia.
"Sayang," jawab Sindi lalu keduanya saling berpelukan.
"Ibu makin cantik aja," puji Sila sambil kedua tangannya memegang bahu Sindi, dan matanya melihat Sila dari atas sampai bawah.
"Kamu bisa saja," kata Sindi dengan senyum bahagia yang tidak pernah luntur di bibirnya.
Saat bertemu Sila.
"Heh. Ngapain di situ!!" bentak Sila
Anggia hanya berdiri mematung di tempatnya menyaksikan dua wanita itu yang sedang bercengkrama hangat.
"I-iya," kata Anggia yang berjalan pergi.
"Heh, bikin Ibu minum dasar!" Bentak Sila lagi.
"Heh ingat ya kalau bukan karena suami saya Ayah kamu yang penyakitan itu tidak bisa operasi. Dan kalau bukan karena kebaikan suami saya kamu tidak akan menjadi seorang Dokter, ingat itu!" kata Sindi berkata dengan meremehkan Anggia.
"Iya Bu," jawab Anggia.
"Cepat sana!" Titah Sila lagi.
"Ayo duduk Bu," keduanya mulai duduk di sofa dan bercerita tentang barang-barang mahal keluaran terbaru.
"Aku punya Bu tas yang keluaran terbaru itu," kata Sila dengan bangga.
Padahal tas yang bernilai ratusan juta itu ia dapat dari Brian sendiri.
"Oh ya?" Tanya Sindi tidak percaya menatap Sila sang menantu idamannya.
Menurutnya Sila sudah sangat pantas bersanding dengan anak nya Brian, apa lagi jika ia membawa Sila berkenalan pada teman-teman nya, yakin sekali mereka semua akan merasa iri.
"Ya Bu."
Anggia kembali dengan membawa nampan dan berisi dua cangkir teh perlahan mulai meletakkannya di atas meja. Setelah itu pergi tanpa berbicara meninggalkan dua orang wanita yang sedang bercerita dengan penuh bahagia
Anggia masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu, duduk di ranjang sambil memeluk kedua lututnya dan mulai meneteskan air mata.
Tangisan Anggia terdengar begitu pilu dan menyedihkan, selama satu tahun sudah ia merasakan hal menyedikan hanya bisa menangis keadaannya.
Sampai kapan?
Bolehkah menyerah.
Menyerah pada keadaan yang sangat menyulitkan, antara balas Budi dan penderitaan.
Kapan bahagia itu hadir, kapan bisa dianggap di sekitar nya. Di hargai dengan selayaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 183 Episodes
Comments
Yan Ti
katanya dokter tp kok oon y msak takut m pelakor gk bela diri sih bikin malas baca nya klau lama nikahnya dan gk dhargai mntk lha cerai n cari yg lebih baik
2023-06-27
2
Tanah Baru
Dokter spesialis kandungan tapi otaknya di lutut alias bodo kuadrat karena semestinya berontak atau tidak terima ketika diperlakukan tidak manusiawi.
2023-06-26
0
خارق العادة
bu... tas
2023-06-26
0