"Ouhh... mereka sangat menjijikkan. Bagaimana bisa orang-orang itu di izinkan masuk ke ibukota." ucap seorang pria paruh baya.
"Apakah mereka membawa penyakit? Lihatlah badan mereka yang penuh luka membusuk itu. Ishhh...! Sangat mengerikan!." ucap seorang wanita.
"bla bla bla...."
Banyak orang berkomentar melihat sesuatu yang sedang menghebohkan didepan pintu restoran itu.
Se Se melangkah maju, berusaha mencari tau tentang apa yang sedang terjadi. Dia kemudian melihat seorang wanita berumur sekitar 30an sedang berlutut.
Wanita itu menggendong seorang balita, yang terlihat masih berumur 3 tahun. Di sampingnya ada dua anak laki-laki yang berumur sekitar 8 dan 10 tahun.
Kedua anak laki-laki itu tidak memakai baju. Mereka hanya memakai celana panjang berwarna hitam.
Tubuh mereka sangat kurus dan penuh dengan luka yang sudah bernanah. Beberapa bagian tubuh mereka juga mengeluarkan darah. Tangan dan kaki mereka terlihat menghitam seperti sudah membusuk.
Seorang pemuda berpakaian mewah berdiri tidak jauh dari Ibu dan anak-anak itu. Di sampingnya ada beberapa pengawal yang memegang tongkat kayu.
"Tuan, mohon maafkan anak hamba. Tolong ampuni anak hamba. Hamba mohon!" ucap wanita iyang sedang berlutut.
Wanita itu terus memohon sambil berlutut dan membenturkan kepalanya di tanah. Sesekali balita dalam gendongannya ikut terbentur tanah yang keras itu.
"Manusia rendah seperti kalian, beraninya mengotori pakaianku! Apa kalian tau berapa harga baju ini?" bentak pria itu sambil menendang wanita yang sedang berlutut di depannya.
Wanita itu terjatuh, tanpa sadar dia menahan tubuhnya dengan kedua tangan sehingga melepaskan balita yang sedang di gendongnya. Kepala balita itu terbentur tanah dan mengeluarkan darah.
Se Se terlihat marah, menatap orang-orang yang menyaksikan kejadian itu. Mereka terlihat jijik dan tidak ada perasaan kasihan sedikitpun pada wanita di depannya.
"Hufff...!"
Se Se menghela napas panjang.
"Di kehidupan modern atau kehidupan sekarang, manusia tidak pernah berubah." ucapnya dalam hati.
"Pukuli mereka sampai mati!" perintah pemuda itu pada pengawalnya.
Kedua pengawal mengayunkan tongkat kayunya. Dengan segera Se Se maju ke depan dan menahan tongkat kayu itu dengan tubuhnya.
"BUGHH!"
Wajah gadis itu terlihat kesakitan menahan pukulan dari tongkat kayu. Semua orang terkejut melihat hal itu. Ling Er yang menyaksikan dari jauh segera berlari menghampiri Nona nya.
"Berani sekali kalian memukul Nonaku!" bentak Ling Er pada kedua pengawal.
"Hanya seorang pelayan, masih berani berteriak di depan bangsawan. Phei...! " cibir pemuda itu dengan wajah bengisnya sambil meludah ke tanah.
Se Se berdiri dan merebut tongkat kayu dari tangan pengawal. Dia mengayunkan tongkat dan memukul kedua pengawal itu dengan satu gerakan. Kemudian dia berjalan mendekat ke pemuda di depannya.
Sambil menunjuk tongkat ke wajah pemuda itu, dia berkata "Kau, minta maaflah pada mereka, maka aku akan melepaskanmu!"
"HAHAHAHA... Apakah telingaku rusak? Atau Nona sedang bercanda denganku?" tawa pemuda itu meremehkan.
"BUGHHH...!"
Tongkat di ayunkan dan mendarat ke belakang lutut pemuda itu. Dia terjatuh dalam posisi berlutut.
"Minta maaflah, atau tongkat ini akan mendarat di tubuhmu!" ancam sang gadis yang sudah di penuhi amarah.
"KAU...! KAU....! berani sekali kau memukulku!! Apa kau tau siapa aku???"
"Aku tidak perlu mengenal orang sepertimu. Kau bahkan terlihat lebih rendah dari pada binatang!" jawab Se Se dengan suara datar.
"BUGHHH...!"
Tongkat kembali di ayunkan dan sekarang mendarat di punggungnya. Pemuda itu tersungkur hingga bibirnya mencium tanah.
"Minta maaf, atau pukulan selanjutnya, akan mendarat di kakimu!" ancam gadis itu.
Matanya mengeluarkan aura pembunuh yang sangat kuat, membuat orang-orang yang melihatnya merasa ngeri dan ketakutan.
Pemuda itu akhirnya minta maaf dengan terpaksa karena takut kakinya akan di pukuli.
"Ma...maafkan aku!" ucapnya berbisik tanpa melihat orang yang di ajak bicara.
"Suara tawamu tadi, bahkan bisa terdengar sampai istana. Kenapa kata maaf darimu tidak terdengar di sini?" tanya Se Se sambil menginjak kaki punggung pemuda itu.
"MAAFKAN AKU, AKU MOHON MAAFKAN AKU...!" teriak pemuda itu, meminta maaf karena ketakutan.
Se Se tersenyum puas dan mengangkat kakinya dari punggung si pemuda. Dia menurunkan sebelah lututnya ke tanah dan memeriksa balita dalam gendongan ibunya.
"Ling Er, minta Kusir membawa kereta kuda kemari. Kita harus segera mengobati mereka." ucap Se Se.
"Baik, Nona" jawab Ling Er
Kereta kuda berhenti di depannya. Se Se membantu anak-anak dan wanita itu untuk masuk kedalam kereta. Wanita itu terus menangis, sambil memeluk balita yang masih berdarah di kepalanya.
Kereta berjalan cepat dan berhenti di depan klinik pengobatan. Se Se membantu mereka turun dan meminta tabib memeriksa luka balita terlebih dulu.
Sang tabib melihat mereka dengan tatapan jijik. Tabib itu kemudian meminta agar mereka di pindahkan ke klinik lain. "Maaf Nona, tapi saya tidak bisa mengobati mereka. Nona bawa saja ke klinik yang ada di persimpangan jalan ini."
Se Se mengepalkan tangannya, ingin rasanya dia segera menghancurkan klinik pengobatan itu. Tapi dia menahan amarahnya, karena mendengar tangisan dari balita yang semakin melemah.
Mereka kembali ke kereta kuda dan sang gadis meminta kusirnya untuk segera menuju pulang ke kediaman Huang. Sesampainya disana, Se Se meminta Ling Er menyiapkan air panas dan kain bersih.
Se Se membawa mereka masuk ke kamarnya dan membaringkan balita itu di tempat tidur. Ling Er masuk membawa kain bersih dan meletakkannya di samping tempat tidur.
Se Se mengeluarkan beberapa alat medis dari ruang dimensinya, dia memeriksa balita itu dengan teliti. Se Se mengambil sebuah gunting dan memotong rambut balita itu dengan hati-hati.
"Apa yang nona lakukan?" tanya ibu balita itu panik, karena melihat rambut anaknya di potong.
Se Se tersadar masih ada orang yang mengawasinya. Dia tidak mungkin menjahit kepala balita ini di depan ibunya. Ini adalah jaman yang tidak tepat untuk mengobati luka seseorang dengan jahitan.
"Saya akan menyelamatkan anak ini, tolong keluarlah dulu. Saya perlu tempat yang tenang agar tidak terjadi kesalahan." jelas Se Se dan kemudian melirik Ling Er dengan ujung matanya.
Ling Er mengerti apa maksud Nona nya itu. Dia mengajak Ibu dan kedua anaknya untuk menunggu di halaman.
Setelah keadaan sepi, Se Se mengeluarkan sebuah jarum suntik dan botol kecil berisi cairan bening. Dia menyuntikkan cairan itu ke sang balita.
Kemudian dia mengambil jarum dan benang, lalu mulai menjahit luka di kepala balita itu. Lukanya lumayan besar karena terbentur batu kerikil. Selesai menjahit, luka itu dia tutupi dengan perban.
Gadis itu kemudian mengambil sepotong kain di sampingnya dan membilasnya dengan air hangat yang di bawa Ling Er. Dia mulai membersihkan tubuh balita itu dengan kain di tangannya.
Tanpa di sadari, sepasang mata sedang mengawasinya dari atap langit-langit kamar. Orang yang mengawasinya terlihat takjub dengan pengobatan yang di lakukan gadis itu.
Se Se membuka pintu kamar dan memanggil Ling Er. Dia meminta pelayannya untuk membawa makanan. Anak-anak sedang duduk di kursi taman. Mereka terlihat menyedihkan dengan luka disekujur tubuh.
Ling Er datang membawa beberapa piring masakan dan tiga mangkuk nasi. Ling Er menuangkan teh ke dalam cangkir, namun sesaat kemudian dia berhenti menuang dan meminta Ling Er membawakan air putih hangat.
Teh akan merusak lambung jika diminum dalam keadaan perut kosong. Jadi Se Se menggantinya dengan air putih hangat.
Beberapa menit saja Ling Er sudah membawakan air putih itu. Se Se membuang teh di dalam cangkir dan menggantinya dengan air putih hangat.
"Minumlah air ini dulu, sebelum makan." ucapnya kepada mereka yang masih duduk terdiam.
Ibu dan anak itu saling memandang, tidak berani menyentuh cangkir di meja. Melihat mereka yang merasa khawatir, sang gadis menenangkan ibu dan anak-anak itu dengan perkataan lembut yang jarang di ucapkannya.
"Tidak ada yang akan menyakiti kalian disini. Tolong minumlah sedikit, kemudian makanlah makanan ini."
Melihat tidak ada niat jahat di wajah Nona ramah di dekatnya, ibu dan anak-anak itupun akhirnya mengambil cangkir di depannya dan meminum habis air itu dalam sekali teguk.
"Currr..."
Cangkir-cangkir kosong itu di isi lagi oleh Se Se. Dia mempersilahkan Ibu dan anak itu makan, kemudian melangkah masuk ke kamar agar mereka bisa makan dengan leluasa.
KEDIAMAN RAJA WEI
Yu berdiri di pintu masuk ruang kerja Raja Wei. Dia melaporkan semua hasil pengamatannya hari ini. Mulai dari Putri Huang keluar kediaman hingga dia menjahit luka di kepala balita.
Raja Wei tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Seorang Nona bangsawan menyelamatkan pengemis jalanan bahkan menahan pukulan untuk pengemis. Itu, bukanlah hal yang bisa di percaya begitu saja.
Raja Wei mengambil topengnya dan menuju ke kediaman Huang. Dia ingin melihat sendiri, apa yang di lakukan oleh mantan calon pengantinnya itu.
^^^BERSAMBUNG...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 325 Episodes
Comments
Indah Hidayat
agak aneh, sptnya tidak ada penjagaan di kediaman bangsawan krn begitu mudahnya org ngintip di kamar atau bahkan si mc bisa mudah masuk ke kamar putra mahkota?
2023-09-13
0
Nic
huaaaaaa mulai pergerakan dari raja wei wahai para readers
2023-07-19
0
fifid dwi ariani
trus bahagia
2023-07-02
0