Sampai di kediaman Huang, Se Se memanjat tembok rumah dan segera masuk ke kamarnya melalui pintu belakang. Dia memutar kembali cincin di jarinya, kemudian mengganti pakaiannya.
"Tok! Tok! Tok!" terdengar suara dari pintu di ketuk.
"Maaf Nona kedua, Nona tidak mengizinkan orang lain masuk ke kamarnya."
"Menyingkirlah!"
"Maaf Nona, hamba hanya menjalankan perintah."
"PLAKKK!"
"Pelayan kurang ajar. Berani sekali kau menghalangi jalanku!"
"...."
"Kenapa banyak anjing gila yang suka datang ke kamarku?" ucap Se Se menyindir adik tirinya sambil membuka pintu kamar.
"Kau!"
"Minta maaflah pada Ling Er" ucap Se Se pada Min Wan.
"Apa kau gila? menyuruhku meminta maaf pada seorang pelayan?"
"Jika kau tidak mau minta maaf maka kau harus menerima hukuman!"
Se Se berjalan ke depan adik tirinya, dan kemudian menampar wajahnya berulang kali.
"PLAK! PLAK! PLAK! PLAK!"
Dia berhenti ditamparan ke sepuluh. Min Wan memegang pipinya yang terasa perih dan membengkak. Matanya mulai berkaca-kaca ingin menangis, menahan sakit pada wajahnya.
"Kau! berani sekali jalang sepertimu menamparku! Ucapnya sambil menunjuk ke arah Se Se.
PLAKKK... satu tamparan mendarat lagi di pipi kanannya.
"Itu untuk sikap kurang ajarmu pada Nona Pertama di rumah ini"
"PLAKKK!" dia melayangkan tamparan lagi di pipi kirinya.
"Itu untuk sikap kurang ajarmu pada seorang Putri"
Min Wan yang tidak bisa menahan amarahnya, menyerang gadis yang menamparnya itu. Dia berusaha menarik rambutnya dan mencengkram bajunya.
"BRUKKK...!"
Se Se melemparkan tubuh Min Wan ke tanah.
Aakhh...! Min Wan meringis kesakitan kemudian membentak pelayannya "Apa kalian semua patung? Cepat bunuh dia!"
"Raja ini ingin melihat, siapa yang berani membunuh calon istriku." ucap Raja Wei sambil melangkah masuk.
Min Wan dan pelayannya terkejut melihat kedatangan pria kejam itu. Mereka segera berlutut memberi hormat.
Hanya Se Se yang masih berdiri menatap Raja Wei tanpa memberi hormat. Raja Wei berjalan mendekatinya dan berbisik, "Raja ini sudah membantumu, bukankah kamu seharusnya bersikap lebih sopan?"
"Kalian semua, pergilah!" perintah Se Se menyuruh Min Wan dan para pelayannya membubarkan diri.
Dia kemudian masuk ke kamar dan meminta Ling Er membawa teh untuk Raja Wei.
"Yang Mulia, ada apa Yang Mulia datang kemari?" tanya gadis itu menghentikan suasana yang hening.
Ling Er masuk meletakkan satu teko teh hangat dan dua buah cangkir di meja.
"Keluar!" bentak Raja Wei.
Ling er terlihat ketakutan, namun tidak berani meninggalkan Nona mudanya berduaan dengan pria kejam dihadapannya.
"Ling er, keluar, tutup pintunya!" ucap Se Se yang tau bahwa pelayannya sedang merasa takut.
Ling Er berjalan keluar dan menutup pintu kamar.
"Dimana gadis itu?" tanya Raja Wei menyelidik.
"Gadis? Gadis siapa yang dimaksud?" tanya Se Se dalam hati.
"Dimana gadis itu? Aku, tidak suka mengulang pertanyaanku!"
"Saya tidak tau gadis mana yang Anda cari." jawab Se Se.
"Gadis berambut putih yang memakai cadar. Aku melihatnya masuk ke dalam kediaman ini." jelas Raja Wei.
"DEG!" suara jantung sang gadis yang melompat terkejut.
"Dia, melihatku masuk ke kediaman? Apakah dia mengikutiku? Aku bahkan tidak merasakan kehadirannya." batin Se Se.
"Saya tidak tau siapa yang Anda cari. Tapi di kediaman Huang ini, tidak ada gadis dengan rambut berwarna putih." jawab Se Se tegas.
Raja Wei berdiri dan menatap gadis itu kemudian berkata, "Aku, tidak suka orang yang berbohong!"
Se Se menatap mata Raja Wei yang dingin dan menakutkan. Dalam hatinya dia merasa panik namun tidak di perlihatkan. Raja Wei masih menunggu jawaban apalagi yang akan keluar dari mulut gadis itu.
"Yang Mulia, saya benar-benar tidak tau siapa gadis yang Anda cari." ucap Se Se yang masih menatap mata Raja di depannya.
"Walaupun aku tau dia berbohong, aku tidak bisa melakukan apapun padanya. Jika gadis itu tidak mau menemuiku, aku yang akan menemuinya nanti. Aku akan menunggunya muncul lagi di istana." batin Raja Wei.
Se Se menuangkan teh dan memberikannya kepada pria didepannya.
"Silahkan di minum, Yang Mulia." ucapnya sambil memberikan secangkir teh kepada Raja Wei.
Raja Wei berjalan keluar kamar tanpa menghiraukan Se Se.
ISTANA MATAHARI
Putra Mahkota duduk di tempat tidurnya memegang sebotol obat dan menatapnya. Dia mengingat perkataan gadis tabib yang mengobatinya dan kemudian mengeluarkan sebutir pil dari botol.
Pria itu kemudian berbaring dan memasukkan pil ke mulutnya. Dia memejamkan matanya berpura-pura tertidur.
"SREKKK!" terdengar suara tirai kain penutup yang di buka dan kemudian terdengar suara seorang wanita.
"Kau, seharusnya mati tanpa rasa sakit. Tapi karena tabib bodoh itu, kau harus sedikit menderita. Sayang sekali wajah tampanmu hanya di kurung di dalam kamar istana."
Wanita itu membelai lembut wajah pemuda yang sedang terbaring diranjangnya. Kemudian dia menutup kembali tirai kain dan berjalan keluar.
Putra Mahkota membuka matanya dan menarik napas panjang. Tanpa sadar dia menahan napasnya saat dibelai oleh wanita yang tidak dilihatnya. Hatinya merasa hancur karena mengetahui siapa pemilik suara wanita itu.
Keesokan harinya, sang gadis datang menepati janjinya pada Putra Mahkota. Dia masuk ke ruangan pria itu dan memijit kakinya seperti yang di lakukan semalam.
"Yang Mulia, apa anda tidak tidur semalam?" tanya gadis yang melihat warna gelap, di bawah mata pasiennya.
"Aku menuruti perkataanmu, dan mengetahui siapa orang yang ingin mencelakaiku. Apakah menurutmu, ada orang yang bisa tidur, di ruangan yang sangat berbahaya baginya?" jawab Putra Mahkota dengan suara sendu.
Se Se menghentikan jarinya yang dari tadi bergerak. Dia menatap iba pada Putra Mahkota yang memiliki hidup sulit sama sepertinya di kehidupan lalu dan kehidupan yang sekarang.
"Bertahanlah, apapun yang terjadi, Yang Mulia harus kuat, dan jangan mengalah pada mereka." ucap Se Se yang melanjutkan pijatannya.
Putra Mahkota hanya diam dan memejamkan matanya. Se se menusuk sebuah jarum di kepala Putra Mahkota dan membuatnya tertidur. Dia melanjutkan perawatannya untuk membuka pembuluh darah yang tersumbat di kaki pria itu.
Setelah selesai, dia menyimpan semua peralatan medisnya dan duduk di lantai memandang wajah Putra Mahkota yang tampan. Dia berniat segera pergi, tapi dia tidak tega meninggalkan pria yang nyawanya sedang dalam bahaya sendirian di tengah tidur lelapnya.
"Yang Mulia, Raja Wei datang berkunjung." ucap seorang pelayan dari luar pintu.
Sang gadis panik dan segera berdiri. Dia ingin segera kabur dari sana sebelum bertemu pria yang sedang mencarinya itu. Putra Mahkota terbangun, dia mengira tabib di sampingnya sangat takut dengan nama Raja Wei.
"Katakan pada Raja Wei aku sedang dirawat, dan tidak bisa bertemu dengannya saat ini!" jawab Putra Mahkota.
Panik di wajah sang gadis masih belum menghilang. Dia berpikir Raja Wei pasti akan menunggunya di depan. Putra Mahkota yang melihat kepanikan itu bertanya "Apakah Raja Wei mencari masalah denganmu?"
"Bukan begitu Yang Mulia, saya tidak tau mengapa Raja Wei mencari saya. Tapi saya merasa dirinya sangat berbahaya, itu sebabnya saya menghindar bertemu dengan Raja Wei." jawab Se Se menatap wajah Putra Mahkota.
Putra Mahkota tersenyum mendengar penjelasan sang gadis. Dia bergerak mengubah posisi tidurnya ke posisi duduk. Sang gadis membantu menahan punggungnya yang terasa lemah.
"Raja Wei bukanlah orang jahat. Walaupun dia terkenal kejam dan sadis, itu hanya saat di medan perang, melawan musuhnya. Tidak perlu takut padanya, dia bukanlah tipe orang yang akan menyakiti orang lain yang tidak bersalah."
Putra Mahkota mengangkat tangannya seolah akan mengelus kepala sang gadis namun terhenti saat tangannya di udara, menyadari hal itu tidak sopan.
Se Se menghela napas panjang dan kemudian mengeluarkan pistol dari lengannya. "Yang Mulia, simpanlah senjata ini."
Sang gadis memberikan pistol itu untuk pria di depannya. Dia merasa, Yang Mulia akan dalam bahaya malam ini. Kemudian gadis itu mengajari Putra Mahkota cara memakai pistol.
"Senjata ini sangat berbahaya, Yang Mulia harus berhati-hati saat memakainya." ucap Se Se.
"Aku tidak pernah melihat senjata yang seperti ini. Dari mana kamu mendapatkannya?" tanya Putra Mahkota penasaran.
"Saya sendiri yang menciptakan senjata itu." jawab Se Se berbohong.
Karena hari mulai gelap, Se Se permisi pulang. Dia berjalan keluar dari Istana Matahari menuju ke pintu gerbang istana. Seperti dugaannya, Raja Wei menunggu di sisi pintu bersama 2 orang pengawal.
"Maaf, Nona, Raja Wei ingin bertemu dengan anda." ucap seorang pengawal sambil menunduk hormat.
"Cepat atau lambat, aku tetap harus bertemu dengannya." batin Se Se.
Dia mengikuti pengawal itu berjalan ke tempat Raja Wei berdiri dan kemudian memberi hormat pada Raja Wei.
^^^BERSAMBUNG...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 325 Episodes
Comments
Allamatus Sajidah
sakitnya gak terasa tapi malunya berlipat lipat
2023-09-24
0
Indah Hidayat
agak aneh kenapa, adik tiri si mc ydk kaget ketika tiba2 raja wei bisa muncul di kamar tsb....thor kurang teliti shg spt sulap, adegan terasa dipaksain
2023-09-13
0
fifid dwi ariani
trus ceria
2023-07-02
0