Malikha sejak tadi merasa tidurnya terganggu, dia bergerak dan membalikkan badan yang darinya tidur miring ke kanan sekarang dia menghadap ke kiri. Dia meninggalkan boneka beruang biru besar di sisi kanan nya. Meski begitu suara suara itu tak berhenti terdengar, suara Sari yang sejak tadi banyak bicara. Malikha pun menjadi bangun dari tidurnya, lantaran nyawa belum berkumpul sepenuhnya Malikha duduk menggosok gosok mata.
Ruangan kamar gelap gulita, hanya ada cahaya masuk dari pintu kamar yang sedikit terbuka. Malikha merasakan matanya silau saat melihat cahaya lampu di ruangan tengah. Gadis itu pun beranjak turun dari ranjang dan mengambil sebuah gelas kosong yang ada di dekat tempat tidur. Malikha keluar dari kamar, perdebatan tak berguna itu berakhir. Arsen langsung meninggalkan Sari dan menghampiri putrinya.
"Lika, tidur mu terganggu??"
Matanya masih belum sepenuhnya bisa beradaptasi dengan cahaya terang di ruangan tengah, jadi Malikha hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Bagaimana sayang, masih sakit kah?"
Malikha diam.
"Ingin kembali tidur??"
Kali ini bukan nya menjawab pertanyaan ayahnya, Malikha menyodorkan gelas kosong yang ada di tangan nya. "Ayah, minum ambilkan"
Arsen menerima gelas itu dan berjongkok memunggungi Malikha, gadis kecil itu naik ke punggung Arsen. Arsen menggendong Malikha ke dapur untuk mengisi gelas itu dengan air, begitu gelas penuh Arsen menyerahkan nya kembali kepada Malikha tanpa menurunkan Malikha ke lantai. Malikha meneguk air nya lalu mengembalikan nya kepada Arsen.
"Terima kasih, Ayah"
"Mari, Malikha tidur lagi di kamar ya?" Ajak Arsen.
Malikha yang masih mengantuk dan lemas itu pun mengangguk dengan persetujuan itulah Arsen membawa kembali Malikha masuk ke dalam kamarnya. Dia menurunkan Malikha di atas kasur kemudian dia membalikkan badan dan memberikan kecupan pada puncak kepala putrinya.
"Ayah keluar, Malikha tidur dari siang hingga ke malam.. tidur lagi sayang"
"Saat sudah tidur pulas baru ayah oleskan obat"
Segera setelah Arsen keluar dari kamar Malikha menarik selimut bersiap tidur kembali. Malam dingin tanpa bintang kini sudah berlalu. Hari sampai habis harinya, bulan hingga ke bulan, tahun demi tahun gadis kecil Malikha menghabiskan semua waktunya di dalam rumah bersama dengan banyak buku. Malikha gadis kecil yang berusia lima tahun kini telah tumbuh menjadi gadis remaja. Rumah kecil nya kini berubah menjadi rumah besar dengan tiga kamar berkat usaha dan kerja kesal Arsen dan Sari. Seorang gadis berkulit kuning langsat, seorang gadis muda cantik dengan rambut panjang ikal tengah tertidur mendengkur di atas ranjang.
Tak berseling lama, Alarm pun berdering. Selimut jatuh ke lantai guling dan bantal juga jatuh. Tangan kanan Malikha menggeraya ke samping, tepatnya di atas laci kayu kecil yang disana terdapat alarm berdering dan sebuah kaca mata dengan lensa berbentuk persegi panjang tergeletak. Malikha mengambil itu lalu memasang kaca matanya.
Setelah hal itu, Malikha bangun dan duduk di tepi ranjang. Malikha meraih alarm yang berdering itu dan mematikan nya, disana jarum jam menunjukkan pukul enam tiga puluh lebih, spontan matanya melebar dan secepat kilat Malikha berlari keluar kamar lalu masuk ke kamar mandi.
Kini sudah tidak ada lagi waktu bagi dirinya untuk bersantai, setelah mandi Malikha kembali berlari masuk ke kamarnya menggunakan handuk. Malikha mengganti pakaian dan keluar dengan seragam sekolah. Rok kecil berwarna merah maroon dan seragam putih bagian atas berlengan pendek. Malikha mengambil tas nya terburu buru di meja belajar yang ada di ruang tengah, bak di kejar setan, Malikha sampai memasukkan sembarang buku yang ada di dalam nya.
Setelah menyiapkan tas, Malikha duduk di sofa memasang sepatu, saat merasa dirinya siap dengan segala hal Malikha pun keluar dari rumahnya yang sepi. jelas sepi, Sari masih bekerja di rumah Andin begitu pula dengan Arsen. Malikha mengeluarkan sepeda nya dari dalam gudang, dia sudah benar benar siap untuk pergi ke sekolah hanya dalam hitungan menit. Saat sudah menaiki sepedanya dia berhenti sekejap mengingat sesuatu. Malikha menjatuhkan sepeda nya dan kembali masuk ke dalam rumah. Tepatnya di kamar mandi, di atas kloset duduk yang tertutup sebuah ikatan rambut berwarna hitam dan kaca mata dengan lensa berbentuk persegi panjang tergeletak.
Malikha mengambil kedua benda itu, karet rambut di jadikan sebagai gelang dan kaca mata itu ia masukkan kedalam saku dada. Sebuah sepatu pantofel hitam wanita tanpa heels turun dari pedal sepeda. Ya, sepatu Malikha. dia sedang memarkirkan sepeda di sebelah sepeda gunung yang berkilau. Sepeda gunung itu berada di penghujung jajaran sepeda, sengaja Malikha pindahkan dari tempatnya dan menjadikan letak sepeda gunung itu sebelumnya sebagai tempat bagi sepeda nya agar tidak ada yang tahu jika Malikha datang terlambat.
Tentunya tempat parkir itu berada di sisi dimana satpam tidak melihatnya. Malikha masuk ke dalam sekolah melalui gerbang tua yang sudah lagi tak dipergunakan dengan memanjat nya. gerbang di depan sudah di gembok dan di jaga ketat oleh satpam. Setelah itu Malikha berlari ke dalam gedung sekolah. Bangunan dengan tiga lantai, lantai pertama adalah kelas 10, lantai kedua adalah kelas 11 dan lantai paling bawah adalah kelas 12.
Malikha harus menaiki tangga untuk sampai ke lantai 2, kelas 11 b. Gadis itu mengetuk pintu kelasnya yang terbuka lebar, bahu nya naik turun karena nafas yang tidak beraturan dia sangat lelah. Pak guru yang berdiri menghadap papan tulis, lebih tepatnya menjelaskan materi menoleh ke pintu.
"Sudah, jangan berisik. Langsung masuk saja Malikha"
Malikha mengangguk lalu segera dia masuk. Bangku nya terdapat di bagian belakang kelas, teman sebelah nya adalah sahabat nya, Dinda. Malikha meletakkan tas nya di lantai lalu mengeluarkan buku catatan dan alat tulis. Melihat Malikha masih ngos ngosan, Dinda pun berbicara padanya dengan berbisik
"Malikha, kau terlambat lagi.."
Malikha menoleh, ia tidak ingin menjawab lebih jadi hanya tersenyum dan mengangguk. Tiba-tiba saja saat memerhatikan papan tulis yang jauh letaknya, Malikha pun sadar jika dirinya tidak menggunakan kacamata. Dia mengeluarkan kaca mata dari dalam saku dan menggunakan nya. Sekarang tulisan di papan tulis yang tadinya buram tidak jelas kini sudah jelas dimata Malikha.
Dengan cepat pula dia mengikat rambutnya di dalam kelas. Singkat kata, pembelajaran dari wali kelas pun berakhir dan kini tiba waktu istirahat. Semua siswa menaruh buku catatan kecil dalam tas mereka masih masing.
"Din, Ikut lah bersama ku ke perpustakaan" Ajak Malikha.
Ada tiga orang siswa lelaki menghampiri Malikha, mereka adalah Axel, Roobin, dan Mathew atau sering kali di panggil Mat. Axel memukul keras meja Malikha saat semua siswa dan siswi keluar. Suara keras itu mengagetkan Malikha.
"Kutu buku! kau terlambat lagi!" Sentak nya kepada Malikha sambil lebih mendekatkan wajah dan Malikha semakin menjauhkan wajahnya dari Axel yang menyorot tajam pada dirinya.
Dan memang Axel adalah pengganggu siswi siswi, namun dia lebih sering terlihat mengisengi Malikha.
"Dia terlambat lagi bos!, menentang peraturan ketua kelas. Harus kita apakan dia?" Ucap Roobin menyandarkan siku nya pada bahu Mat.
"Ya ya, kita apakan dia yaa?" Goda Axel pada Malikha.
"Pe, pe, permisi. Aku mau ke perpustakaan"
Axel tertawa terbahak bahak saat melihat bicara Malikha tergagap.
"Lihat! lihat! dia masih mau meminjam buku lagi di perpustakaan. Apa dia mau menghabiskan seluruh buku di perpustakaan untuk dirinya sendiri? bhahahahaha" Mata tertawa sambil memukul mukul apapun di dekatnya.
"Heh! kutu buku! kau begadang lagi ya?!" Tanya Axel separuh mengejek.
Malikha masih takut kepada mereka bertiga dia mengangguk kikuk.
"Pantas saja mata mu seperti panda! bhahahahah!" Timbun Mat, diantara mereka bertiga Mat lah yang paling suka bercanda.
"Dia selalu begadang karena membaca buku. Kali ini buku mana yang membuat mu terlambat huh!?" Ejek Axel lagi.
"Pasti buku novel novel cinta, euuhhh romantis nya, ulululuuuh" Mat kembali membuat teman nya tertawa.
"Axel, na, nanti jam istirahat akan berakhir. Biarkan aku pergi" Malikha masih tergagap. Bagaimana tidak? wajah Axel sangat dengan dengan nya.
"Ya ya, keluar saja. Kau memang pintar seperti Zyan di kelas A. Tapi kebiasaan buruk mu datang terlambat akan memengaruhi nilai"
Axel tersenyum kemudian berdiri tegak membelakangi Malikha dan merangkul kedua temannya berjalan jajar bertiga.
"Ayo! aku sudah lapar!"
"Kau yang teraktir! oke bro!" Ujar Axel sambil menepuk dada Roobin. Mereka bertiga pergi keluar kelas dengan tujuan ke kantin. Dinda datang dari kamar mandi dia berlari melompat lompat riang ke bangku Malikha.
"Lika? Roobin yang tampan mengganggu mu? aku lihat mereka baru saja keluar dari kelas kita"
Malikha mengambil beberapa buku fiksi dari dalam tas nya. Jujur saja, Malikha malas berkeluh kesah terhadap perilaku Axel dan ketiga teman nya. Apalagi sahabatnya Dinda sedang mabuk cinta dengan Roobin.
"Ayo, kau dari mana? lama sekali..."
"Aku mencuci muka, tadi wajah ku sangat kusam"
"Bagus jika begitu, ayo!" Malikha berdiri memeluk tiga buku fiksi dan berjalan meninggalkan kelas diikuti Dinda berjalan di belakang nya. Mereka harus menuruni tangga dan tentunya tangga tidaklah setibanya siswa siswi berjalan dan berbincang bincang. Malikha pergi ke lantai paling bawah sendiri karena perpustakaan ada di samping kiri ruang guru.
DALAM PERPUSTAKAAN
Dua buah pintu terbuat dari kaca, Malikha mendorong nya pelan lalu masuk. Buku buku berjajar rapi pada tempatnya, yang mempunyai tinggi sama akan berjajar pada satu rak. Di perpustakaan itu ada lima rak berjajar di depan dan empat rak dari kayu melekat di dinding belakang. Sebuah meja dari kayu berbentuk separuh lingkaran tengah duduk dua orang siswi perempuan. Meja tersebut berada di dekat pintu, sehingga jika ada siswa ataupun siswi baru datang maka mereka akan menghampiri meja itu tak terkecuali Malikha.
"Kak Sheren, ini" Malikha menyerahkan tiga tumpukan buku kepada kakak kelas nya, Sheren. Dia sangat cantik, beralis tebal dengan bibir menggoda dan karena Sheren sibuk memotong kuku dia menunjuk teman di sampingnya dengan ibu jari. Tanda agar Malikha berpindah ke sisi temannya.
Malikha mengerti, jadi dia mengangguk tetap mempertahankan kesopanan nya.
"Kak, Yasmin.."
"Ouw, Malikha lagi" Ungkap nya merasa biasa saja dengan kunjungan Malikha di perpustakaan. Sambil membuka buku absen daftar pengunjung dan menulis, Yasmin bertanya.
"Malikha, cepat sekali kau menghabiskan buku ini"
Malikha tertawa sungkan.
"Aku membacanya terburu buru"
"Kau selalu datang ke perpustakaan ini setiap hari, apa kau mengincar hadiah dari kepala sekolah??" Tanya Yasmin dengan angkuh nya. Malikha merasa biasa saja mendapati sikap dari anak anak di sekolah ini, mereka semua adalah anak orang kaya dan sekolah ini adalah sekolah elite. Tak banyak orang tahu jika ayah dan ibu Malikha hanya lah seorang pelayan yang mengabdikan diri di sebuah istana.
"Memangnya ada hadiah kak? aku tidak tahu. Hadiah apa?" Tanya Dinda penuh semangat.
"Ya ya. Ada hadiah. Bukankah kau hampir setiap hari ikut Malikha ke perpustakaan? jika tahu hadiahnya apa maka semua orang akan datang. Tapi sayangnya aku tidak mempunyai jawaban untuk pertanyaan terakhir mu" Yasmin selesai menulis nama kedua nya lalu membalik buku catatan kehadiran dan menyerahkan pena kepada Malikha.
"Ini, tanda tangani. Dan baca buku sesuka mu" Yasmin dan Sheren adalah kakak kelas Malikha yang terkenal ketus dan galak mereka juga kebetulan dalam satu kelas yang sama. Setelah Malikha, Dinda pun menandatangani buku itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
ZahraFathar
Ayo kak, Lika gedenya kaya apa??
2021-02-20
0
Tyas
visual mslikhs yg remaja gak ad thooorrr
2021-02-11
0
Conny Radiansyah
udah gadis aja ...
2021-02-11
0