Berpindah dari suasana di dalam istana Andin, Arsen mengangkat putri kecilnya ke udara lalu melempar lemparnya sambil bergelak tawa. Begitu pun dengan Malikha, dia terlihat sangat senang dan menikmati keadaan tubuhnya yang di lempar lempar. Karena merasa lelah di daerah lengan nya, Arsen pun menurunkan Malikha.
"Sudah sudah, ayah sudah lelah" Arsen turut duduk di samping Malikha.
"Ayah, kau mengatakan jika akan pergi membelikan ku meja belajar Frozen. Kenapa sekarang duduk disini? Apa ayah mencoba untuk membohongi ku?"
Arsen kembali di buat tertawa dengan pertanyaan naif putrinya.
"Kau ini bisa saja.. oke oke. Ayah tidak akan merasa lelah!" Segera Arsen berdiri.
"Ayah akan pergi membeli meja belajar Frozen untuk Malikha. Semangat!" Arsen mengepal kan tangan mengangkat nya ke udara lalu menurunkan nya sambil berseru penuh energi. Kemudian Arsen berjalan ke pintu dan memasang kembali jas juga dasi nya.
"Semangat ayah, hati-hati di jalan" Malikha melambaikan tangan dengan senyuman lebar di wajahnya.
"Lika jangan keluar, kalau soal selesai tunggu ayah datang ya...!" Teriak Arsen dari luar. Singkat kata, kini Malikha selesai mengerjakan semua soal yang ibunya berikan Malikha pun menutup buku tulis nya dan menaruh buku itu ke dalam laci beserta dengan alat tulis. Angin betiup sangat kencang, sampai sampai jendela rumah Malikha yang tak terkunci terbuka. Membuat Malikha terkejut bukan main.
Gadis kecil di tinggal sendirian di dalam rumah nya, sedangkan di luar angin betiup sangat kencang. Benar-benar masa yang membuat tubuh menjadi dingin. Malikha melihat pada kedua pintunya yang terbuka lebar, matanya menanti nanti seseorang datang. Jika tidak ibunya mungkin ayahnya. Malikha menjadi sedikit sedih karena bolak balik dirinya melihat ke arah pintu akan tetapi tidak terdengar suara depak langkah kaki mendekat. Dia pun memutuskan untuk berdiri di pintu, menimbulkan kepalanya lalu melihat ke sisi kanan dan kiri. Keadaan sekitar tetap sunyi, Malikha kembali masuk dan membawa boneka beruang besar berwarna biru cerah keluar rumah.
Tentunya ukuran boneka itu jauh lebih besar dari tubuhnya, sehingga saat dia membawanya bagian kaki boneka tetap menyentuh tanah. Dan ini kali pertama Malikha keluar rumah, sebelum ini dia tak pernah keluar rumah. Malikha berjalan pelan clinga clingu seperti orang bodoh di sekitarnya rumah nya.
Malikha terus melangkah, dan dia pun tahu dinding besar nan tinggi yang di depan rumahnya terus ada sampai ke timur sana. Sangat panjang, jika itu pagar rumah orang maka tak mungkin begitulah fikir Malikha. Gadis itu menemukan pintu kayu di penghujung tembok berwarna semen tersebut. Karena penasaran akan apa di balik nya, Malikha sedikit mendorong pintu itu sehingga cukup bagi matanya untuk mencuri curi lihat apa yang ada di dalam nya.
Karena angin mendadak berhembus kencang, Sari berlarian membawa dua sweater tebal di sekitar kolam renang besar pada bagian belakang rumah Andin. Disana Fikar sedang duduk di tepi kolam memainkan tablet nya sedangkan Zyan duduk di kursi santai membaca buku pelajaran sekolah.
"Tuan, angin nya kencang. Mari Sari pakaikan sweater ini, jika tidak anda akan jatuh sakit" Bujuk Sari pada Fikar dan tanpa memberikan penolakan sedikit pun, Fikar pun berdiri, kakinya sampai betis basah karena terendam air kolam. Ketika Sari menyadari kaki kecil Fikar basah, dia pun segera menurunkan tubuhnya dan mengeringkan kaki Fikar dengan celemek putih yang di kenakan nya.
"Duh tuan, jangan duduk duduk di tepi kolam yah.." Sari selesai mengelap, dia memakaikan sweater pada Fikar tanpa membuka terlebih dahulu pakaian nya.
"Nanti bisa masuk angin, selain itu tuan juga bisa tercebur ke kolam. Ini dalam tuan, nanti anda tenggelam dan kelagapan."
Fikar mengangguk lalu berjalan ke kursi di sebelah Zyan yang kebetulan kosong tanpa menghiraukan lagi tablet yang tadi dia mainkan tergeletak di lantai. Dia naik, dan mulai membuka buku majalah minyak wangi.
"Sari?" Suara kecil Fikar memanggilnya.
"Ya, Tuan"
"Sari, bisa kau jangan memberi tahu bunda aku duduk di tepi kolam sambil bermain tablet kakak?"
"Baik tuan, Sari mengerti"
"Terima kasih, Sari"
Sari mendekat ke Zyan, "Tuan, mau Sari pakaikan sweater nya?"
Seketika itu pula Zyan merasa di remehkan, dia menutup buku materi nya dan melempar itu ke tanah sebelum berdiri berhadapan dengan Sari. Dadanya naik turun cepat menahan emosi, sampai akhirnya emosi tersebut meledak. Zyan melempar sweater yang Sari bawa ke kolam renang.
"Sudah!! berhenti memberi perhatian lebih padaku. Aku bukan anak mu!"
"Sepulang sekolah! saat di meja makan! dan kau ingin terus menerus menyentuh ku?!. Sari, kau dan aku berbeda"
"Enyah dari hadapan ku, Sari!!"
"Tuan..." Sari mencoba memegang tangan kecil Zyan namun sudah lebih dulu Zyan menjauhkan tangan nya agar tak di pegang Sari. Dia semakin kesal, lalu mendorong tubuh Sari sekuat tenaga sampai Sari terjatuh. Tangan kecil Malikha membungkam mulutnya sendiri, menyaksikan bagaimana ibunya di perlakuan kasar seperti itu.
"Akkhhh" Rintih Sari merasakan sedikit sakit, walau begitu Sari tetap kembali berdiri. Fikar yang menyaksikan itu menyadari jika amarah kakaknya kembali membeledak. Dia langsung turun dari kursi nya dan berlari ke dalam sambil berteriak.
"Bundaaaa...!! Bundaa....!!"
Andin saat itu sedang bemesraan di depan pintu rumah melepaskan dasi suaminya karena mendengar teriakan Fikar dia pun berhenti dan segera mencari sumber suara kecil yang memanggil manggil nya.
"Bunda!" Fikar memeluk kaki Andin dan menyembunyikan wajahnya.
"Ada apa?"
"Kakak! dia mendorong Sari"
Sari??
Oh, istrinya Arsen!
"Baiklah baik, jangan panik, mari kita lihat bersama"
Bersamaan dengan langkah kecil Fikar yang berjalan di gandeng Andin langkah kecil yang sama pula berlari datang dari pintu kayu di ujung dinding pembatas. Seorang gadis kecil membawa boneka beruang biru dengan rambut terurai yang entah dari mana asalnya berlarian di dalam istana besar Zyan?? Sontak bola mata pangeran sombong itu membulat.
"Kenapa kau begitu pada ibu ku....!!! hiks hiks" Teriak nya sambil menangis menggeret boneka beruang biru nya. Dia berdiri berhadapan dengan Zyan, tinggi keduanya tak berbeda jauh. Masih tetap menangis gadis itu mendorong Zyan juga sampai terjatuh.
Pertama kali seseorang mendorong ku
Yang
Mendorong ku
Ibu??
Dia anak
Anak pelayan ku?
Beraninya dia!
Bruk! Zyan pun terjatuh, Andin segera berlari kesana dan mendekap putranya. Sari langsung menundukkan separuh tubuhnya merasa bersalah sekaligus takut.
"Maafkan saya Nyonya! ini salah saya!"
Andin tak menghiraukan kalimat Sari, dia membangunkan Zyan.
"Ayo bangun, kenapa kau sampai di dorong oleh nya? kau melakukan apa?"
Zyan tetap diam tak menjawab sorot matanya tajam pada Malikha kecil, pertemuan pertama yang tak terduga.
"Dd- dan siapa dia? teman mu?"
"Bukan" Singkat Zyan.
"Aku mana mungkin berteman dengan anak pelayan seperti nya. Dia anaknya Sari! muncul tiba-tiba dari pintu kayu belakang!. Cih, menjengkelkan"
"Kau duluan yang mendorong ibu dan memarahi nya, hiks hiks" Bantah Malikha.
"Aku mendorong ibumu, bukan dirimu. Tidak ada gunanya kau menangis di depan ku"
"Aku hanya sedikit sedih, aku tidak menangis. Kau masih kecil tapi sudah jahat! bagaimana nanti!" Teriak Malikha.
"Jahat? aku??"
Malikha menarik ingus yang belum keluar dan menyeka air matanya.
"Pergilah dari rumah ku. Jaga batasan mu!. Aku tidak bisa bertemu dan bicara dengan sembarang orang!" Usir Zyan. Melihat tingkah laku anaknya yang semakin tak benar, Andin mendaratkan tamparan tepat di pipi Zyan.
"Jaga bicara mu!"
"Bunda..." Mata Zyan berkaca kaca tak percaya jika Bunda nya yang sangat lembut dan penyayang tiba-tiba menimpanya sangat keras, membuat Fikar tersentak kaget.
"Kenapa semakin hari kau semakin sombong?! Apa bunda pernah mengajarkan mu mengusir orang?"
Zyan tertegun dan kehilangan kata untuk menjawab ibunya.
"Bunda tidak ingin melihat wajahmu sebelum kau menyadari perbuatan buruk yang sudah kau lakukan. Pergi masuk ke kamar!" Kali ini Andin harus bertindak tegas, karena merasa malu Zyan pun berlari tanpa memegangi pipinya yang memerah membentuk sebuah telapak tangan. Tanpa disadari saat dirinya berlari, Zyan berpapasan dengan ayahnya yang berdiri di ambang pintu.
Hans mendekat dan merangkul Andin,
"Andin?"
Langsung saja Sari menundukkan separuh tubuhnya saat melihat kehadiran Hans. "Maaf tuan, ini salah saya!"
"Jangan menyalahkan tuan muda Zyan, salahkan saya saja tuan!"
"Jangan tuan, saya mohon... hukum saja saya, saya tidak bisa menjaga putri saya tetap di dalam rumah. Saya meminta maaf atas namanya tuan.. moho-" Begitu takutnya dia kepada Hans sampai tak sadar telah berkata banyak.
"Apa yang kau katakan? aku tidak sedang mengajak mu berbicara" Ucap Hans.
"Oh, ya aku tidak tahu jika kau selama ini bekerja meninggalkan anakmu sendirian di rumah. Jika pekerjaan mu selesai segera kembali dan rawat putri mu. Untuk Zyan, dia memang harus di dewasakan"
"Mari, Andin" Hans menggiring Andin meninggalkan tempat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Novi yulia
aku lupa judul cerita orgtua zyen,tapi cerita ini ada di sambungan cerita orgtuanya
2021-08-01
0
Riskayanti
menarik
2021-02-23
0
Tyas
seperti ny Zyan begitu kasar ost ada sebab ny...semoga zyan kecil bisa berubah baik
2021-02-11
0