Milikku Tersayang

Milikku Tersayang

Pertemuan tak terduga

Pagi yang indah, seorang supir mobil menghentikan mobil yang di kendara tepat di depan pintu rumah Andin yang menjulang tinggi berwarna putih. Dia menurunkan dua orang anak laki-laki yang berusia 6 tahun. Dua anak itu adalah Zyan dan Fikar. Kedua duanya menggunakan seragam taman kanak kanak. Setelah menurunkan anak majikan nya, supir itu menginjak gas. Kebetulan ada lintasan searah yang melingkari rumah Andin, supir itu menaruh mobil di bagian belakang rumah yang memang sengaja di luaskan sebagai tempat mobil mobil koleksi Hans terparkir.

Supir itu berkumis tebal dan wajahnya juga sudah keriput. Dia keluar dari mobil, berjalan ke luar dari lingkungan rumah majikannya ke sebuah paviliun yang lebih seperti rumah kecil. Supir itu mendorong pintu dan masuk, disana seorang anak berusia 5 tahun duduk bersila di lantai sambil menulis dengan ujung ranjang sebagai meja belajar.

Si supir yang bernama Arsen, tersenyum melihat antusias dan semangat putrinya yang sedang membuka tutup jemari nya dengan bola mata yang berotasi ke atas fokus berfikir. Mula mula Arsen melepaskan sepatu nya lalu jas dan menggantungkan itu di gantungan topi dekat pintu, lalu setelahnya dia membuka dasi dan menggantung nya juga di tempat yang sama.

"Malikha, ibu dimana? dia belum kesini?" Tanya Arsen sembari berjalan mendekati putrinya. Malikha menggeleng, dan tetap lanjut belajar.

"Belum, ibu bilang tunggu ibu dateng sambil kerjain soal ini. Ibu bilang Lika gak boleh keluar"

Suara kecil Malikha membuat Arsen tersenyum, walaupun tubuhnya terasa sangat lelah setelah bekerja Arsen tak langsung istirahat dia malah duduk bersila mendampingi putrinya.

"Lika, mau ayah bantu?"

"No no!" Seketika itu Lika memelototi ayahnya.

"Nanti bisa cepet selesai loh, emang Lika gak mau?" Tawar Arsen, namun anaknya berbeda dari kebanyakan anak kecil pada umumnya. Bukan nya menerima bantuan dari ayahnya, Lika malah tak menghiraukan itu. Seolah tak ingin fokus nya terbagi, Lika kembali mengerjakan soal penjumblahan yang ibunya tulis.

"Ayah, ayah liat meja tuan muda di rumahnya gak? dia baru beli dua hari lalu loh"

"Liat, liat. Bagus loh Lika"

"Ayah, kalo Lika minta di belikan meja belajar Rapunzel gimana? Rapunzel yang di tv, yah"

"Kalau kasur yang jadi meja belajar kan jadi gak bergaya, Yah... Lika pengen punya meja belajar Rapunzel"

Arsen terdiam, perkataan putrinya begitu menyentuh.

"Ayah jangan diem aja dong, Yah"

"Kalau Ayah gak bolehin yang Rapunzel, Lika mau yang Frozen aja. Gak apa apa kan Yah?" Ungkap Lika yang lebih ke membujuk sang ayah.

"Kalo Lika minta ke ibu gak akan di beliin Yah"

"Kata ibu, kita harus hemat. Kita bukan orang kaya. Tapi ayah mau kan beliin meja belajar Frozen? ya kan Yah?"

Arsen tetap terdiam seribu bahasa.

"Yah, kalo pake ini tuh" Kalimat Lika tertahan. Dia mulai menutup buku dan menata nya jadi satu bersama pensil. Kemudian dirinya naik ke atas kasur berdiri tegak.

"Liat nih Yah" Lika pun mulai meloncat loncat di atas kasur, rambut panjangnya yang terurai kala itu menjadi acak acakan setelah lama meloncat loncat. Melihat putrinya sedikit lemas, Arsen yang awalnya tersenyum secara sigap menahan kedua bahu putrinya lalu di dudukkan lah Lika.

"Sudah, nanti Lika bisa muntah"

"Yah, kalo kasur di jadiin meja belajar gak enak. Goyang goyang terus"

"Kok goyang sih? lagi dangdutan mungkin Lika.."

Lika tertawa dengan lelucon ayahnya, seolah olah yang di katakan ayahnya sangat lucu padahal yang sebenarnya terjadi Arsen hanya mencoba untuk mengubah pemikiran putrinya supaya tak meminta di belikan meja belajar besar berfasilitas lengkap seperti yang Zyan dan Fikar beli dua hari lalu.

"Lika, ayah kan disini kerja jadi supir mobil. Ibu disini ngurusin tuan muda. Lika belajar sendiri setiap hari di rumah. Kalau Lika minta yang mirip sama meja belajar tuan muda, Ayah sama ibu gak sanggup beli. Itu naik pesawat"

"Ayah kan cuma bisa naik mobil, ibu malah gak bisa naik mobil. Ibu bisanya ngayuh sepeda. Tapi kalau yang kecil, Ayah bisa beli di tokoh. Gak apa apa kan Lika?"

"Oke!. Lika kan kecil, rumah Lika juga kecil. Jadi meja belajarnya kecil. Kalau Tuan muda rumahnya besar jadi meja belajarnya besar, kan Yah?"

Bersyukurlah Arsen mempunyai putri lugu dan periang seperti Malikha. Selain rajin dan pintar, Malikha juga pengertian.

Di lain tempat, seorang wanita parubaya menggunakan seragam pelayan di dalam rumah Andin sedang membuka kancing seragam Fikar, wanita itu tak lain adalah Sari ibunda Malikha. Fikar menyamil stik berlapis coklat dan terlihat sangat menikmati nya. Seperti hari hari biasa, Sari selalu menggantikan Fikar pakaian dan menyiapkan pakaian apa yang harus di ganti. Sebenarnya tugasnya adalah mengurus kedua anak itu namun, Zyan menolak karena merasa dirinya bisa melakukan segala hal.

"Nah sudah" Sari tersenyum saat baju ganti sudah terpasang di tubuh Fikar. Fikar kemudian duduk di tepi ranjang bersamaan dengan berdirinya Sari. Sari melihat Zyan yang duduk di meja belajar dekat pintu kesulitan melepaskan ikatan tali sepatunya sejak tadi jadi dia mendekat.

"Biar saya bantu tuan.." Ujar Sari sambil mendudukkan diri.

"Tidak perlu! Aku bisa sendiri!" Zyan keras kepala dan tetap berusaha membuka ikatan tali sepatu yang sudah paten dengan menepis tangan Sari.

"Sari, aku bukan anak kecil! kau boleh berbuat seperti itu pada Fikar. Tidak padaku!" Sambung Zyan. Namun, karena Sari sudah menganggap mereka berdua seperti anaknya sendiri. Dia hanya tersenyum menyikapi keras kepala Zyan, yang setiap tutur katanya terdengar kasar. Sari tetap kekeh dan membuka ikatan tali sepatu Zyan, tangan mungil nya terhenti dia menatap lekat wajah Sari tak suka. Memang butuh usaha tak sebentar untuk membuka karena ikatan tali itu paten dan beberapa menit setelah berusaha keras akhirnya ikatan terbuka.

"Tuan muda, sekarang sudah bisa ganti baju. Perlu Sari ambilkan pakaian nya?" Tawar Sari lemah lembut. Melihat kelembutan Sari kepada dirinya, Zyan membuang muka tak suka. Kemudian dia turun dari kursi yang di duduki nya.

"Aku akan berganti sendiri. Keluar lah dari kamar ku. Aku tidak ingin melihat wajah mu Sari"

Sari berdiri, "Boleh saya bawa tuan muda Fikar turun?"

"Bukankah bunda meminta aku dan Fikar turun bersama? kenapa kau berani mempertanyakan itu!"

"Baiklah tuan, Sari tunggu di luar kamar. Jika tuan memerlukan bantuan, panggil saja. Sari akan datang"

Cklekk

Suara pintu tertutup, Sari berdiri di luar kamar menyandarkan punggungnya tertunduk lesuh. Tiba-tiba saja wajah putrinya hadir dalam diam nya. Malikha kecil yang periang tertawa cekikikan di atas ranjang. Separuh tubuhnya tertutup selimut dengan Arsen di sampingnya mengangkat tangan nya sambil bercerita.

Apakah Malikha akan keluar dan melanggar perkataan ku? Apa Arsen sungguh sudah kembali ke rumah? Belakangan ini aku selalu melampiaskan kelelahan ku pada Malikha. Nanti saat selesai bekerja, aku akan menyuapi nya. Dia pasti senang, sudah lama aku menempa nya agar jadi pribadi baik.

Tak lama setelah dia mengkhayalkan senyuman indah Malikha, pintu pun terbuka. Zyan berjalan dahulu, dia tak memperdulikan Fikar yang berjalan sambil menyamil sebungkus stik berlapis coklat. Mereka turun, dan duduk di meja makan.

"Zyan, kenapa lama? terjadi sesuatu?" Tanya Andin.

"Yah, sedikit. Aku bisa mengatasi nya, Bunda" Zyan duduk di kursi meja makan dan menyiapkan piring untuk dirinya sendiri. Lalu Fikar tiba, berjalan pelan sambil memeluk kemasan stik berlapis coklat favorit nya. Fikar kesulitan untuk naik ke kursi, Zyan awalnya enggan untuk menolong. Dia berdecak, laku mengulurkan tangan nya dan mengambil kemasan yang di peluk Fikar.

"Bodoh, lain kali jangan memeluk camilan seperti ini."

Sehingga pada akhirnya Fikar pun berhasil naik. Dia mengambil kembali kemasan favorit nya dari Zyan.

"Terima kasih.."

"Fikar, kau tidak akankenyang dengan memakan stik kecil itu. Perut mu besar, ayo isi pakai nasi dan ikan" Ujar Andin sambil menatakan nasi lauk pauk dan sayur mayur ke piring di depan Fikar. Lalu setelahnya, Sari datang dari dapur pelayan membawa dua celemek makan kecil. Dia berdiri di belakang Fikar lalu mengikatkan itu agar makanan yang tumpah tak mengenai pakaian nya. Begitu dia berpindah ke kursi Zyan, sudah lebih dulu Zyan menolaknya melalui sorotan mata tajam nya.

"Aku bukan bayi, Sari. Aku bilang aku tidak ingin melihat wajahmu!"

"Zyan!! dia lebih tua dari mu!!. Dimana rasa hormat mu padanya!" Tegas Andin membuat Zyan tertunduk takut. Dan terpaksa lah Zyan mengangguk lalu Sari memasangkan celemek makan berwarna biru muda kepada Zyan dan segera pergi ke dapur pelayan kembali.

Terpopuler

Comments

StrawCakes🍰

StrawCakes🍰

aku mampir thor

2021-04-15

0

Yoo_Rachel

Yoo_Rachel

Hadir nyimak akakk...

tengok novel aku juga yang berjudul:
📗MENIKAHI MUSUH KERAJAANKU SESON 1 & 2
📘THE POWER OF FIRST LOVE
(Baca SINOPSISnya dulu yah, Karena TAK KENAL MAKA TAK SAYANG)

See You in The Comment..🙏

2021-03-27

0

Vera Mariana

Vera Mariana

aku mampir, semangat terus nulisnya ya✍️👀

2021-03-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!