Dari kejauhan Reza seperti melihat seseorang yang dikenalnya. Reza terus memandangi seseorang yang dilihatnya. Semakin mendekat semakin Reza mengenali wanita itu. Rasanya wajah itu tidak asing, bahkan Reza pernah merindukan wajah itu.
"Bukannya itu Sintia?" gumam batin Reza.
"Sintia!" panggil Reza spontan.
"Dia siapa?" tanya Reza yang melihat istrinya bersama pria lain.
"Oh dia kekasihku," jawab Sintia tanpa rasa bersalah.
"Kamu tidak bisa berbuat seperti itu Sintia," geram Reza yang merasa kesal.
"Terus kamu sendiri, itu siapa? Bukannya itu pacarmu!" ujar Sintia yang menunjuk ke arah Arin.
"Tapi dia hanya temanku," jawab Reza yang merasa malu sebab kini dia juga bersama wanita lain.
"Kamu itu memang pria yang egois! Aku ingin kita segera berpisah!" pekik Sintia yang segera berlalu bersama pacarnya Panji.
"Ayo sayang," ajak Sintia yang segera menggandeng Panji.
Tanpa menghiraukan Reza, Sintia segera pergi dari tempat itu. Sementara Reza merasa tidak tahu tentang apa yang dirasakannya. Rasanya untuk makan pun Reza menjadi tidak berselera.
"Tidak apa-apa jika kita pulang saja Arin?" tanya Reza yang merasa menyesal sebab ia membawa Arin pulang lagi.
"Tidak apa-apa kak, aku ngerti kok," jawab Arin yang merasa bingung juga harus seperti apa.
Tanpa makan terlebih dahulu Arin dan Reza pun segera bergegas pergi dari tempat itu. Setelah melihat Sintia tadi membuat Reza menjadi serba salah. Reza sendiri masih tidak mengerti dengan perasaannya kepada Sintia. Entah ia merasa cemburu atau tidak. Yang jelas Sintia tidak memiliki perasaan apa-apa kepada Reza. Didalam lubuk hatinya Sintia sangat mencintai Panji.
Beberapa saat kemudian sampailah Reza dihalaman Arin. Namun tidak berapa lama, tiba-tiba hujan turun begitu derasnya.
"Masuk dulu kak, diluar hujan," ajak Arin yang mempersilahkan Reza masuk ke dalam rumahnya.
"Tidak usah Rin, kakak tunggu hujan reda diteras saja," jawab Reza.
"Ya sudah kalau begitu Arin buatkan kopi dulu kak," pamit Arin yang segera meninggalkan Reza menuju dapur untuk membuat kopi.
"Tidak perlu repot-repot rin," ujar Reza yang merasa tidak enak.
"Tidak repot kak, hanya kopi saja," jawab Arin yang segera meninggalkan Reza diteras.
Didalam rumah Arin segera masuk ke dalam dapur dan segera membuat kopi untuk Reza. Tidak membutuhkan waktu yang lama akhirnya kopi yang dibuat Arin sudah siap. Arin segera membawa kopi ke depan teras untuk Reza.
"Diminum dulu kopinya kak," ujar Arin yang baru saja datang dan menyimpan kopi diatas meja.
"Terima kasih Arin," jawab Reza.
"Hujannya malah tambah besar ya, mending tunggu didalam aja kak," tawar Arin.
"Tidak apa-apa Rin, kakak disini saja," jawab Reza yang merasa tidak enak walaupun kedinginan.
"Tapi diluar sini dingin kak," ujar Arin lagi.
Merasa kedinginan akhirnya Reza pun masuk kedalam rumah Arin. Sebenarnya Reza merasa tidak enak karena malam-malam begini harus masuk ke dalam rumah Arin. Akan tetapi karena situasi dan kondisi Reza terpaksa harus masuk ke dalam rumah Arin.
"Silahkan duduk kak," ujar Arin yang mempersilahkan Reza duduk disofa.
"Terima kasih Rin," jawab Reza.
Malam semakin larut, bukannya reda namun hujan pun semakin lebat. Reza yang merasa ngantuk pun tertidur beberapa kali, akan tetapi ia ingat jika ini sedang dirumah orang lain. Reza memperhatikan dari balik jendela jika hujan masih sangat lebat.
Arin yang ketika itu habis dari kamar mandi melihat Reza yang terbangun. Padahal saat melewati Reza, ia masih tertidur dengan lelap. Reza yang terbangun dari tidurnya merasa terkejut sebab ia sedang bermimpi bersama Sintia.
"Kalau begitu kakak tidur lagi aja, hujannya masih belum reda. Aku tidur dikamar kak," pamit Arin yang segera melangkahkan kakinya.
"Tunggu Arin," pekik Reza yang meraih tangan Arin.
"Ada apa kak?" tanya Arin yang menautkan kedua halisnya.
"Arin sebenarnya kakak sangat menyukaimu," ujar Reza yang tiba-tiba mengutarakan perasaannya.
"Apa? Tapi aku kira kakak hanya menganggap aku sebagai adik kakak saja. Sebab aku juga hanya menganggap kak Reza seperti kakak aku sendiri," jawab Arin yang merasa terkejut dengan apa yang dikatakan Reza.
"Tapi kakak benar-benar menyukai kamu Arin," ujar Reza yang semakin mendekati Arin.
Sebenarnya didalam lubuk hati Arin yang paling dalam, Arin juga sangat menyukai Reza sejak lama. Arin merasa setelah bertemu dengan Reza, ia tidak merasa kesepian lagi. Ayahnya yang merasa begitu acuh dan tidak memperdulikan Arin, membuat Arin merasa tidak memiliki siapa-siapa lagi.
Karena mimpi itu Reza menjadi teringat kembali akan kenangan indahnya bersama Sintia. Meski hanya satu kali tapi Reza tidak bisa melupakan kejadian malam itu. Ingin rasanya Reza melakukan hal itu lagi. Malam yang semakin larut dan derasnya hujan seolah memberikan kesempatan bagi Reza.
"Sebenarnya Arin juga sangat menyukai kakak," jawab Arin yang turut mengungkapkan perasaannya.
"Apa itu benar Arin?" tanya Reza yang tak percaya degan apa yang dikatakan Arin.
Reza pun mulai mendekati dan memegang tangan Arin. Arin yang merasa bahagia pun membalas pegangan tangan Reza dan langsung memeluk Reza. Mereka seperti kekaksih yang baru saja bertemu ketika sudah lama tidak bertemu.
Reza yang tidak menyia-nyiakan kesempatan ini pun memegang setiap inci tubuh Arin. Arin yang merasa ada yang aneh pada Reza pun segera mendorong badan Reza dari dirinya.
"Apa yang akan kakak lakukan?" tanya Arin yang mulai merasa takut jika Reza akan melakukan hal yang tidak-tidak.
"Maaf Arin maaf, kakak khilaf," jawab Reza yang merasa tidak enak dengan Arin.
"Kalau begitu kakak pulang dulu," pamit Reza yang segera pergi dari kediaman Arin meski diluar masih hujan lebat. Reza tidak perduli dengan hujan yang membasahi seluruh tubuhnya. Ia tidak ingin jika ada sesuatu yang terjadi dengan Arin.
Untuk itu Reza harus segera pergi dari tempat itu agar ia tidak melakukan hal itu kepada Arin. Sementara Arin merasa takut karena Reza terlihat berbeda dari biasanya. Reza terlihat seperti orang lain bagi Arin, sebab Arin tidak pernah melihat Reza seperti itu.
Disudut sofa Arin menangis, Arin merasa takut jika Reza akan menodainya. Tidak pernah terbayangkan jika Reza melakukan hal itu kepada Arin. Entah apa yang akan Arin perbuat, Arin sangat takut. Ditambah masa depan Arin masih sangat panjang. Masih banyak keinginan Arin yang masih belum terwujudkan.
Arin masih ingin bekerja dan melanjutkan pendidikannya. Meski Arin tidak memiliki banyak uang, tapi Arin selalu berusaha untuk dapat mewujudkan cita-citanya. Sejak dulu Arin sangat ingin menjadi seorang sarjana dan membuktikan kepada dunia jika ia bisa menjadi orang yang sukses. Dan Arin bisa membahagiakan orang-orang disekitarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments