Beberapa hari setelah kejadian itu Arin dan Reza tidak bertemu kembali. Arin merasa tidak mau jika harus bertemu dengan Reza lagi. Sementara Reza merasa bersalah kepada Arin. Reza merasa malu jika bertemu dengan Arin lagi.
"Maafkan kakak Rin, kakak tidak pernah bermaksud untuk menyakiti kamu," gumam batin Reza.
Sudah beberapa hari Sintia masih tidak pulang ke rumah. Entah apa yang dikerjakannya diluar sana. Setelah beberapa hari memikirkan tentang pernikahannya sepertinya Reza akan menuruti permintaan Sintia untuk berpisah dengannya.
Rasanya percuma saja jika Reza terus mempertahankan rumah tangga ini jika Sintia tidak mencintainya. Apa yang diharapkan dari rumah tangga ini jika diantara mereka sama sekali tidak ada cinta apalagi kasih sayang yang terjalin.
"Ya sepertinya aku harus segera menceraikan dia. Maafkan saya pak, saya tidak bisa memenuhi janji saya untuk menjaga anak bapak," gumam batin Reza yang menyesali perceraiannya dengan Sintia. Dulu Reza memang sempat berjanji akan menjaga Sintia, tapi sekarang ia benar-benar tidak bisa mempertahankan rumah tangga ini.
Akan tetapi Reza memiliki sebuah rencana, walaupun ia sudah bercerai dengan Sintia. Tapi ia masih akan tetap menjaganya dari kejauhan tanpa sepengetahuan Sintia.
"Ya mungkin seperti itu saja. Untuk memenuhi janjiku kepada papah, aku akan tetap menjaga Sintia dari kejauhan. Meski bukan dalam sebuah pernikahan, tapi aku akan tetap berusaha untuk menjaganya," ujar Reza lagi yang merasa yakin dengan keputusannya.
Jujur saja sebenarnya Reza merasa bahwa ini adalah keputusan terberat dalam hidupnya. Bukan karena berat karena harus meninggalkan Sintia, tapi berat kepada almarhum Pak Eko karena Reza tidak bisa memenuhi janjinya.
Untuk segera mewujudkan keinginan Sintia, Reza segera menghubungi Sintia untuk memberitahukan keputusannya. Tidak berapa lama ia pun segera mengeluarkan benda pipih itu dari saku celananya.
"Hallo Sintia, apa kita bisa bertemu? Aku ingin membicarakan sesuatu hal yang penting denganmu."
"Hal penting apa hah?"
"Tentang perceraian kita."
"Benarkah itu? Ya sudah aku akan menunggumu dicafe biasa."
"Ya satu jam lagi aku akan segera tiba disana."
"Ya."
Meski sebenarnya Sintia sangat malas bertemu dengan Reza, tapi saat mendengar Reza berbicara tentang perpisahan membuat Sintia bersemangat. Sintia masih berharap jika kali ini Reza akan benar-benar menceraikannya.
Setelah panggilan itu, Sintia segera bergegas pergi.
"Mau kemana sayang," tanya Panji yang melihat kekasihnya sudah bersiap.
"Aku akan bertemu Reza, sepertinya dia sudah setuju dengan keinginanku untuk bercerai," jawab Sintia yang tertawa senang.
"Syukurlah, apa aku harus ikut denganmu?" tawar Panji.
"Tidak perlu, biar aku saja. Lagian aku pergi tidak akan lama, hanya membicarakan itu saja," jawab Sintia yang sudah tidak sabar untuk segera menemui Reza.
Sintai pergi dengan menggunakan mobilnya dengan laju yang begitu cepat. Rasanya sudah tidak sabar bagi Sintia agar bisa terbebas dari Reza. Satu jam kemudian akhirnya Sintia tiba lebih awal dibandingkan Reza.
"Dimana dia? Kenapa masih belum datang juga!" pekik Sintia yang sudah tidak sabar ingin mendengar semuanya.
"Maaf karena sudah menungguku, dijalan begitu macet," ujar Reza yang baru saja datang karena terjebak macet.
"Ya sudahlah aku tidak mau dengar penjelasanmu! Langsung saja katakan apa yang sebenarnya ingin kau katakan," pekik Sintia yang begitu sinis.
"Apa kita tidak akan makan atau minum dulu Sintia? Aku sangat lapar," tukas Reza lagi yang merasa perut ya sudah keroncongan sejak masih dalam perjalanan tadi.
"Kamu itu benar-benar sangat membuang waktuku ya! Ya sudah cepat makan dulu," titan Sintia.
"Apa kamu mau makan juga?" tawar Reza yang merasa tidak enak dengan Sintia.
"Tidak! Aku hanya ingin minum saja," jawab Sintia.
Akhirnya mereka pun sepakat untuk makan terlebih dahulu sebelum membicarakan semuanya. Bukan maksud Reza untuk menahan Sintia lebih lama, tapi kali ini ia benar-benar sedang merasa lapar. Setelah memesan terlebih dahulu akhirnya pesanan mereka datang.
Reza segera melahap makanan yang ciptaannya, sementara Sintia hanya sesekali menikmati minumnya sambil memainkan benda pipih ditangannya. Cukup lama Sintia menunggu akhirnya Reza menghabiskan semua makanannya.
"Cepatlah apa yang sebenarnya ingin kau bicarakan?" tanya Sintia yang sebenarnya sudah malas berada di tempat itu dengan pria yang sangat membosankan itu.
"Aku akan segera mengabulkan keinginanmu. Dan aku akan segera mengurus semuanya agar cepat selesai," ujar Reza yang terlihat begitu berat.
"Benarkah? Kenapa tidak sejak dulu kamu melakukan ini," tanya Sintia yang begitu bahagia mendengar kabar ini.
"Maafkan Aku Sintia, saat itu aku begitu banyak pertimbangan," jawab Reza.
"Ya sudah jika hanya ini yang ingin kamu bicarakan. Sampai ketemu nanti di persidangan," ujar Sintia yang segera bergegas pergi meninggalkan Reza.
Reza yang melihat Sintia, hanya bisa membiarkan dia pergi.
"Maafkan aku pah, Maafkan aku karena aku tidak bisa memenuhi janjimu. Tapi aku akan tetap menjaganya dari kejauhan," gumam batin Reza.
Sementara ditempat lain, Arin masih memikirkan kejadian semalam. Arin merasa takut jika hal itu akan terulang kembali. Sebenarnya Arin juga sangat menyukai Reza, akan tetapi Arin tidak mau jika harus melakukan hal itu diluar nikah.
"Aku takut jika harus bertemu lagi dengan kak Reza," gumam batin Sein. Sejak semalam Arin tidak bisa tidur karena memikirkan hal itu. Arin masih takut, rasanya bertemu Reza saja Arin tidak sanggup.
Pagi mulai menjelang, Arin harus segera bersiap pergi bekerja. Meski hari ini Arin merasa begitu malas, tapi ia harus tetap pergi bekerja karena sudah beberapa hari meminta izin karena tidak enak badan. Saat dalam perjalanan langkah Arin tiba-tiba terhenti karena seseorang yang menghalangi jalannya.
"Arin tunggu, tolong maafkan kekhilafan kakak," ujar Reza yang memarkirkan motornya didepan Arin.
"Sudahlah kak, Aku tidak mau bertemu dengan kakak lagi!" pekik Arin yang bergegas pergi meninggalkan Reza.
"Tunggu Arin, kakak mohon. Maafkan kakak," ujar Reza lagi yang meraih tangan Arin.
"Oke kalau begitu. Aku akan memaafkan kakak asal kakak janji tidak akan pernah menyentuhku lagi!" pekik Arin.
"Baik-baik kakak janji," jawab Reza yang mengangkat tangannya membentuk huruf v sebagai tanda janji.
"Ya sudah kalau begitu biarkan aku lewat," pamit Arin yang segera melangkahkan kakinya lagi.
"Eh iya maaf, apa perlu kakak antar?" tawar Reza.
"Tidak usah!" teriak Arin yang sudah melangkahkan kakinya beberapa senti dari Reza.
Reza hanya tersenyum saat Arin menolak untuk tidak mengantarkannya. Reza akhirnya lega karena kini ia akan menceraikan Sintia dan akhirnya Arin mau memaafkan Reza kembali. Setelah semua beres Reza pun segera bersiap pergi ke kantor untuk mulai bekerja.
Sedangkan dalam perjalanan Arin masih memikirkan tentang keputusannya untuk memaafkan Reza.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments