Nathan menuju sebuah gubuk tak jauh dari sungai itu. Nayla setia mengikuti dibelakangnya.
"Loe mau ngapain ngajak gue kesini..?? " Nayla mulai was was.
Keadaan sekitar sepi tak ada orang. Hanya tanaman jagung manis yang mulai tumbuh tinggi.
"Ya kali aku mau perkosa kamu...!! " ceplos Nathan tak menyadari Nayla mulai ketakutan.
Bagaimana tidak, gubuk itu berdinding di sisi kanan kiri dan belakang.
" Nih... kamu pakai ini aja dulu..!! " Nathan menyodorkan sarung dan kaos berwarna dongker.
"Punya siapa ini ?? "
"Punyaku. Aku selalu menyimpan baju dan sarung digubuk ini buat jaga - jaga. Kamu pakai itu aja dulu sampai rumah paman. Aku nggak mau orang lain menikmati nuasa 'tembus pandang'mu itu"
"Nggak usah diulang - ulang" sewot Nayla.
Nathan tersenyum senang.
"Bagaimana caraku ganti baju..?? "
Nathan mendecih.
"Sini aku gantiin...! Udah gede kok nggak bisa ganti baju sendiri...!! "
"Ihhh... pikiran loe itu emang MESUUUM..!! "
Nathan tertawa terbahak melihat Nayla sewot.
"Aku akan berjaga disini. Kamu ganti aja... " Nathan membalikkan badan membelakangi gubuk.
"Awaaas....!! Jangan ngintip...!! "
"Aku sudah melihat tanpa ngitip...!! "
Nayla mendelik dongkol.
"Dalemanmu dilepas aja, kalau nggak itu akan nyeplak...!! " ingat Nathan.
Wajah Nayla memanas mendengar ucapan Nathan.
Cowok ini bener - bener .....!!, gerutu Nayla membatin.
Tapi mau tak mau Nayla menuruti kata Nathan. Sesaat hening diantara keduanya. Nayla sibuk memakai sarung. Tak lama dia sudah selesai berganti pakaian.
" Nathann, sudahhh !" ucap Nayla.
Terasa aneh di telinga Nathan Itu seperti rengekan manja. Nathan mengerjab. Tersadar dan membalik badan.
" Baju basahmu masukin sini "
Nathan memberi kantong plastik untuk membawa baju Nayla yang basah.
Nayla menerimanya dan memasukkan bajunya. Nathan mendadak tak berkedip menatap Nayla.
" Hisss... Kenapa? " Nayla langsung menutup area dadanya.
" Ahhh, enggakk ! " Nathan seolah keracunan dengan pemandangan di depannya. Kaos Nathan yang tebel seolah tak bisa menutupi tubuh Nayla.
" Ihhhhss....! Enggak apaaa ? Pandangan loe kayak mau nelanjangin gue tahuu nggakkk ! "
Nathan membulatkan mata.
" Aku cuma mandang doang ! Nggak ku telanjangi beneran ! " Nathan mencoba tak emosi pada gadis yang sangat manis di hadapannya itu.
Beratnya sekitar 43 kiloan, tinggi 150 centinan dan rambut lurus sebahu. Umurnya tentu Nanthan bisa menebak, ia pasti lebih muda dari dirinya.
Nathan kembali mengerjab dan menghilangkan pikiran aneh di kepalanya.
" Tuhhh ... kamu bengong ! Otak loe mikir mesum kan ? " tunjuk Nayla.
" Bukaaannn ! "
" Terus apaaaa ?? "
" Kurasa aku jatuh cinta ! " ucap Nathan tanpa sadar.
" Sama siapaaa ? "
" Sama kamu laaahhh ! " sewot Nathan.
" Kita nggak saling kenal boy ! Bagaimana bisa jatuh cinta sembarangan gituu ? "
" Cinta pada pandangan pertama ! " kilah Nathan.
" Bulsyiiiiitt boy "
" Ahhhh udahlah, ayo kita pulang !" Nathan tak mau berdebat lagi.
Ia pun kemudian mengantar Nayla dengan menaiki sepeda yang dibawanya tadi. Sialnya sepanjang jalan, kebetulan banyak warga. Alhasil, mereka berdua justru jadi pusat perhatian. Warga memperhatikan mereka berdua seraya bisik - bisik. Apalagi gadis - gadis muda pengemar Nathan yang tengah nongkrong menikmati cuaca sore. Wajah - wajah cemburu mulai tampil. Nathan tak peduli. Sudah pasti CCTV kampung ini akan segera tayang episode barunya.
*****
Nayla turun dari boncengan sepeda Nathan. Sejak tadi ia menenggelamkan wajahnya dipinggang Nathan karena malu dengan warga kampung yang terus memperhatikannya. Nathan mengerti dan membiarkan Nayla sampai akhirnya tiba di rumah paman Waslan.
"Terima kasih Nathan...!! " ucap Nayla.
"Sama - sama...! Masuklah dan ganti bajumu. Tapi jangan pakai seperti tadi " ucap Nathan bernada mengancam namun terdengar lembut.
"Ngatur gue mulu sih loe...! " Nayla malah judes.
"Biariin...! " balas Nathan.
Nayla mendengus kesal seraya meninggalkan Nathan di halaman. Terlihat sangat lucu di mata Nathan. Nathan
hanya tersenyum kedua kalinya dicuekin begitu saja. Ia bergegas pulang.
***
"Kebakaraaan.... kebakaraan....!! " samar - samar telinga Nathan mendengar riuh orang berteriak. Mata Nathan terasa berat untuk terbuka. Pasalnya ia baru memejamkan mata karena bergadang bersama teman - temannya di kampung ini.
Dogggg..... doggg....doggg...
Nathan melonjak kaget mendengar pintu kamarnya digedor seseorang. Bunyinya bukan tok tok lagi. Entahlah, si Nini membangunkan Nathan dengan apa ? Sepertinya dengan sendal.
"Than... Nathan...!! Banguun... ada kebakaraaan....!! nini wasni berteriak lantang didepan pintu kamar Nathan.
Perempuan paruh baya itu emang jago sekali kala berteriak. Sepertinya semangatnya mengusir burung pipit di sawah di bawa sampai rumah.
Nathan tergesa membuka pintu. Setengah sadar.
" Apaa yang kebakaraan...??? "
"Rumah Waslan...!!! "
"Apaaaaaa???? " Nathan panik. Ia sadar sepenuhnya.
Ia menoleh ke jam dinding ruang tamu. Jam menunjukkan pukul 04 : 30 wib.
Tanpa pikir panjang Nathan berlari secepat kilat ke rumah paman Waslan yang hanya berjarak beberapa puluh meter dari rumah aki nya. Ia bahkan tidak peduli penampilannya yang hanya mengenakan celana rap warna cream dan kaos singlet. Nini Wasni pun segera menyusul Nathan. Sedang Aki Rustam sudah lebih dulu ke tempat Waslan.
Sampai di rumah paman Waslan ternyata sudah penuh warga yang berjibaku memadamkan api. Pikiran Nathan tertuju pada Nayla. Ia mengedarkan pandangan mencari sosok gadis itu. Ia melihat Nayla tengah terisak memeluk tas coklatnya sambil berangkulan dengan Bi Darti. Ada perasaan lega menyelimuti hati Nathan mengetahui gadis manis itu baik - baik saja.
Sesaat kemudian, ia melihat paman Waslan dan Aki nya tengah berjuang memadamkan api di bantu warga. Isman, Asep, Dodit, dan Aman menyeret selang pompa air yang tengah dipakai warga untuk mengairi kebun. Nathan segera bergabung, membantu teman - temannya yang berjibaku memadamkan api. Tiba - tiba terdengar ledakan keras dari dalam rumah paman Waslan yang membuat mereka semua kaget. Kobaran besar kembali muncul. Nathan dan teman - temannya yang sempat syok akibat ledakan tabung gas itu kembali meraih selang air. Mereka bergotong royong dibantu warga yang lain.
Akhirnya setelah berjibaku selama hampir 1, 5 jam api berhasil padam. Paman Waslan terduduk lemas melihat rumahnya ludes di lalap si jago merah. Ia ditemani aki Rustam. Istri paman Waslan pun hanya bisa menangis. Ia tampak dikerubungi ibu - ibu warga yang berusaha menenangkannya. Nathan menyuruh teman - temannya untuk tetap melakukan pendinginan dengan selang air mereka. Cuaca pagi mulai cerah. Warga masih tetap berkumpul dan mulai duduk istirahat.
Nathan menoleh ke arah Nayla. Gadis itu duduk di samping nini Wasni yang mengusap - usap pundaknya. Ia juga tampak menangis.
Nathan berjalan mendekati mereka. Ia pun berjongkok di depan Nayla.
" Nay... kamu baik - baik saja ?? " tanya Nathan mengusap lembut kepala Nayla.
Nayla menengadah mendengar sapaan lembut itu. Menatap cowok tampan yang baru ditemui hitungan hari ini. Refleks, Nayla memeluk Nathan. Nathan terkejut. Demikian Nini Wasni, ia hanya menatap mereka berdua. Tak mengerti. Nathan mengusap punggung Nayla.
"Tidaak apa - apa...! Semua baik - baik saja. Kamu tidak terluka kan? " suara Nathan terdengar sangat lembut meski jantungnya berdebar - debar.
"Iya, aku baik - baik saja...!" kali ini suara Nayla pun pelan. Tidak judes seperti biasa.
"Syukurlah...!!! " Nathan merasa lega.
" Maaaaf....!! "
" Untuk apaa?? "Nathan mengenyitkan dahi.
" Sarung dan bajumu mungkin juga terbakar...!! "
Nathan tersenyum.
" Tak apa...! Aku masih punya banyakk...!! bisik Nathan, " tapi sebaiknya kita lanjutkan pelukannya ditempat lain saja, disini banyak orang...!! " lanjut Nathan malah menggoda.
Nayla kaget dan langsung melepas pelukannya. Ia menghapus air matanya. Benar saja, ternyata hampir semua warga memperhatikan mereka. Nayla tertunduk malu. Pasalnya banyak gadis anak warga yang iri melihat mereka. Apalagi mereka belum pernah melihat Nayla sebelumnya. Terlebih lagi anaknya pak lurah, si Putri Ratu itu. Ia tampak sangat tidak senang. Berkali - kali mendekati Nathan namun nihil. Bahkan itu pun sudah menjadi rahasia umum kalau anak pak lurah itu menyukai Nathan. Hanya saja Nathan tidak pernah meladeninya. Nathan mendengar bisik - bisik ibu - ibu warga kampung.
"Jangan - jangan itu calon istrinya mas Nathan.... "
" Iya kayaknya, cantik sih...! "
"Itu ponakannya Waslan dari Jakarta... "
"Iya, denger - denger kemarin dateng juga berdua sama mas Nathan. "
Nathan tak peduli. Sesaat Nathan menoleh pada nini nya.
Tumben, ini ga seheboh biasanya, gumam Nathan.
" Nini kenapa??? "
"Nini kira kamu ga suka dipeluk cewek...?? " Nini Wasni malah menggoda.
" Ini pelukan pertama Ni...! " sahut Nathan jujur.
Nayla yang mendengarnya langsung merasakan panas di wajahnya. Ia jadi salah tingkah. Nathan hanya tersenyum. Ia berdiri dan berjalan ke arah aki nya yang tengah berbincang dengan Pak Lurah, paman Waslan dan beberapa warga.
Tampak Aki Rustam tengah berdebat dengan Pak Lurah.
" Kenapa Ki ??? " tanya Nathan.
" Eh... mas Nathan...! " tegur Pak Lurah.
"Iya pak...! Ada apa ini...?? " Nathan mengulang pertanyaannya.
" Ini... Pak Lurah maunya Waslan tinggal dirumahnya. Tapi Aki tidak mau..! Karena Waslan itu sudah Aki anggap sebagai anak sendiri. Aki yang akan bertanggung jawab untuk semuanya...!! " sahut Aki.
" Saya tahu itu Ki...! Tapi saya juga lurah di sini merasa tanggung jawab atas musibah yang menimpa warganya...! "sahut Pak Lurah ngotot.
" Pokoknya tidak bisa...! Waslan sekeluarga tinggal sama saya...!! " Aki bersikeras.
Paman Waslan bingung.
" Gini aja Pak, Aki... tanyakan pada Waslan saja...! " usul seorang warga.
" Saya tinggal sama Aki saja Pak Lurah...!! Lagi pula, saya juga bekerja dengan Aki "Paman Waslan menengahi perdebatan mereka.
Aki Rustam menggangguk senang, sementara raut wajah Pak Lurah tampak kesal . Ia kemudian permisi pergi, tak lupa mengajak anak dan istrinya serta ajudannya.
" Kenapa kalian bersaing terus ? " gerutu Nathan pada Akinya.
" Aku tidak bersaing, dia saja yang tidak mau di saingi " sahut Aki.
" Udaahlah Ki. Biarin ajaaa ! " Pan Waslan mengusap punggung Aki.
Nathan mengaruk tekuknya bingung, sebenernya apa yang membuat Aki nya berseteru dengan Pak Lurah. Tapi Nathan enggan bertanya detail. Ia kemudian merangkul Paman Waslan seraya tersenyum. Paman Waslan membalas senyum cucu jurangannya itu seraya mengeratkan rangkulannya pada Nathan.
" Paman yang sabar ya, semua musibah ada hikmahnya. Anggap aja ini bukan rejeki paman...!! " Nathan menepuk pundak Paman Waslan.
" Masihh nyesek mas...! Itu rumah yang dibangun dengan jerih payah kami berdua...!! "sahut paman Waslan.
Memang Paman Waslan tidak punya anak. Ia hanya hidup berdua dengan istrinya yang juga sama - sama bekerja dengan Aki Rustam.
"Iya, aku tahu paman...!. Bersedihlah dan kecewalah untuk saat ini..Aku tidak memaksamu mengikhlaskan rumahmu yang ludes...! Kita bangun lagi nantiii "
Paman Rustam masih menatapnya bingung.
" Aku tidak punya uang lagi Mas ! " keluh Paman Waslan sendu.
" Membangunnya tidak pakai uang Paman, itu butuh material bangunan ! "
" Hiiih... Apaan kau ini ! Itu kan di beli pakai uang ! " Paman Waslan menepuk pundak Nathan kesal.
Nathan terkekeh.
" Baiklah, nanti kita barter saja uangnya ! " seloroh Nathan lagi.
" Apaaaa ? Apa yang mau di barter ? Itu beliii " hilang sudah sedihnya, kini berganti kesal.
" Hahaha....! Sudahlahh...ayo pulang ke rumah Aki...! "seret Nathan.
Nathan melihat Nini nya juga menggandeng Nayla dan Bi Darti pulang kerumah mereka. Bi Darti masih menangis dan terlihat syok. Aki Rustam sendiri masih memantau pendinginan rumah Waslan. Ia memberi pengarahan pada warga yang masih membantu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments