Flasback off.
Siang di jalan Raya kota. Seorang polisi muda berpakain
dinas PDL khusus, tengah mengatur jalannya lalu lintas yang mulai memadati ruas
jalan. Dia tidak mengindahkan panas matahari yang menyengat dan hampir membakar
kulit tubuhnya, demi menjalankan tugasnya sebagai petugas Polisi lalu lintas
saat itu.
Sesekali, polisi muda itu mengangkat tangannya dan melirik
angka jarum jam yang melilit pergelangan tangannya. Ia memastikan waktu tidak
lekang hanya karena tugas-tugas Negara, sementara membiarkan tugas pribadinya terabaikan
di rumah. Dia sudah punya jadwal khusus untuk hari itu.
Waktu terus mengantarkan matahari hampir naik dan menyejajari
pucuk kepalanya. Polisi muda itu kembali melirik jam di pergelangan tangannya.
“Sudah hampir ini…” Gumamnya seraya berjalan kearah koleganya di tempat yang
agak jauh darinya, yang bertugas juga sama dengannya saat itu.
“Kenapa, Fiq?” Tanya temannya yang melihat dirinya mengarah
kesana.
“Saya pulang dulu, Pak. Antar Renima cek kandungannya ke
rumah sakit.” Ucap polisi muda itu berpamitan kepada koleganya.
“Oke… Titip salam buat Reni, ya…” Sahut koleganya dengan
senang hati. Terlihat mereka telah saling akrab satu sama lain hingga ke
kehidupan pribadi sekalian.
“Baik, Pak… Terima kasih…” Ucapnya seraya memutar balik
tubuhnya untuk pergi.
“Eh eh… Fiq… Taufiq… Taufiq Haythom… Tungguuu” Panggil
koleganya lagi hingga membuatnya menghentikan langkah kakinya yang sudah mulai
jauh.
Dia yang dipanggili Taufiq tidak menyahut, hanya sekedar
menoleh dan sedikit membalikkan tubuhnya.
“Titip makanan untuk makan siang nanti, ya…” Seru kolega
Taufiq sambil cengengesan tanpa rasa dosa.
“Ok…” Sahut Taufiq sambil menunjukkan jemarinya yang telah
membentuk tanda setuju.
*****
Taufiq Haythom masuk ke dalam mobil pribadinya yang terparkir
tidak jauh dari tempatnya bertugas saat itu. Dia melajukan mobilnya dengan
kecepatan sedang menuju ke kediamannya.
“Ibuuu… Daddy pulaaaang…” Seru anak-anak kecil menyambut
kedatangan dirinya. Anak yang satu laki-laki. Dia berumur lima tahunan, dan yang
satu lagi perempuan. Dia berumur tiga tahunan.
Belum Taufiq melangkah masuk ke rumah, dua anak kecil itu
sudah bergelayut di kakinya.
“Samudra… Sunny… Kasihan Daddy, Nak. Daddy pasti capek,
Sayang…” Seorang perempuan dengan perut buncit datang menghampirinya.
“Tidak apa-apa, Ren… Biarkan mereka bermain bersamaku.” Ujar
Taufiq menengahi ucapan perempuan hamil yang dipanggilinya, Ren. Ya, Renima.
“Kamu sudah siap-siap?” Tanyanya ke pada Renima.
“Sudah, Kak…” Sahut Renima sembari mengangguk kecil.
“Ya sudah. Ayo kita berangkat…” Ajak Taufiq seraya
mengangkat tubuh-tubuh mungil Samudra dan Sunny ke gendongannya.
“Kak Taufiq tidak minum dulu?” Tanya Renima. Ia mengkerutkan
alisnya mendengar Taufiq yang terlihat terburu-buru.
“Tidak usah, Sayang… Kakak sudah minum air putih. Di mobil
ada…” Elaknya.
“Cuma air putih?”
“Itu sudah cukup, Sayang. Nanti kakak kekenyangan pula.
Sementara kakak ada janji makan siang sama Pak Zaif.” Ucap Taufiq.
“Benar?”
Taufiq mengangguk.
“Ya, sudah… Ayo kita berangkat, Kak…” Ajak Renima kemudian.
Taufiq dan Renima berangkat menuju ke rumah sakit untuk
melakukan cek kandungan. Kedua anak kecil yang memanggilinya Daddy pun juga
ikut bersama mereka.
Sebelum mereka menemui dokter, Samudra dan Sunny mereka
titipkan di tempat penitipan anak.
“Kamu gugup?” Tanya Taufiq ketika tidak sengaja melihat
ketegangan di wajah Renima.
“Sedikit, Kak. Tapi tidak apa. Ada Kak Taufiq di sisi,
Reni.” Sahut Renima sembari tersenyum.
“Iya… Kakak akan selalu ada untukmu, Sayang…” Ucap Taufiq
seraya meraih tangan Renima. Dia mengapit kedua tangan itu dengan tangannya,
memberi ketenangan dan kenyamanan untuk perempuan hamil di depannya.
“Terima kasih, Kak Taufiq… Renima sayang sama kakak…” Ungkap
Renima dengan mata berkaca-kaca.
“Kak Taufiq juga sayang sama Renima…” Balas Tufiq sembari
mengelus lembut bahu Renima.
Mereka pun masuk ke dalam
ruangan Dokter spesialis kandungan di rumah sakit itu dengan tangan yang masih
berpegangan satu sama lain.
“Bayi dalam kandungan Bunda Renima baik-baik saja. Dia cukup
sehat. Menurut prediksi, insya Allah seminggu lagi lahirannya.” Ungkap dokter
muda yang merupakan Nathan Tiger, calon suami Raniya.
“Alhamdulillah…” Ucap Renima dan Taufiq bersamaan. Renima
mengelus lembut perutnya yang buncit seakan membelai bayinya secara nyata.
Tampak kasih sayang yang tergambar jelas di wajahnya itu. Matanya berkaca-kaca
mendengar penjelasan Nathan mengenai kondisi bayi dalam perutnya saat itu.
“Pak Polisi ini suaminya Bunda Renima?” Renima dan Taufiq
saling pandang. Sejenak, mereka saling lempar senyum. Mereka kembali
berpegangan tangan di depan Nathan.
“Ah… Saya jadi iri…” Ucap Nathan berlagak malu. Renima dan
Taufiq terkekeh karenanya. “Istri dan anak Anda sehat, Pak. Syukurnya, proses
lahiran istri Bapak dua hari setelah pernikahan saya. Jadi, saya bisa bantu.
Insya Allah…” Ucap Nathan.
“Jadi dokter akan menikah?” Tanya Renima ikut senang
mendengar pengakuan Nathan yang tanpa ditanya.
Nathan mengangguk. Rasa bahagianya menjelang
detik-detik pernikahannya dengan Raniya,
membuat dia begitu ingin pamer akan pernikahannya itu.
“Wah… Selamat ya, Dok… Saya ikut bahagia mendengar kabar
kebahagiaannya dokter.” Ucap Renima dengan tulus.
“Terima kasih, Bunda Renima…” Sahut Nathan. “Saya kira,
Bunda Renima akan baik-baik saja sampai proses lahiran nanti. Asal Bunda Renima
bisa menjaga kandungan Bunda dengan hati-hati…” Ujar Nathan.
“Baik, Dok… Insya Allah saya akan menjaganya dengan baik.”
Sahut Renima. “Oh Ya, Dok… Walau saya tidak bisa hadir di pernikahan Dokter
nantinya. Tapi saya ingin ikut berbahagia untuk itu. Saya berdo’a untuk
kebahagiaan dokter, nantinya. Salam untuk calon istri dokter…”
“Terima kasih untuk do’a, Bunda Renima… Nanti saya sampaikan
salam Bunda untuk calon istriku itu.” Jawab Nathan terlihat senang.
“Sama-sama, Dok. Kalau gitu saya permisi, Dok…” Ucap Renima
berpamitan. Dia bangkit dari duduknya dengan dibantu oleh Taufiq.
“Sampai bertemu lagi di waktu lahiran nanti, Bunda…” Ucap
Nathan sembari menyalami Taufiq dan Renima bergantian.
“Insya Allah, Dok…” Sahut Renima seraya melangkah ke luar
ruangan. Dia dipapah oleh Taufiq dalam langkahnya.
Setelah kepergian Taufiq dan Renima dari ruangannya, Nathan
kembali mendapati pasien yang sudah mengantri di luar.
“Loh… Apa Ini?” Pasiennya memunguti sebuah foto tercecer di
lantai. “Cantik sekali… Ini istri dokter, ya?” Tanyanya Sembari menyodorkan
foto yang dipungutnya itu kepada Nathan.
Alis mata Nathan mengkerut. Matanya sedikit menyipit ketika
memerhatikan foto yang diterimanya itu. “Ini kan Bunda Renima tadi?” Ucap
Nathan terdengar berbisik.
“Benar ya, Dok? Itu foto istrinya?” Tanya pasien itu lagi
terlihat kepo.
“Bukan, Bund… Dia juga pasien saya. Baru saja keluar…” Sahut
Nathan begitu lembut.
“Owh… Begitu, Dok.”
“Iya, Bund… Besok, ketika saya bertemu lagi dengannya, saya
akan memberikan foto ini kepadanya.” Ujar Nathan. Dia meletakkan foto Renima ke
atas ponselnya yang tergeletak di meja kerjanya itu.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Bzaa
hadirrrrr aku tor....
2023-08-31
1
Herlina Maharani
masih meraba alur ceritanya,,, nathan, taufiq, renima,,, tiga nama di putaran hidup raniya...
2022-01-17
1
Rurifa
Alur ceritanya bikin bingung.
terlalu berbelit-belit
2021-12-22
1