"Kenapa aku bisa terkurung di tempat ini!" Alee masih mencari jalan untuk dirinya bisa keluar dari sebuah ruangan yang dia sendiri tak tahu bagaimana dirinya bisa masuk ke ruangan ini.
Tempatnya kumuh dan lembab. Banyak kardus-kardus kosong yang tidak terpakai dan juga beberapa perabotan rumah yang sudah rusak dan tak layak pakai.
Gudang. Hanya tempat itu yang bisa Alee simpulkan setelah melihat sekitarnya.
"Dimana ponselku?" tangannya memegang saku celana dan bajunya. Tidak ada. Sepertinya dia kehilangan ponselnya, tapi dimana?
Mata Alee masih beredar ke sekeliling mencari cara untuk bisa keluar dari tempat terkutuk itu.
Kruuukkk.
Bunyi perut Alee yang menandakan dirinya kelaparan.
"Berapa lama aku ada di sini, kenapa aku tidak ingat sekali," putus asa. Ia menjatuhkan dirinya di ats lantai kotor dan mulai mengingat kembali kejadian sebelum dirinya berada di tempat ini.
Alee berjalan keluar rumah dan mengunci pintunya dengan rapat. Tangannya memegang kunci mobil dan siap untuk membukanya.
Hari itu adalah hari pernikahannya dengan Aina yang sudah ia pacari begitu lama. Amat sangat semangat, karena dia sudah melabuhkan cinta terakhir nya pada wanita itu.
Gadis itu telah menemaninya di kala suka maupun duka. Di kala dia berada di atas maupun saat dirinya terjatuh seperti saat ini.
Dia menerima kelebihan maupun kekurangan Alee. Alee begitu mencintainya.
Teringat saat mereka masih menjalani kuliah bersama, mereka selalu meluangkan waktu untuk belajar bersama dan mengerjakan tugas bersama. Dan pada saat itulah benih-benih cinta timbul di antara keduanya.
Alee tiba-tiba tersadar dari lamunannya saat ia mendengar suara orang yang sedang berbincang di luar.
Segera ia beranjak berdiri dan berteriak minta tolong. Tangannya memukul-mukul pintu berusaha agar orang-orang itu mendengarnya.
"Tolong! Siapapun di luar tolong bukakan pintu!" teriaknya.
Kembali Alee memukul-mukul pintu hingga terdengar suara langkah orang mendekat.
Di luar ruangan.
Dua orang bapak-bapak mendekati pintu tersebut.
"Apa suara teriakan itu berasal dari sini?" tanya salah satu dari mereka pada rekannya.
"Sepertinya iya, tapi kenapa ada orang di dalam gudang ini?"
"Kita buka saja bagaimana?"
Rekannya mengangguk, kemudian mereka mendobrak pintu itu dengan tenaga mereka dan ...
"Astaghfirullah, kenapa anak muda ini ada di dalam sini?" kedua bapak itu segera menolong Alee yang sudah semakin lemas karena tenaganya ia gunakan untuk berteriak dan memukul pintu itu.
Mereka membawa Alee ke rumah salah satu warga yang tidak jauh dari gudang tersebut.
"Anak muda, bangunlah!" ucap seorang warga yang menolongnya. Ia memberi minum pada Alee yang mulai sedikit membuka matanya.
"Ini ada makanan dan minuman. Mungkin pemuda ini kelaparan!" seorang wanita mendekati mereka dengan membawa piring berisi makanan dan sebotol air mineral.
"Kenapa kau bisa ada di gudang itu?" tanya bapak-bapak pada Alee yang sudah sadarkan diri.
Alee hanya menggeleng. Konspirasi. Itulah satu kata yang di pikirkan dirinya saat ini. Entah siapa yang melakukan, yang pasti mereka sengaja melakukannya untuk menjauhkan dirinya dari pernikahannya sendiri.
Setelah mengisi perutnya dengan makanan dan minuman yang diberikan warga, kini dia bisa berdiri dan bersiap untuk kembali ke rumahnya setelah bertanya tentang dimana keberadaannya saat ini.
"Sial, jauh sekali!" umpat nya dalam hati.
Mau tidak mau dia harus meminjam ponsel dan menghubungi Aina, karena hanya nomor ponsel Aina yang ia ingat.
"Astaga, kau dimana Na? Kenapa ponselmu tidak aktif?"
Aina masih mengisi daya batreinya yang habis di dalam kamar. Terlintas dalam benaknya ingin mencuri pembicaraan antara Davian dan Metta yang saat ini berada di dalam ruang tamu, tapi sayang sebelumnya Davian berpesan.
"Jangan turun di saat aku sedang bicara dengan mamamu jika kau ingin semua beban lepas darimu!"
Itu pesan atau peringatan. Ingin rasanya Aina mengendap-endap mencuri dengar tentang apa yang mereka bicarakan, tapi entah kenapa hatinya tak menyetujuinya.
Apalagi yang diucapkan Davian tentang beban. Memangnya beban yang mana yang Davian tahu? Beban yang dibawa Aina terlalu banyak dan dia tidak pernah bercerita sama sekali pada Davian.
Jangankan bercerita, menyapa saja ia seakan enggan. Dia pasti berkonspirasi dengan mamanya, jika bukan konspirasi, kenapa pria mapan itu mau menikahi dirinya tanpa syarat.
Tapi melihat keseharian Davian, rasanya yang dipikirkannya tidak mungkin. Davian tahu agama, dan....
Davian membuka pintu kamar dan menerima sorot mata menyelidik dari Aina. Ia pun melangkahkan kakinya tanpa ragu mendekati istrinya.
"A-apa?" tanya Aina tergagap di atas tempat tidur.
"Kita akan pergi dari sini sekarang!"
Mulut Aina terbuka, akan tetapi susah bagi dirinya untuk mengeluarkan suaranya. Tak lama kemudian Dav berucap kembali.
"Mamamu mengizinkan kita bertemu dengan papamu, tapi tidak mengizinkan untuk membawanya."
Aina terdiam sejenak sebelum mengangguk.
Setidaknya diizinkan melihat papanya itu sudah sangat cukup bagi Aina, walau entah sampai kapan dia akan bisa melihat ayahnya lagi.
Setelah selesai bersiap, Aina dan Dav melangkah mendekati pintu kamar papanya yang didepannya sudah ada Metta dan perawat wanita khusus untuk papa Aina.
Metta mengulum senyumnya dengan begitu ramah namun penuh arti.
"Semoga papa akan bahagia melihatmu lagi, Na. Apalagi kau sudah menikah dengan pria mapan sekarang!"
Aina tidak menjawab. Dia lebih memilih segera masuk ke dalam dan menemui papanya. Disebelah papanya berdiri pria paruh baya yang tak lain adalah pamannya Aina, Firman.
Aina tersenyum sejenak pada Firman kemudian ia mendekati papanya yang terbaring tak berdaya. Wajahnya pucat, badannya kurus dan, bagi Aina sangat menyedihkan sekali.
Ia menangis di sebelah papanya dengan memegang tangan pucat pria itu, sesekali ia mencium tangan itu dengan penuh kasih sayang. Kasih sayang yang selalu ia berikan walau dengan jarak yang tidak dekat.
Iya, walau serumah, tapi Metta tidak pernah mengizinkan Aina ataupun Firman mengunjungi suaminya, hanya karena drama di depan Davian saja kini Metta meminta Firman dan Aina masuk ke dalam kamar Arman.
"Papa, Aina selalu berdoa untuk kesembuhan papa. Tidak apa-apa jika Aina jarang bertemu papa, tapi doa Aina selalu menemani papa setiap waktu dan setiap saat," Aina mengecup punggung tangan papanya." Aina pergi dulu. Sehat selalu pa!"
Tak bisa di tahan lagi, air mata Aina pecah dan ia tersedu-sedu di atas dada papanya. Ia memeluk erat pria yang membesarkannya itu hingga sebuah sentuhan di bahunya membuat dirinya melepas papanya.
Davian memegang bahu Aina dan mengajaknya pergi dari rumah itu.
Agil sudah menunggu di halaman depan. Davian sengaja meminta pria itu agar menjemputnya karena akan banyak urusan yang Agil lakukan setelah sampai di rumah baru Dav dan Aina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
ARSY ALFAZZA
mantap ❤️❤️❤️
2021-01-28
1
BELVA
kutunggu fedbacknya ka di novel
#gadis imut diantara dua raja
mksh ya
2021-01-23
1
wanita licik, apa yang kau inginkan sebenarnya
2021-01-23
0