Pas Foto

Semenjak tragedi belajar mengerikan bagi Dafa dan Nindi itu, kini Nindi tak mau lagi menemani Fani untuk belajar, dia lebih memilih menghabiskan liburnya untuk membantu orang tuanya berkebun. Alhasil Dafa yang harus extra sabar dan perlu mental yang kuat jika berhadapan dengan Fani.

Nindi yang biasanya mendapat libur selama satu bulan kini menjadi dua minggu, karena setelah itu dia disibukkan dengan kegiatan terkait pendaftaran calon peserta didik baru.

"Nin, mau kemana kamu dengan pakaian seperti itu?" tanya pak Aris yang merupakan ayah dari Nindi, Dafa, dan Fani. Dia menatap putrinya itu dengan tatapan heran, bagaimana tidak? Saat ini Nindi tengah mengenakan seragam SMP tanpa rok, celana pendek, dan rambut dikepang.

"Mau bikin pas foto Pak."

"Hah? Ke rumah Pak Karto? Mau apa kamu kesana hah? Mau ngajuin lowongan buat jadi istri ke sepuluhnya?" ucap pak Aris dengan emosi menggebu-gebu, sedangkan Nindi menepuk jidatnya, maklum saja, karena telinga ayahnya itu mengalami gangguan sehingga dia tidak bisa mendengar dengan jelas.

Ya Tuhan, maafkan hambamu ini karena berbicara keras kepada orang tua.

Nindi menarik nafas dalam-dalam lalu berteriak. "Nindi mau buat pas foto Pak!!" sontak hal itu membuat Pak Aris terkejut.

"Bocah gemblung! Kalau bicara sama orang tua itu yang sopan, kamu mau memperpendek umur Bapak?" ujar Pak Aris dengan mata yang melotot hingga hampir lepas dari tempatnya.

Namun bukannya takut, Nindi malah tertawa terpingkal-pingkal melihat ekspresi ayahnya yang menurutnya sangat lucu, apalagi dengan posisi berdiri sambil berkacak pinggang, perut membuncit bak bumil yang kandungannya yang sudah berusia 9 bulan, jidat mulus dan bersinar terang seperti bulan purnama, dan lebih parah lagi, pak Aris sedang memakai sarung dan tidak sadar jika sarungnya melorot, untung saja dia masih mengenakan celana pendek.

Dafa, Fani, dan Bu Nurhayati yang mendengar suara heboh dari ruang tengah pun menghampiri mereka berdua, saat sampai disana, ketiganya heran dengan dua manusia yang notabenya adalah ayah dan anak itu, namun beberapa menit kemudian mereka ikut tertawa. Seketika rumah itu mendadak heboh hanya karena 5 orang saja, para tetangga yang melintas di depan rumah mereka malah bergidik ngeri karena menganggap mereka kesurupan massal.

"Kalian kenapa tertawa?" tanya Pak Aris dengan wajah bingungnya, dia mengira kalau anak dan istrinya sedang menertawakan Nindi, tetapi apanya yang lucu? Baginya bukan lucu, yang ada malah aneh.

"Bapak coba liat diri bapak sendiri, udah kayak algojo yang pengen makan orang, hahaha," ucap Fani sambil tertawa. Pak Aris langsung melihat dirinya dari bawah, seketika dia terkejut ketika melihat sarungnya sudah tergeletak di kakinya, dengan cepat dia menarik sarungnya kembali.

"Ekhemm," dehem Pak Aris mencoba menetralkan malunya yang sudah menjalar sampai ke akar-akarnya, namun hasilnya nihil karena wajahnya sudah memerah, hingga membuat mereka kembali tertawa, ternyata memang sudah dari orang tuanya yang absurd, tentu saja cetakannya seperti itu.

Beberapa saat kemudian, suasana sudah kembali netral, Dafa, Fani, dan Bu Nurhayati sudah kembali melakukan tugasnya masing-masing, dan kini Nindi tengah bersiap untuk pergi ke salah satu warung sembako sekaligus melayani pembuatan pas foto, namun saat akan beranjak, tiba-tiba suara ayahnya menghentikan langkahnya.

"Nin, bisa tidak sebelum kamu pergi buat foto, bantuin Bapak nyari pakan sapi?"

Astatank, demi neptunus dan seluruh rakyat bikini bottom, ini bapak-bapak kok kagak ngerti amat yak, ya kali aku udah dandan cantik kece badai gini disuruh nyari pakan sapi.

"Tapi Pak, masa iya aku harus nyari pakan sapi? Rugi dong tadi aku dandan, nanti aja ya."

"Nanti ndasmu! Sapi itu lapernya sekarang bukan nanti, kalau mau nawar, sono sama sapinya langsung."

"Lahh, bapak waras? Yakali aku ngobrol sama sapi, terus kok bapak tau kalau sapinya laper sekarang? bapak bisa bahasa sapi ya?"

Nindi langsung mendapat sentilan di jidatnya karena perkataannya barusan. "Kurang asem kamu bilang bapak bisa bahasa sapi, udah jangan banyak protes, pokoknya sekarang kamu panjat pohon jati yang ada di depan rumah, setelah itu baru boleh buat foto, nanti bapak kasi uang dua ribu."

"Ck, dua ribu bisa buat beli apa? Kalau mau ngasi duit, minimal lima puluh ribu, baru bener Pak."

"Ngeluh mulu, kapan bersyukurnya?"

"Hmmm iya Pak iya."

Akhirnya setelah perdebatan panjang itu, Nindi pun mengiyakan permintaan ayahnya itu, sepanjang memanjat, dia terus menggerutu kesal, sedangkan Dafa dan Fani sedang tertawa cekikikan melihat ekspresi Nindi, kenapa Pak Aris tidak menyuruh Dafa? Tentu saja karena Dafa selalu pintar dalam membuat alasan dan selalu ingin membuat adiknya itu kesal, dia beralasan kalau dia masih membantu Fani belajar.

JANGAN LUPA LIKE & KOMEN🤗

TAMBAHKAN KE FAVORIT JUGA KALAU KALIAN SUKA DENGAN CERITANYA😘😘

Terpopuler

Comments

re

re

Ayah sama anak sama sama kocak

2021-04-12

3

Hana

Hana

Sapi itu lapernya sekarang bukan nanti😭 kasian nin, sapinya

2021-03-30

1

Xshisy

Xshisy

Aku hadir kembali 4 like awal

2021-03-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!