Syakir

Sore itu, ustad Rasyid serta ustadzah Yasmin sudah menunggu Syakir dimobil untuk mengantarkan Syakir ke Jakarta. Riziq pun ikut mengantar. Sementara mobilnya ustad Usman, sudah ada Fadil, ustad Soleh dan Nisa istrinya ustad Usman.

Silmi dan Anum sudah melambai lambaikan tangannya melepas kepergian kakak kakaknya.

"Hati hati ka Fadil" ucap Silmi.

"Mimi sayang jangan lupa sering hubungi kakak ya" pinta Fadil.

" Jangan panggil aku Mimi ka, tapi panggil aku Sisil"

"Hadeuuuh"

Anum pun sudah melambai lambaikan tangannya pada Syakir. Mereka bersedih seolah kakak kakaknya itu akan berpisah lama dengannya, padahal Syakir dan Fadil berencana pulang satu Minggu sekali.

Setelah kepergian dua mobil itu menghilang, Kedua perempuan itu langsung berjingkrak jingkrak.

"Horeee horeeee"

Anum dan Silmi pun merasa senang dengan kepergian kakaknya, karna mereka merasa tak punya saingan untuk bermanja manja pada orang tua mereka.

Saat mau keluar gerbang, dilihatnya Adam dan Hawa (17 tahun) sodara kembar, sekaligus sepupu dari Syakir dan Fadil melambai lambaikan tangannya.

"Hati hati ka Syakir ka Fadil"

Syakir pun tersenyum sambil melambaikan tangannya.

"Waah ka Adam, sekarang kau tidak punya saingan untuk bilang kalau kau tampan, ka Syakir sudah pergi" ucap Hawa.

"Pada kenyataannya ka Adam cuma manis doang Hawa" ucap Adam pasrah.

"Sabar ya ka, yang penting kau tidak dikerumuni semut"

Sesampainya Mereka di Jakarta. Gedung gedung bertingkat pun sudah terlewati.

"Masih jauh hotelnya?" tanya Nisa. Semua nampak mengernyit.

"Kenapa kau tiba tiba menanyakan hotel?" tanya ustad Usman.

"Memangnya mas Usman mau menyuruh anak kita tinggal dimana?" tanya balik Nisa.

"Di kosan"

Nisa sedikit menganga.

"Mas, ko anak anak di suruh tinggal di kosan sih, kenapa gak disewain rumah saja"

"Biar mereka itu mandiri, mereka kesini itu mau belajar bukan mau liburan" jawab ustad Usman. Nisa pun terdiam pasrah.

Sesampainya di kosan, mobil pun masuk pefkarangan. Plang di depan sudah tertulis kosan putra. Satu persatu mereka turun dari mobil. Kosannya hanya sederhana, tidak beda dengan asrama di pesantren. Masjid pun sangat dekat dengan kosan itu, tinggal berjalan 5 menit juga sampai, lalu menyebrang jalan.

Ustad Soleh pun sudah menemui pemilik kosan dan membayar untuk beberapa bulan kedepan.

"Sudah beres ayo kita masuk, kebetulan kamarnya tinggal satu, kalian bisa satu kamar berdua" ucap ustad Soleh.

"Untung aku biasa tinggal di asrama, jadi sudah biasa tidur beramai ramai dan gak akan dikira buah buahan ( jeruk makan jeruk)" ucap Fadil.

Mereka pun masuk ke kamar itu. Dilihatnya tempat tidurnya ada 2 meskipun sedikit kecil

"Waaah keren tempat tidurnya mungil dan lucu, bisa bisa tiap malam aku jatuh kebawah nih gara gara sering berguling guling gak sadar" ucap Fadil.

Ustadzah Yasmin dan Nisa pun membantu membereskan pakaian Fadil dan Syakir dan dimasukannya kedalam lemari.

Setelah mengobrol ngobrol, mereka pun pamit untuk kembali ke pesantren.

Ustadzah Yasmin sudah memeluk putranya, begitupun dengan Nisa yang kini memeluk Fadil.

"Umi pasti akan merindukanmu" ucap Nisa sambil menangis.

"Nis kau tidak usah lebay, Fadil pasti setiap libur pulang ke pesantren" gerutu ustad Usman.

"Syakir, Fadil om pulang dulu ya, belajar yang bener di sini. Jangan berbuat yang aneh aneh" pinta Riziq. Syakir dan Fadil pun mengangguk. Ustad Usman pun sudah memeluk putranya.

"Jadilah laki laki Sholeh yang membanggakan orang tuamu ini" ucap ustad Usman.

Ustad Rasyid pun sudah memeluk Syakir.

"Baik baik ya disini, klau ada apa apa hubungi kami" ucap ustad Rasyid. Syakir pun mengangguk.

"Ayo kita pulang. Oh iya Syakir, Fadil, hati hati ya, ini Jakarta berbeda dengan lingkungan pesantren. Kondisikan mata kalian, kulihat disebelah itu adalah kosan putri. Jadi hati hati. Dan kalau ada apa apa kalian bisa hubungi pak Akbar ayahnya Anisa. Kebetulan kantornya bertugas tidak jauh dari sini" ustad Soleh mengingatkan. Syakir dan Fadil pun mengangguk.

"Kita pamit, asalamualaikum"

"Waalaikum salam, hati hati"

Syakir dan Fadil pun menatap kepergian keluarga mereka.

Sore pun tiba. Setelah beristirahat karna kelelahan dalam perjalanan, mereka pun hendak keluar asrama, ingin berkeliling daerah itu, sekalian ingin mencari masjid untuk shalat ashar. Motor bebek pun akan dikirim besok untuk pergi ke kampus.

Syakir sudah menggunakan sarung, baju Koko berlengan pendek, kopeah serta sorbannya yang selalu ada di pundaknya.

"Fadil ayo buruan, sudah terdengar suara azan" ucap Syakir.

"Bentar"

Mereka berdua pun berjalan bersama menuju mesjid, 5 menit pun sudah sampai, namun mereka harus menyebrang jalan, karna masjid ada di sebrang. Jalanan pun nampak ramai berlalu lalang kendaraan. Mengerjakan shalat ashar disana. Setelah selesai mereka pun keluar masjid. Baru saja menyebrang jalan, dilihatnya sorban Syakir tidak ada di pundaknya.

"Astaghfirullah, sepertinya sorbanku terjatuh di masjid. Dil, kau pulang saja duluan, aku mau kembali ke masjid" ucap Syakir.

"Tapi aku takut tersesat pulang sendirian" ucap Fadil hingga Syakir mengernyit.

"Bercanda Syakir, wajahmu tidak usah berekspresi seperti itu, berkeliling Kairo saja aku tidak tersesat, mana mungkin aku tersesat antara kosan sama masjid yang jaraknya cuma memakan waktu 5 menit" tutur Fadil. Syakir pun menyebrang kembali untuk mencari sorbannya, dilihatnya sorban itu terjatuh di karpet masjid.

Syakir kembali menyebrang untuk kembali ke kosan. Iya berjalan santai sambil melihat lihat sekeliling lingkungan yang nampak asing baginya. Saat hampir sampai di depan gerbang kosan, tiba tiba.

BRUUUGH.

Syakir bertabrakan dengan seorang wanita yang tidak lain adalah Juwita. Mereka sama sama terjatuh dan terduduk dijalan.

"Astaghfirullah maaf" ucap Syakir.

Juwita pun mengaduh. Syakir pun membantunya bangun tanpa harus bersentuhan kulit, rambut Juwita pun sedikit berurai.

"Maaf, aku tidak sengaja menabrak mu" ucap Syakir. Juwita pun membenarkan rambutnya lalu menatap Syakir, entah kenapa ada sesuatu yang berbeda dengan wajahnya Syakir.

"Cahaya itu..."

Juwita terus menatap laki laki yang ada dihadapannya itu hingga Syakir sedikit tak suka.

"Ehem, tundukan pandanganmu. Kurang baik jika kau menatap laki laki dengan tatapan seperti itu" ucap Syakir. Juwita pun tersenyum lalu sedikit menundukan wajahnya.

"Maaf" ucap Juwita.

Syakir melihat ada goresan luka dilututnya Juwita akibat terjatuh tadi. Kebetulan Juwita menggunakan dress selutut.

"Lututmu terluka, lain kali pakailah pakaian yang menutupi auratmu" ucap Syakir. Juwita hanya mengangguk.

"Sekali lagi aku minta maaf telah menabrak mu. Asalamualaikum" Syakir pun pamit, namun Juwita hanya diam saja sambil menatap Syakir, hingga Syakir sedikit memicingkan matanya karna Juwita tidak menjawab salamnya.

"Asalamualaikum"

Syakir mengulang kembali salamnya. Juwita tersenyum dan kembali mengangguk. Syakir langsung mengernyitkan keningnya, merasa aneh karna lagi lagi Juwita tidak menjawab salamnya. Juwita pun mengerti akan tatapannya Syakir.

"Aku non muslim" ucap Juwita. Barulah disitu Syakir terdiam dan mengerti kenapa Juwita tidak menjawab salamnya, Juwita hanya menjawab dengan senyuman. Syakir pun melangkah mundur untuk pergi, iya tidak mau berlama lama berdua dengan seorang perempuan yang bukan mahramnya. Baru saja beberapa langkah, Juwita pun berteriak.

"Siapa namamu?"

Syakir pun menengokan wajahnya.

"SYAKIR"

Juwita pun tersenyum.

"Syakir"

Terpopuler

Comments

Nurul Azkiyah

Nurul Azkiyah

titisan Ustadz Usman bgt ini😁😂😂😂😂

2022-03-02

1

Av-Av

Av-Av

yuhuuuuu di awal baca udah bikin terbahak bahak

2021-09-18

1

mieya723

mieya723

Jodohku tetangga kos ku 😁😁

2021-08-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!