Ghina bisa kita bertemu besok?
Akibat pesan yang masuk ke ponselnya pagi ini Ghina benar-benar tidak bisa fokus pada pekerjaannya bahkan Louis sampai berkali-kali menegurnya karena ketika ditanya dia hanya diam. Kesal sekali rasanya ketika Alden tiba-tiba mengirim pesan untuk mengajaknya bertemu yang dengan bodohnya malah Ghina setujui untuk bertemu ketika makan siang di restoran dekat kantor.
Sayangnya itu keputusan salah karena sampai sekarang Ghina tidak tenang, dia takut dan bingung harus melakukan atau mengatakan apa ketika nanti bertemu dengan Alden. Sungguh Ghina pikir semuanya sudah selesai dengan kepergian Alden begitu saja, tapi pria itu malah kembali dan dia malah mau untuk bertemu.
Astaga Ghina harus apa?!
Sebenarnya dia enggan, tapi Ghina rasa masih ada hal yang harus dibicarakan dan selesaikan dengan Alden. Baiklah Ghina kamu sudah buat keputusan maka hadapilah dan temui Alden ketika makan siang.
"Hello Ghina? Apa saya ini makhluk halus yang tidak bisa kamu dengar?"
Suara atasannya itu kembali membuat Ghina tersentak dan langsung menatapnya lalu menunduk untuk minta maaf.
"Maaf Pak saya kurang fokus." Kata Ghina pelan
"Ada masalah?" Tanya Louis
"Tidak tidak aku... hanya kurang tidur saja." Kata Ghina beralasan
"Kurang tidur? Apa kamu tidak langsung tidur setelah pulang?" Tanya Louis
"Hm tidak ada hal lain yang harus saya lakukan tadi malam." Kata Ghina
Louis mengangguk paham dan tidak bertanya lebih jauh lagi karena tau itu sesuatu yang bersifat pribadi.
"Baiklah, tadi saya bertanya ada jadwal apa setelah makan siang?" Tanya Louis
Mendengar hal itu Ghina langsung menjawab.
"Ada pertemuan dengan Pak Diego setelah makan siang." Kata Ghina
"Dimana?"
"Disini Pak diruang kerja anda." Kata Ghina
"Okay setelahnya?" Tanya Louis lagi
"Setelahnya tidak ada jadwal apapun lagi anda minta saya untuk memindahkan dua jadwal setelahnya untuk besok." Kata Ghina
"Benarkah?"
"Iya tadi anda bilang sendiri." Kata Ghina
"Iya benar saya butuh sedikit istirahat." Kata Louis
Ghina mengangguk faham lalu kembali fokus pada laptopnya, tapi sesaat setelahnya dia menatap Louis lagi untuk mengatakan sesuatu.
"Pak saya ingin minta izin..."
"Izin apa?" Tanya Louis
"Nanti makan siang saya akan keluar bersama teman saya..."
"Lalu?"
"Saya hanya takut kembali ke kantor sedikit terlambat makanya saya ingin minta izin." Kata Ghina pelan
"It's okay saya kasih kamu waktu lima belas menit dari waktu makan siang berakhir." Kata Louis
"Baik Pak"
"Kenapa masih Pak? Kemarin kamu sudah memanggil nama saya." Kata Louis
"Kita lagi bekerja." Kata Ghina
"Kemarin malam juga lagi bekerja." Kata Louis
"Haruskah kita membahasnya? Saya akan memanggil nama jika kita di luar kantor atau di luar urusan pekerjaan." Kata Ghina dengan senyuman
"Okay sorry"
Ghina mengangguk singkat lalu kembali fokus pada pekerjaannya dan mengabaikan Louis yang sibuk menatapnya.
Saat ini Louis memegang sebuah pulpen dan mengetuk pelan benda itu berkali-kali ke meja dengan wajah yang terlihat sedang berpikir.
'Siapa yang akan Ghina temui? Tidak tidak kenapa aku penasaran? Ada apa dengan kamu Louis?'
Menggelengkan kepalanya dengan cepat Louis kembali menatap Ghina yang terlihat begitu fokus dengan layar laptopnya.
'Apa dia akan menemui mantan kekasihnya? Apa mereka akan menjalin kasih lagi? Hey Louis berhentilah berpikir yang macam-macam!'
Rasanya Louis sudah gila karena berpikir tentang Ghina, tapi dia sungguh penasaran.
'Apa mungkin pria itu akan meminta maaf lalu memohon agar Ghina kembali padanya? Apa Ghina akan menerimanya lagi? Bagaimana kalau iya? Agh sial! Kenapa kamu penasaran?!'
Kali ini Louis memukul pelan kepalanya dan secara kebetulan Ghina melihatnya, dia langsung menatap atasannya dengan bingung.
Apa pria itu sedang sakit kepala?
"Apa anda sakit kepala Pak?" Tanya Ghina
Mendongak dan menatap mata Ghina untuk sesaat Louis terdiam tidak memberikan jawaban apapun, tapi setelahnya dia berdeham pelan dan mengatakan kalau dia baik-baik saja.
"Tidak, aku sepertinya aku butuh segelas kopi." Kata Louis
"Kopi? Akan saya buatkan." Kata Ghina
Belum sempat Louis bicara Ghina sudah lebih dulu beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Louis yang sekarang menghela nafasnya kasar. Sebenarnya dia bersimpati pada Ghina karena cerita orang tuanya dan ketika ditanya pendapatnya kalau mereka ingin menjodohkan dia dengan Ghina, dia menjawab tidak masalah.
Jujur Louis tipe orang yang percaya kalau cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Sampai sekarang dia belum pernah berpacaran dengan siapapun hanya berteman saja, tapi bukan berarti dia tidak suka wanita karena demi Tuhan dia masih normal.
Dan tentang Ghina dia suka berada di dekatnya.
Ghina memiliki senyuman yang manis dengan mata yang menyipit setiap kali dia tersenyum dan Louis suka.
'Tunggu, dia masih penasaran, siapa yang akan Ghina temui?'
Kembali mengetuk pulpen yang ada di tangannya ke meja hingga berkali-kali Louis terlihat sedang berpikir keras.
"Apa perlu aku tanyakan saja pada Ghina langsung?" Tanya Louis pada dirinya sendiri
Sesaat setelah mengatakan hal itu suara Ghina terdengar dan membuat Louis refleks melemparkan pulpennya karena terkejut.
"Anda ingin bertanya apa Pak?" Tanya Ghina
Wanita itu tersenyum sambil berjalan mendekat dan meletakkan gelas kopi di meja atasannya.
"Jadi, ingin bertanya apa Pak?" Tanya Ghina
Louis diam sejenak sambil terus memandangi wajah Ghina untuk waktu yang cukup lama hingga akhirnya pertanyaan itu keluar.
"Kamu ingin menemui siapa?"
Raut wajah Ghina terlihat bingung juga terkejut, tapi Louis tidak peduli dia bisa mati penasaran kalau tidak bertanya.
"Seseorang yang pastinya tidak anda kenal"
Hanya itu saja jawaban yang Louis dapatkan, tapi belum cukup untuk menghilangkan rasa penasarannya.
¤¤¤
Undangan
Ternyata alasan Alden mengajaknya bertemu untuk memberikan undangan pertunangan pada Ghina dan sekarang Ghina terlihat sangat menyedihkan. Bibirnya membentuk sebuah senyuman, tapi matanya begitu sendu dia bahkan tidak berani untuk mendongak dan menatap mata Alden.
Rangkaian kenangan indah mereka muncul dan membuatnya sesak, tapi ketika kenangan malam itu datang Ghina merasa kalau ini yang terbaik. Mungkin Alden bukan untuknya mereka sempat bahagia bersama, tapi tidak untuk menua bersama.
Apa dia sangat menyedihkan?
Ghina menggigit bibir bawahnya pelan sambil menggenggam erat undangan yang ada ditangannya lalu memberanikan diri untuk menatap pria dihadapannya. Tatapan mata Alden dia tidak dapat membacanya, entah pria itu bahagia atau tidak, tapi kenyataan bahwa pria itu sudah akan bertunangan membuktikan bahwa dia baik-baik saja.
"Ghina aku..."
"Selamat Alden aku akan datang." Kata Ghina sambil berusaha untuk tersenyum
"Maafkan aku"
"Tidak papa kamu akan bertunangan sebentar lagi aku senang mendengarnya." Kata Ghina
Tanpa Ghina duga Alden meraih tangannya dan menggenggam dengan penuh kelembutan, sama seperti dulu tangan itu menggenggamnya.
"Aku mencintai kamu Ghina"
Perkataan itu membuat Ghina menatapnya dan dia melihat Alden yang terlihat bingung harus bicara apa padanya.
"Aku.. setelah nanti aku menikah aku akan menceraikan dia dan kembali pada kamu, jadi Ghina aku mohon tunggu...."
"Apa kamu sudah gila Alden?" Tanya Ghina
"Ghina aku mencintai kamu, tapi orang tuaku mereka..."
"Apa aku ini lelucon?" Tanya Ghina pelan
"Ghina..."
"Aku mencintai kamu, tapi Alden tidak begini kamu akan menyakiti hati yang lainnya dan aku tidak mau." Kata Ghina
"Ghina aku..."
"Kalau kamu memang mencintai aku seharusnya kamu memperjuangkan aku bukan malah menerima perjodohan itu." Kata Ghina pelan
"Ghina aku mohon... aku sangat mencintai kamu." Kata Alden
"Alden kamu yang minta untuk mengakhiri semuanya dan aku bilang iya, jadi semuanya sudah selesai hubungan diantara kita semua sudah selesai." Kata Ghina
"Tidak Ghina..."
"Aku akan datang ke pertunangan kalian dan mengucapkan selamat." Kata Ghina
Ghina menarik tangannya lalu menatap Alden dengan senyuman tipis yang dia bentuk dengan paksaan.
"Aku harus kembali ke kantor terima kasih undangannya." Kata Ghina
Setelah mengatakan hal itu Ghina bergegas pergi bahkan berlari kecil meninggalkan area restoran. Memberhentikan taxi Ghina segera masuk dan menyebutkan kantor tempat dia bekerja.
Selama perjalanan Ghina menatap undangan ditangannya dengan senyuman pilu lalu tanpa dia minta air mata mulai berjatuhan. Bukan hanya undangan atau fakta Alden akan bertunangan, tapi nama wanita yang tertera disana.
Alden dan Cessandra
Teman baiknya, nama teman baiknya tertera disana dan hal itu membuat Ghina mulai terisak sambil menutup mulutnya dengan tangannya sendiri.
Dia benci pada kenyataan bahwa dia masih mencintai Alden.
¤¤¤
Setelah memastikan penampilannya Ghina keluar dari kamar mandi dan pergi ke ruang kerjanya, masih ada pekerjaan yang harus dia lakukan. Berdiri lama di depan pintu Ghina menghela nafasnya panjang lalu masuk ke dalam.
Tadinya dia pikir akan ada rekan kerja atasannya yang datang untuk pertemuan, tapi ternyata salah hanya ada Louis di dalam. Begitu dia masuk Louis mendongak dan menatapnya sambil tersenyum membuat Ghina ikut tersenyum.
"Apa Pak Diego terlambat datang? Aku akan menel...."
"Dia memajukannya ketika makan siang tadi." Kata Louis
"Benarkah? Maaf saya tidak ada bersama anda ketika pertemuannya." Kata Ghina
"Tidak masalah sekarang aku kelaparan dan sudah memesan beberapa makan kemari temani aku makan." Kata Louis
"Eh tidak perlu." Kata Ghina
Sebenarnya Ghina cuku lapar karena tadi dia tidak makan siang, tapi lancang rasanya kalau makan bersama dengan atasannya di ruang kerjanya.
"Duduk dan makan saja saya lapar dan sudah memesan cukup banyak juga." Kata Louis
Terlihat ragu Ghina mengangguk singkat dan berjalan mendekat lalu duduk di dekat Louis.
"Besok jadwalku cukup padat kan? Aku sarankan agar kamu membawa makan dari rumah." Kata Louis
"Iya Pak"
"Louis, sekarang kita lagi makan bersama, jadi aku bukan atasan kamu melainkan teman kamu." Kata Louis
"Iya Louis"
Ghina tersenyum lalu menatap makanan dihadapannya, tapi dia malah kembali mengingat Alden.
'Ghina aku sudah belikan makanan kesukaan kamu, ayo makan bersamaku'
Menggigit bibir bawahnya pelan Ghina kembali ingin menangis dan dia tidak bisa menahannya lagi ketika Louis malah mengatakan sesuatu.
"Ayo makan bersamaku." Kata Louis
Air mata Ghina mulai berjatuhan dia terisak pelan sambil menutup wajahnya membuat Louis kebingungan sendiri.
"Ghina kenapa kamu menangis?"
Ghina malah semakin terisak membuat Louis refleks menariknya mendekat lalu membawa kepala Ghina untuk bersandar di bahunya.
Cukup lama Ghina menangis hingga ketika tidak lagi terdengar isak tangis Louis menoleh dan menatap Ghina masih ada genangan air mata disana.
"You look like a baby"
Sambil mengatakan hal itu Louis menghapus air mata Ghina dengan penuh kelembutan yang malah membuat Ghina kembali terisak.
"Hey malah menangis lagi, don't cry aku akan belikan ice cream nanti." Kata Louis
"Aku bukan anak kecil." Rengek Ghina
"Baiklah, jadi kamu tidak mau?" Tanya Louis
"Mau"
Louis tertawa sambil menghapus air matanya lagi lalu mengusap pipinya dengan penuh kelembutan.
"Berhenti menangis aku akan belikan ice cream nanti"
Ghina berdecak pelan lalu tertawa kecil ketika mendengarnya membuat Louis tersenyum.
"Kamu tetap cantik ketika menangis, tapi kamu berkali-kali lipat lebih cantik ketika kamu tersenyum"
¤¤¤
Jadi, Louis apa Alden???
Ayoo pilihh Ghina lebih cocok sama siapa kira-kiraaa😶
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Devi Moses
Louis
2022-01-18
0
Ca Niz
Sama Louise aja Gina...
2021-11-20
1
Risa Istifa
luis saja deh ... nanti kalau sama alden makin beribet antara beberapa hati 🤭🤭🤭
2021-07-13
3