Rayyan berkali-kali menanyakan kapan mereka akan sampai kepada sopirnya. “Sekitar lima belas menit lagi,” jawab Harun, sopir khusus yang telah melayani keluarga kerajaan selama lima belas tahun.
Keringat dingin mulai meluncur dari dahi Rayyan. Meskipun dia telah berlatih menjaga ekspresi wajahnya agar tak terlalu menunjukkan emosi, Rayyan tahu dia telah mencapai batasnya. Apa yang akan dia lakukan saat bertemu dengannya nanti? Apakah dia akan menolongnya? Apakah dia bisa menentang Jendral Thariq?
Sersan Sa’id mengatakan bahwa Jendral Thariq sudah mengetahui apa yang terjadi. Dia sudah berusaha untuk melindungi perempuan itu, tapi Jendral Thariq bersikeras bahwa perempuan itu bersalah karena menolong keluarga penghianat. “Jadi perempuan itu ....” Sa’id tak sanggup mengatakannya.
“Katakan Sersan!” desak Rayyan yang tak sabar di dalam mobil.
“Dia melakukan penyiksaan kepadanya. Maaf.”
Rayyan mengepalkan telapak tangannya sampai buku-buku jemarinya memutih. Imran yang duduk di bangku depan dapat mendengar dengan jelas suara Sa’id. Padahal dia tadi sudah memberikan instruksi jelas agar wanita itu tidak disakiti, tapi memang yang berkuasa di lapangan bukanlah Sa’id.
Akhirnya, mobil yang membawa Rayyan berhenti, tanpa menunggu sang ajudan turun dan membukakan pintu untuknya, Rayyan membuka pintu sendiri dan segera turun. Petugas di pintu sempat terkejut melihat Pangeran Rayyan. Mereka segera mengambil sikap hormat. Biasanya salah satu dari mereka akan mengumumkan kedatangan tamu penting sebelum tamu itu masuk ke gedung. Tapi Rayyan dan Imran tak memerlukannya, mereka buru-buru masuk ke ruangan yang diberitahukan oleh Sa’id.
Dua orang sipir yang berada di balik meja juga terlihat terkejut. Mereka berdiri dan memberi hormat.
“Antarkan kami ke sel wanita yang kalian tangkap tadi,” perintah Imran pada salah satu di antara mereka.
Petugas itu segera mengambil serangkaian kunci lalu berjalan mendahului Rayyan dan Imran. Dia sempat kebingungan ketika Pangeran Rayyan datang. Bukan peristiwa lazim yang bisa ia saksikan tiap hari, seorang keluarga istana menginjakkan kaki ke markas komando pasukan khusus.
Dia merasakan aura berbeda sewaktu melihat wajah Rayyan. Meskipun biasanya dia hanya bisa melihat wajahnya di televisi, tetapi di televisi dia melihat pangeran itu tampak murah senyum dan sering melakukan siaran langsung ketika ada peristiwa besar yang terjadi di kerajaan, sebagai perwakilan dari sang raja. Dia melihat sisi lain dari pangeran itu. Wajahnya terlihat bersemu dan kilat amarah tercermin pada bola matanya.
Rayyan tak perlu datang ke fasilitas itu kalau tidak ada masalah yang besar. Tiba-tiba petugas itu bertanya-tanya dalam hatinya apakah wanita yang ditangani Jendral Thariq adalah wanita yang sangat penting dan mengancam keamanan negerinya?
Wanita itu tak tampak berbahaya. Ia hanya memakai gamis sederhana seperti kebanyakan wanita di negerinya. Wajahnya tak terlihat jelas karena kerudungnya menutup sampai bagian depan wajahnya. Dan dia menunduk ketika dibawa oleh Sa’id.
Mereka sampai di lorong panjang berisi sel-sel dengan teralis besi sebagai pembatasnya. Lorong itu terlihat suram meskipun lampu-lampu yang terpasang menyala semua. Mungkin karena aura di dalamnya telah tercampur dengan orang-orang berdosa yang meninggal di sel-sel itu sebelumnya.
Rayyan melihat Sa’id terlihat berdiri tegak di depan sebuah sel. Saat Sa’id mengetahui Rayyan telah sampai, dia melakukan sikap hormat. Rayyan mengangguk dan Sa’id segera minggir dari sana agar sipir bisa membuka pintu sel itu.
Rayyan melihat seorang wanita yang duduk tertunduk. Wanita itu tak bereaksi, dia seperti tertidur di pojok sel yang dingin tanpa alas lantai atau alas tidur yang layak.
Rayyan melihat lantai keramik di sekitar wanita itu kotor. Rayyan mengamati noda-noda dari bawah wanita itu lalu sampai dekat sekali dengan kakinya. Rayyan mundur selangkah, sehingga Imran dan sipir yang mengikuti mereka juga terdesak mundur. Rayyan menunduk lalu menyentuh noda itu dengan ujung jarinya.
Darah!
Imran bisa melihat Rayyan tampak terkejut. Rayyan segera bangkit dan mendekati wanita itu. “Hei.” Rayyan memanggil dengan suara bariton yang cukup bisa didengar, karena sel-sel di sekitar mereka sangat sepi dan meskipun tak keras, suaranya bisa menggema di seluruh ruangan.
Wanita itu tampak diam. Kedua tangan wanita itu yang menumpu dahinya dapat terlihat oleh Imran dan Rayyan. Ada tiga bagian dari kain lengannya yang sobek. Rayyan tak pernah melihat sesuatu seperti itu tapi otaknya yang cerdas mampu menyimpulkan kalau darah yang terlihat dari kulit lengannya yang terbuka adalah hasil dari siksaan yang diberikan Jendral Thariq. Dadanya bergemuruh dengan hebat. Bagaimana dahsyatnya siksaan yang diterima wanita di hadapannya sampai-sampai percikan darahnya bisa sampai mengotori lantai di sekitarnya.
Imran mendekati wanita itu dan memeriksa punggungnya. Perubahan wajah Imran meskipun sangat kecil masih dapat diterima Rayyan. Ia segera mendekat dan menahan napasnya ketika melihat punggung wanita itu. Rayyan segera membuka kancing-kancing kemeja berwarna krem yang ia pakai. Kemeja yang sama yang ia pakai ketika berburu tadi. Rayyan tak sempat berganti baju karena buru-buru untuk bisa sampai di tempat itu.
Ketika orang yang melihat Rayyan tampak terkejut. Rayyan menutup bagian punggung wanita itu lalu menyentuh kepalanya agar wajahnya terlihat. Wanita itu terpejam dengan dahi yang tampak berkerut seperti menahan sakit yang tak terperi. Dada Rayyan bagai diremas-remas.
“Imran kita ke rumah sakit!” Rayyan segera menggendong wanita itu dan melangkah dengan terburu-buru.
Rayyan memangku wanita yang tak dikenalnya itu selama di mobil. Rayyan tak mampu berpikir bagaimana bisa wanita yang tampak lemah itu disiksa sedemikian hebatnya? Jendral Thariq! Dia harus membuat perhitungan padanya.
Rayyan bisa saja membawa wanita itu ke rumah sakit khusus istana agar tak membuat kehebohan, tapi ia melihat luka-luka wanita itu yang tampak terlalu parah sehingga ia meminta Imran membawa mereka ke rumah sakit terdekat. Imran selalu bisa diandalkan. Ia meminta agar wanita itu dirawat langsung di ruangan khusus dan kedatangan pangeran Rayyan dirahasiakan. Direktur rumah sakit segera membawa mereka ke pintu khusus agar tak terlihat oleh orang-orang.
Saat sampai di ruangan itu Rayyan menolak untuk meninggalkan wanita itu. Rayyan ingin melihat proses demi proses penanganan lukanya. Rayyan meminta semua dokter dan perawat yang menanganinya adalah perempuan.
Wanita itu dibaringkan tengkurap karena bagian punggungnya yang tampak terluka.
“Pelan-pelan!” bentaknya kepada seorang perawat yang tampak agak kasar membuka baju pasiennya. Biasanya para dokter atau perawat akan mengusir keluarga pasien agar membiarkan mereka menangani pasien dengan cepat dan tanpa intervensi dari mereka. Karena pasien tidak hanya satu saja.
Tapi, siapa yang berani mengusir sang pangeran?
Jadi mereka mereka melakukan penanganan lebih berhati-hati.
Rayyan menghitung luka cambukan yang dapat ia lihat, setiap luka yang ia temukan membuat hatinya seperti mendapat sayatan yang sama.
Rayyan bingung dengan keadaannya, bagaimana bisa orang asing yang tak ia kenal namanya, bahkan baru ia temui bisa memberikan perasaan sehebat ini padanya?
Siapa kamu?
Apa yang kamu lakukan padaku?
Pertanyaan-pertanyaan itu belum bisa terjawab karena Rayyan harus menunggu wanita di hadapannya sadar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Betti Murniatiningsih
next
2022-05-07
0
Runa💖💓
🥰🥰🥰🥰🥰🥰
2021-12-08
0
Runa💖💓
😑😐😶😶😶😶
2021-08-25
0