Kaila Sherly Sifabella
Daniel menatap Allisya lekat."Kenapa diem? Apa kamu malu iya?" sudah satu tahun ini selama berpacaran Daniel tidak pernah mengantar-jemput Allisya. Jemput di depan rumahnya? I'm brave not afraid.
"A-aku em-"
Daniel menghela nafasnya. Membuang emosinya jauh-jauh ke planet pluto lalu ceres. "Pokoknya aku anterin kamu pulang," Daniel menarik tangan Allisya menuju parkiran sekolah.
'Duh, gimana nih? Kan aku gak boleh bawa cowok ke rumah, pacaran aja gak boleh. Di nikahin iya,' gerutu Allisya dalam hatinya.
Daniel sudah menaiki motornya. "Ayo naik," merasa tak ada pergerakan Allisya, Daniel menoel pipi jemblem itu.
"Iya ya. Terus nanti kamu turun di gang-"
"Emangnya aku cowok apaan? Gak, aku anterin sampai depan rumah kamu sekalian mampir mau bertamu. Aku mana pernah sih bisa kenalan sama orang tua kamu sya," ucap Daniel kukuh, cintanya itu bukan sekedar cinta bersenang-senang dan mongkey.
"E-kalau mama mar-"
"Gak akan marah sya. Kamu kayak gak tau aku aja," Daniel memiliki banyak topik se-pabrik.
Dalam perjalanan pulang, Allisya berharap kalau kedua orang tuanya masih bekerja.
Tapi saat sampai, mobil hitam itu terparkir manis di halaman rumahnya. Secepat itu kah kerjanya?
Daniel turun dan motornya. "Sya, ayo masuk. Baru kali ini aku mampir ke rumah kamu loh. Ayo sayang," Daniel menarik tangan Allisya. Yang di tarik pucat pasi menunggu persidangan.
Saat memencet bel, Alister lah yang membukakan pintunya.
"Loh ini siapa sya?" tanya Alister heran, Allisya tidak pernah membawa cowok siapa pun ke rumah.
"Calon mantu om," Daniel cengirdent.
"Masuk-masuk. Di luar salju," ucap Alister ngawur.
Allisya melongo tak percaya. Apakah ayahnya itu sedang wal alfi'at?
"Kok bisa di suruh masuk sih? Biasanya juga di marahin suruh pulang gak usah dateng lagi,"
Saat di dalam tepatnya ruang tamu, Allister asik mebgobrol dengan Daniel.
"Jangan sampai bikin Allisya nangis ya. Balonnya gak ada," dengan sedikit bercanda, Daniel tersenyum.
"Gak akan om. Kan Allisya selalu senang sama aku, ya kan sya?" Daniel mengedip pelan. Allisya mendengus kesal.
'Bahagia? Yang ada keget terus,' Daniel memang saudaranya uang kaget jadinya ialah sasaran pertamanya.
"Gimana sekolahnya?" tanya Allister pada Allisya.
"Seneng banget yah," jawab Allisya antusias. OSIS galak tapi perhatian itu menggetarkan hatinya.
Daniel memicing curiga, apa Allisya sedang memikirkan Aris?
"Senang karena aku yang nyuapin makan ya?" goda Daniel, pipi Allisya red.
"Emang tadi Allisya gak makan? Bukannya tadi pagi kamu gak sarapan ya,"
"Biar aku yang nyuapin gitu om, makannya gak mau sarapan," kepercayaan self to high.
"Ciee yang lagi budak cinta," Allister tersenyum jahil. Allisya menutupi wajahnya menyembunyikan rona merah cheek.
"Apaan sih yah. Tau deh," Allisya melangkah menaiki tangga menuju kamarnya.
Daniel senang bisa mengambil hati om Allister. 'Liat kan sya? Orang tua kamu aja gak marah,'
"Om, saya pamit dulu ya. Mau ke pasar nih," kebiasaan Daniel sepulang sekolah ke pasar membeli sayur-mayur, lauk-pauk, dan camilan gorengan untuk makan. Semua itu untuk ibunya yang kelelahan bekerja sebagai Laundry.
"Padahal masih mau ngobrol lebih lama. Gak papa deh, hati-hati ya,"
Daniel salim pada om Allister, biar kesannya imam idaman gitu.
Allisya membuka kembali pelajaran hari ini, buku kotak kecil-kecil alias khusus di istimewakan matematika. Allisya memahami rumus-rumus yang baru saja di sampaikan oleh guru.
"Gue lupa lagi, ini kan belum di catet keterangannya apa hasilnya darimana sama cara singkatnya. Tidakkk!" Allisya menjerit heboh, di carinya kotak pensil yang terdiri dari dua saudari pensil dan pulpen dengan kakak serta adiknya penghapus dan tip-ex.
Allister manghampiri Allisya.
"Ada apa?!" tanya Allister khawatir.
Allisya tersenyum maklum. "E-gak ada kok yah. Lagi belajar aja,"
"Oh," dengan ekspresi datar Allister keluar dari kamar Allisya dengan tangan hampa tanpa memukul kecoak seperti biasanya.
...🍒 🍒 🍒...
Allisya yang tengah tidur siang pun di bangunkan mendadak oleh mamanya.
"Ada apa sih ma?" rambut awut-awutan dan mata yang berat.
"Beliin mie instan, camilan, susu kaleng, sayur, buah, sabun badan, shampo, deterjen, pasta gigi, pewangi pakaian, handbody, parfum. Sekarang juga! Nih uangnya," Selena memberikan uang tiga ratus ribu rupiah saja pada Allisya.
"Ha?" mata Allisya melek seketika. Yang benar saja membeli itu semua? Ya kalau tangannya banyak just two hand.
"Sekarang! Atau uang jajan-"
"Iya ma," Allisya bergegas cepat. Belanja mingguan setengah bulanan ini mendadak banget.
Saat di luar pagar rumah, Allisya menghentikan langkahnya.
"Eh, bawanya gimana ya? Banyak banget lagi," Allisya berpikir hingga sebuah ide terlintas dimana ia melangkah masuk lagi menuju dapur mengambil kardus yang sudah tak terpakai sebagai wadah alami belanjaannya nanti.
Dengan membawa kardus berukuran besar seperti TV itu Allisya ke supermarket yang tak jauh dari rumahnya.
Mbak kasir yang melihat itu pun menahan tawanya.
"Ya ampun lucu banget. Eh, gak berat apa?" tanyanya khawatir karena yang bawa kardus itu tidak menampakkan wajahnya, mungkin tingginya mungil.
"Gak kok. Aku bisa," Allisya membawa kardus itu sambil melihat setiap rak dimana mamanya menyebutkan semua keperluan yang akan di beli. Karena berat, Allisya meletakkan kardus itu di lantai.
"Fyuh, capek juga ya. Hm, tadi mie instan," Allisya sudah hafal daftar belanjaan mamanya.
Setelah selesai, Allisya membawanya ke kasir.
"Hah, ini mbak. Duh berat banget lagi," Allisya meletakkan kardus itu di lantai, di meja kasir pun tak muat.
"E-ini gak kebanyakan dek?" tanya mbak kasir itu ragu.
Allisya menggeleng. "Gak. Cepetan mbak," ucap Allisya tak sabaran.
Mbak kasir itu pun menghitung total bayarnya. Allisya memberikan uang pas sesuai mamanya yang memberi.
Allisya mulai kesusahan saat berjalan, hingga...
"Copet! Tolong!" teriak seorang ibu panik. Tas selempangnya di rampas oleh seseorang yang memakai topeng maling.
Allisya meletakkan belanjaanya. Ia berlari menghampiri ibu itu.
"Mana bu copetnya?"
Ibu itu menunjuk ke arah timur. "Disana! Tolong kejar!" pintanya. Allisya mengangguk dan mengejar si copet itu.
Karena larinya seperti marathon atletik jarak panjang, Allisya berhasil menarik baju si copet itu.
"Balikin! Sini!" gertak Allisya berani.
Si copet itu menahan tas hasil curiannya kuat agar tidak di rebut.
"Gak usah ikut campur kamu! Atau," si copet itu menodongkan sebilah pisau yang membuat Allisya mundur.
Si copet tersenyum senang. 'Anak kecil berani ngelawan,' panggilan Siva agar segera di basmi tuntas.
"Berikan tas itu," tiba-tiba Aris datang. Allisya bernafas lega, semoga Aris bisa menghadapinya.
"Atau saya lapor polisi," Aris mulai menelepon polisi namun tas itu sudah di jatuhkan begitu saja dan si copet melarikan diri.
Aris memberikan tas itu ke Allisya. "Nih, lain kali berhati-hatilah," Aris pergi.
Allisya tersenyum baper. 'Aaa, akhirnya ketemu lagi sama dia,'
Seorang ibu yang kecopetan tadi menghampiri Allisya.
"Nak, tas ibu," pintanya.
Allisya tersadar dari sstt halunya.
"Oh, ini bu,"
"Sebentar," ibu itu mengambil beberapa lembar uang merah. "Ini sebagai imbal-"
"Tidak perlu, saya ikhlas membantunya," tolak Allisya halus. "Saya pergi dulu, masih ada urusan,"
Ibu itu tersenyum. "Cewek pemberani," gumamnya.
...🍒 🍒 🍒...
Duk!
"Aw," Allisya terjatuh karena kardus yang ia bawa keberatan.
Pak satpam pun membantunya. "Ya ampun nona, apa baik-baik saja?"
Allisya berdiri. "Iya pak, tolong kasih ke mama ya. Aku capek banget bawanya, berat," keluh Allisya.
"Baik nona,"
...🍒 🍒 🍒...
Di sekolah, Allisya begitu senang bertemu dengan kakak kelas itu, sepertinya ia menyukainya.
Allisya tersenyum sendiri menbayangkan kejadian kemarin. Sampai Daniel yang baru saja memarkirkan motornya heran.
"Allisya!" panggil Daniel berteriak.
Allisya menoleh. "Ya?"
"Maaf tadi aku gak bisa jemput kamu. Ada apa? Lagi seneng ya?" Daniel tak tau bahwa Allisya memikirkan Aris. Hati-hati niel kepincut Aris.
"Tau aja. Daripada marah-marah," sindir Allisya mengenai hal kemarin.
"Siapa yang marah? Aku ya?" Daniel cepat peka.
"Lupain. Yuk ke kantin, laper nih,"
"Kebiasaan kamu gak sarapan. Ayo, bentar lagi bel nih,"
Di kantin, Allisya hanya memakan roti dan susu kotak.
"Apa aku perlu datang ke rumah kamu terus ngingetin sarapan?"
Keduanya tengah duduk di meja nomor empat.
"Gak perlu. Lebih enak sarapannya di kantin sih, apalagi sama kamu hehe,"
Hati Daniel berdesir. "Sok gombal kamu," gengsi, tapi Daniel senang bisa bertemu Allisya setiap hari daripada di chat dan telepon.
"Kamu tau gak cowok yang kemarin nolongin aku siapa?" tanya Allisya
"Gak tau," jawab Daniel cepat. Mood-nya turun drastis.
"Tapi kan kemarin kamu kayak kenal," Allisya keukuh ingin tau namanya saja, belum minta nomor dan username Instagram follback dong.
"Mau selingkuh iya?" tuduh Daniel cemburu.
"Gak kok, siapa juga yang mau selingkuh," sanggah Allisya gugup. Ketauan mau pdkt kakel ganteng kemarin deh.
"Gak usah deket-deket dia," tekan Daniel tajam.
"Sebel ah, belum juga kenal. Gimana kalau jadi sahabat nantinya, udah di jadiin sup aku," begitulah Daniel, Allisya menjaga jarak dengan cowok yang tidak ia kenal demi menuruti Daniel.
"Bagus deh. Awas aja ya,"
...🍒 🍒 🍒...
Saat istirahat, Aris duduk di tengah-tengah meja kantin. Kata Arif agar terlihat oleh siswi-siswi cantik.
"Yang itu boleh juga. Wiuiwt, kenalan dong," Arif menggoda seorang siswi cantik berkucir kuda memakai kacamata double lensa mata sekalian. Tak mahir bersiul Arif hanya bisa mengucapkan secara alami.
Siswi itu berkenalan dengan Aris. "Boleh, aku Dita," namun Aris tak mempedulikannya.
Dita kesal lalu beralih pada Javas. "Hey, aku Dita. Salam kenal,"
Javas meresponnya. "Hay juga," dengan senyumannya Dita salting di tempat.
'Aaa kalau yang ini mah mau gue. Udah kalem, ramah, ganteng lagi,' puji Dita dalam hatinya.
Arif mendegus. "Yang ngajak kenalan gue! Bukan Aris sama Javas!" kesalnya. Dita meliriknya sinis.
"Siapa juga yang mau kenalan aama lo?"
Allisya yang mendengar itu pun tau. "Jadi namanya Aris," gumamnya.
"Kenapa sya?" Aqila tau kalau Allisya menguping, karena suasana kantin yang tak terlalu ramai.
"Sekarang gue tau namanya siapa," Allisya tersenyum duhai senangnya.
"Kak Aris kan? Hayo loh, naksir ya sama dia?" goda Aqila. Allisya malu-malu tapi gak mau.
Daniel yang tak jauh dari Allisya duduk pun mendengus kesal.
"Terus aja mikirin Aris,"
"Kenapa sih niel? Siapa juga yang mikirin Aris," Dehaan masih belum tau kalau Daniel is jealously.
"Bukan lo dodol. Tapi Allisya," semprot Daniel garang. Dehaan menyengir. "Emang iya?"
"Tuh, liat meja nomor tujuh,"
Dehaan melihat Allisya memandangi Aris.
"Samperin lah niel, daripada Allisya pindah ke hatinya Aris," suruh Dehaan karena hati cewek tidak akan menetap selamanya. Akan ada saatnya bosan.
Daniel menghampiri Allisya. Menghalangi pandangannya dengan duduk di hadapan Allisya.
"Ish niel! Aku jadi gak bisa ngeliat," Allisya berdiri namun Daniel menyuruhnya duduk.
"Ngeliatin siapa? Cowok kan? Gak mungkin cewek," tuduh Daniel marah. Allisya tersadar, rupanya Daniel sudah tau.
"Gak kok, aku tadi ngeliatin kamu," kilahnya. Daniel tidak akan percaya semudah itu.
"Aku di meja enam Allisya. Masa liatnya ke depan?" Daniel mendesak Allisya, sejak adanya Aris ikut campur Allisya jarang membalas pesannya.
Aqila merasakan hawa panas. "Aku ke kelas dulu ya. Nganterin pesanan Kaila, daripada ngamuk," memang benar Kaila memesan camilan ciki.
"La! Kok pergi sih," namun Aqila tak mempedulikannya.
...🍒 🍒 🍒...
...Next part》》》senin depan...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments