"Semua sudah siap?"tanya Robby menanyakan semua perlengkapan yang akan kami bawa selama mendaki.
"Sudaaaaahhhh ... " jawab kami serempak.
Setelah berpamitan pada Pak Kromo dan Bu Sumi dan juga menitipkan mobil yang kami bawa, kami berlima bergegas untuk berangkat mendaki dengan menumpang kendaraan umum. Kami lebih memilih meninggalkan mobil di penginapan karena kita berniat untuk kembali menginap untuk beristirahat sejenak sebelum berangkat ke kota lagi.
"Kalian hati-hati ya. Ingat, kalian harus jaga dan hormati sekitar. Jangan berbuat macam-macam disana."ucap Pak Kromo menasehati kami.
"Baik, Pak. Terimakasih sebelumnya. Kami berangkat dulu."pamit Robby mewakili kami semua.
Jalanan yang berkelok kami lalui dengan senang hati. Sudah lama sekali kami tak melakukan perjalanan panjang seperti ini. Ku amati Lukman dan Tari. Sesekali kulihat mereka mencuri pandang satu sama lain. Bahkan tanpa sengaja mataku melihat ke arah Lukman yang juga melirik ke arahku. Secepat kilat aku membuang muka. Jangan sampai Lukman curiga kalau aku sedang memperhatikan mereka berdua.
Tiba di pos pertama, Robby yang kami tunjuk sebagai pimpinan regu memberi aba-aba dan instruksi pada kita semua untuk apa-apa saja yang akan kami lakukan disana dan apa saja yang tidak boleh kami lakukan selama kegiatan. Dengan khusyuk kami berdoa meminta keselamatan dan kesehatan selama mendaki hingga pulang lagi. Kami akan menghabiskan waktu menginap di puncak gunung selama tiga hari. Banyak perbekalan yang kami bawa.
"Ish ... apaan sih, Man."ucapku sambil menepis tangan Lukman yang berusaha menggandengku.
"Hehehe ... "Lukman yang ditanya hanya nyengir. Jujur dulu aku memang menyukainya. Namun semenjak kejadian semalam bersama Tari yang ku lihat dengan mata kepala sendiri, membuatku jijik dan risih kalau harus berdekatan dengan Lukman. Tari yang melihat kami berdua tiba-tiba menengahi menggapit lenganku dan Lukman bersamaan.
"Aku duluan ya."ucapku pada keduanya dan menghampiri Tomy dan Robby di depanku.
"Kebiasaan nih anak grasak grusuk."ucap Robby sambil memukul pelan bahu ku karena aku dengan sengaja mendorong pundak mereka berdua hingga oleng.
Ku lihat banyak juga pendaki lain yang berjalan beriringan. Padahal saat ini bukan waktu libur panjang, tapi banyak juga wisatawan yang mendaki di saat-saat seperti ini.
"Capek nih. Kita istirahat di pos depan ya."ajak Tomy. Kami mengangguk. Wajar saja kalau Tomy cepat lelah. Badannya yang gembul dan juga berat membuat ia menjadi cepat lelah dibandingkan kita.
"Hemat-hemat airnya, Tom. Perjalanan masih jauh."ucap Tari pada Tomy.
"Gak apa-apa sih. Aku bawa bekal air banyak."Jawab Tomy sewot. Wajah lucunya membuat kami tertawa. Tak sengaja mataku tertuju pada Lukman. Ia kepergok sedang memperhatikanku yang duduk di sebelah Tomy. Entah mengapa bukannya membuang muka karena kepergok melihat ke arahku, justru Lukman malah mengedipkan sebelah matanya padaku. Mungkin aku akan berbunga-bunga mendapatkan kedipan sebelah mata dari laki-laki yang sudah lama ku taksir, tapi tidak kali ini. Aku justru merasa risih dan kesal dengan perbuatannya itu.
"Cciihhh ..." aku mendesis sebal sambil membuang muka.
"Kenapa tiba-tiba muka mu begitu, Jen?" tanya Robby yang ternyata sedang melihat ke arahku.
"Heee ? Gak apa-apa, Rob."jawabku singkat.
Kami memutuskan melanjutkan perjalanan yang tertunda. Setengah jam sudah kami beristirahat.
"Jen, aku mau ngomong sesuatu."ucap Lukman yang tiba-tiba berjalan di sampingku. Sedangkan Tari sudah berjalan di depan bersama Tomy. Sebisa mungkin aku harus berpura-pura tak pernah terjadi apapun. Aku harus menjaga sikapku pada Lukman, takutnya ia curiga kalau aku telah melihat perbuatan bejat mereka.
"Hhhmmm ... "jawabku singkat tanpa menoleh ke arahnya.
"Tapi janji jangan marah ya." ucapnya lagi.
"Hhhmmm ... " lagi-lagi aku enggan memberikan jawaban panjang.
"Apaan sih di ajakin ngomong ham hem doank jawabannya." Lukman mulai sewot.
"La terus ? Jadi ngomong gak? Aku capek nih." jawabku tak kalah sewot.
"Eeemmm ... nanti aja deh kalau sudah sampai puncak." ucap Lukman sambil menoel pipiku.
"Iissshhh ... apa-apaan sih." aku mendengus kesal. Kali ini rasa jengkel memenuhi rongga dada. Entah karena aku cemburu karena ternyata Lukman lebih memilih Tari, entah karena memang aku membenci perbuatan mereka yang sudah mengancam jiwa kita semua disini. Aku berharap semoga tak akan pernah terjadi hal-hal yang tidak di inginkan selama pendakian ini.
Akhirnya kami tiba di puncak sore hari. Para lelaki bergotong royong mendirikan tenda. Aku dan Tari mengeluarkan peralatan masak dan juga bahan makanan yang akan kami masak untuk makan malam ini.
Lukman memainkan gitar, Tari seperti biasa yang menyanyi untuk kami. Robby sibuk membakar jagung dan juga aneka sosis yang kubawa dari bawah. Tak banyak, karena itu makanan yang tak bisa bertahan lama. Sedangkan Tomy sibuk menyeduh kopi untuk kami berlima. Aku sibuk membantu Robby mengoleskan bumbu-bumbu ke jagung dan sosis yang di bakar.
Aku terbangun karena cuaca sangat dingin. Niatku ingin membangunkan Tari untuk menemaniku buang air kecil karena aku tak akan bisa tidur kalau harus menunggu pagi. Namun tak ku dapati Tari di sebelahku.
"Kemana Tari malam-malam begini?"gumamku sendirian. Aku beranjak keluar berniat untuk meminta salah satu anak laki-laki untuk menemaniku. Namun ku urungkan niatku itu karena ku lihat masih ada beberapa anak-anak dari tenda lain sedang bersenda gurau di tenda mereka masing-masing. Aku berjalan perlahan dengan membawa senter sebagai penerangan.
"Tari, dari mana kamu?" tanyaku pada Tari saat aku telah kembali dari menyelesaikan hajatku. Tari yang kutanya hanya diam saja. Wajahnya pucat dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Ia memandang ke arahku. Ada raut wajah ketakutan yang ia tunjukan padaku.
"Tar, kamu baik-baik saja kan?" tanyaku sambil memegang pundak Tari.
"Hah ... bukan. Bukan aku. Bukan aku." jawab Tari dengan mata melotot dan dengan wajah ketakutan.
"Rob, Tom, Lukman."panggilku satu-persatu pada teman-teman yang terlelap di tenda samping tenda yang aku tiduri. Tak ada sahutan. Cukup lama aku memanggil-manggil mereka. Aku sudah sangat panik dengan kondisi Tari yang seperti ketakutan.
"Ada apa sih?" tiba-tiba Robby keluar sambil mengucek mata.
"Tari, Rob." ucapku sambil menarik tangan Robby keluar tenda. Mataku tertuju ke dalam tenda. Hanya ada satu orang disana. Lalu satu lagi kemana? Batinku bertanya-tanya.
"Tar, kamu kenapa?" Robby mengguncang-guncangkan tubuh Tari. Terlihat Tari sangat ketakutan dan sepertinya dia syok karena mengalami atau melihat sesuatu.
"Ambil air putih." pinta Robby padaku. Aku mengangguk dan bergegas mengambil gelas untuk di isi dengan air putih hangat.
"Ini." aku menyerahkan gelas itu pada Robby.
"Minum, Tar." ucap Robby. Namun sepertinya Tari tak menggubris permintaan Robby. Ia hanya bergeming dengan tatapan kosong.
"Bukan aku. Tolong jangan bawa aku." Tari terus saja menggumam dengan ucapan yang kami tak tahu apa maksudnya.
"Rob." panggilku pelan. Robby menoleh.
"Yang tidur di dalam siapa?" tanyaku ragu-ragu.
"Ya siapa lagi kalau bukan aku, Tomy sama Lukman."jawab Robby datar.
"Beneran?"tanyaku penasaran.
"Kamu kenapa sih, Jen? Jangan ikutan aneh-aneh deh." tanya Robby yang masih kebingungan dengan kondisi Tari.
"Kok tadi cuma ada satu orang?" ucapku ragu-ragu.
"Hah? Yang benar saja, Jen. Tadi pas aku keluar kita masih bertiga kok." jawab Robby sambil beranjak menuju tenda. Dia nampak kebingungan. Benar yang ku bilang, di dalam hanya ada Tomy yang masih tidur. Robby membangunkan Tomy yang memang paling susah kalau di bangunkan.
"Rob, Tari pingsan." teriakku membuat Robby dan Tomy berlari keluar. Ditambah beberapa orang yang masih terjaga di tendanya masing-masing berhamburan menghampiri kami yang kebingungan.
"Ada apa ini, Mbak?" tanya salah seorang pendaki yang menghampiri kami.
"Kami gak tau, Mas." jawabku masih kebingungan. Ku oleskan minyak angin ke hidung, telapak tangan dan leher Tari. Aku takut kalau dia mengalami hipotermia karena suhu udara kali ini benar-benar dingin.
"Tambahkan lagi kayu bakarnya, biar api unggunnya tetap menyala."perintah salah satu pendaki dan mereka bergotong royong menyalakan api unggun untuk membantu menghangatkan badan, dan berharap Tari cepat sadar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
alena
hayo tari hbs ngapain tuh 😋
2022-07-16
0
Endah_Merry
salam kenal. 🤗 ini fiksi ya.
2021-12-25
1
Tanto Chimensy
apakah ini kisah nyata?!
salam dariku putra daerah kaki gunung slamet
2021-12-17
2