Mendaki Gunung Slamet

Mendaki Gunung Slamet

Keberangkatan

Malam ini aku dan Tari di sibukkan dengan persiapan perlengkapan yang akan kami bawa untuk rencana mendaki ke sebuah gunung di daerah Jawa Tengah. Sebuah tas ransel yang cukup besar aku isi dengan berbagai keperluan yang akan membantu kami menopang kebutuhan hidup selama beberapa hari di atas sana. Begitu juga dengan Tari. Tak banyak yang kami bawa. Hanya kebutuhan pokok saja untuk beberapa hari dan juga beberapa potong pakaian untuk kami ganti. Lagian kami akan pergi berlima. Segala kebutuhan untuk tenda, alat masak dan lainnya bisa kita bagi berlima supaya tidak terlalu berat saat membawanya.

"Besok kita jalan jam berapa?"tanyaku pada Tari.

"Tadi sih Robby bilang kita jalan abis subuh aja. Biar sampai sana gak kemaleman."jawab Tari yang masih sibuk memasukkan satu persatu barang yang akan dibawa.

Rumah kami berdekatan. Tari memilih membawa barang-barang yang akan ia bawa kerumah dan berniat menginap di rumahku supaya besok pagi-pagi bisa langsung berangkat bersama tanpa janjian.

"Apa ada yang belum dibawa?"teriak Lukman sebelum menutup bagasi mobil setelah memasukkan beberapa tas ransel dan barang bawaan kami.

"Semua udah beres."jawabku sambil celingukan kesana kesini memperhatikan kalau saja ada barang yang masih tertinggal.

"Oke sip, ayo kita berangkat sekarang."ajak Robby pada yang lainnya.

Kami bergegas memasuki mobil dan bersiap untuk melakukan perjalanan yang cukup jauh. Robby yang menyopir untuk pertama kali. Nanti akan digantikan oleh Tomi dan Lukman jika dirasa perlu.

"Eh, kalian udah pada sarapan belum nih?"tanyaku pada yang lainnya.

"Belumlah. Masih pagi banget begini masa iya kita sarapan. Nanti aja kita mampir di rest area."jawab Lukman.

"Aku udah, hehehehe ... "jawab Tomi sambil cengengesan.

"Yeee ... gak heran kalau kamu mah, mbul."jawab kami riuh. Tomi memang paling gembul di antara kami. Jadi wajar saja kalau dia lebih sering makan dan tak bisa menahan lapar. Tomi hanya nyengir mendengar ledekan kami.

Selama perjalanan kami tak hanya diam. Lukman lebih memilih bermain gitar, Tari sebagai penyanyinya. Aku lebih memilih diam sambil membaca berbagai cerpen dan cerbung di sebuah aplikasi menulis. Dan Tomi lebih memilih untuk tidur. Sedangkan Robby lebih fokus menyetir sambil sesekali menyeletuk menimpali lagu yang dinyanyikan oleh Tari.

Sebisa mungkin kita buat suasana perjalanan ini menyenangkan. Selain memakan waktu yang cukup lama, perjalanan kali ini di khawatirkan akan membosankan juga karena sudah cukup lama kami vakum dari dunia pendakian. Maklum, sekarang kami sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Robby memperlambat laju mobil. Perlahan kami memasuki sebuah rumah makan untuk mengisi perut kami yang sudah mulai berontak. Ku lirik jam di pergelangan tanganku. Jam sembilan pagi. Aku bergegas turun dengan menenteng sebuah tas kecil berisi dompet dan juga handphone. Di ikuti yg lainnya di belakangku dan masih terlihat Lukman berusaha membangunkan Tomi yang masih asyik dengan dunia mimpinya.

"Wwwoooiii, mau bangun gak sih nih orang. Dari tadi di bangunin susah banget."terlihat Lukman sudah mulai jengkel. Perutnya sudah meronta ingin disini, namun kali ini malah sibuk membangunkan si gembul Tomy yang tertidur pulas. Aku mendekat dan membisikkan sesuatu ke telinga Tomy. Tak lama kemudian Tomy membuka mata dan matanya menatap kesana kemari mencari sesuatu.

"Nyari apaan? tanya Lukman jengkel.

"Mana? mana makanannya?"tanya Tomy tiba-tiba setengah sadar. Bahkan matanya yang sipit karena tertekan oleh pipinya yang chuby masih susah untuk diajak melek. Tetapi kalau sudah mendengar kata makanan seolah-olah langsung sadar dari pingsannya.

Seketika terdengar gelak tawa dari yang lainnya melihat tingkah konyol Tomy dengan mata yang masih terlihat merah mencari makanan. Robby memukul-mukul pipi chuby Tomy supaya sadar dan segera ikut turun dari mobil.

"Sadar woy, kalau mau makan ya ayok turun."ajak Robby.

Tomy pun berjalan sedikit sempoyongan karena nyawanya belum ngumpul sepenuhnya. Tingkahnya yang lucu menimbulkan gelak tawa diantara kita.

"Nasi pake rendang ya, Pak."pesan Lukman pada salah seorang karyawan di rumah makan khas Minang tersebut.

Satu persatu dari kami menyebutkan pesanan masing-masing. Kami pun memilih tempat duduk di ujung supaya lebih enak mengobrol untuk membahas rencana selanjutnya setiba kita di pendakian. Diperkirakan kami akan tiba disana malam hari. Setidaknya kami akan mencari penginapan terlebih dahulu dan menunggu hari agak siang untuk mendaki. Supaya malam harinya kita bisa menginap di atas dan paginya bisa melihat matahari terbit. Sudah tergambar jelas di pelupuk mata indahnya matahari terbit yang dilihat dari ketinggian. Sungguh kami rindu saat-saat seperti itu. Sudah hampir lima tahun kami berempat tak pernah menjamah alat-alat mendaki kami karena kesibukan masing-masing. Sedangkan Lukman, ia belum lama bergabung dengan kami. Aku mengenalnya saat kami kuliah di fakultas dan jurusan yang sama.

Sudah cukup lama kami beristirahat. Kami pun melanjutkan perjalanan supaya cepat sampai dan tidak kemalaman.

"Aku ngantuk nih."ucap Tomy membuat kami semua beralih pandangan ke arahnya.

"Ah kebiasaan sih, Tom. Kalau kenyang aja mata maunya merem terus. Gantiin Robby tuh, kasihan kan dia terus yang nyetir."ucap Tari dengan sedikit meninggi nada suaranya.

"Jangan deh ah. Kita masih pengen hidup kan ya? Bisa berabe kalau sampai Tomy yang bawa mobil, apalagi sambil merem."tolak Lukman di ikuti anggukan kepala yang lainnya. Tomy yang sedang dibicarakan hanya nyengir sambil garuk-garuk kepala entah gatal beneran atau cuma pura-pura.

Tak banyak bicara kita selama perjalanan kali ini. Kami semua hanya fokus dengan kegiatan masing-masing. Ada yang mencoba mengambil gambar pemandangan melalui kamera yang kami bawa. Ada juga yang memilih untuk memainkan ponsel untuk menghilangkan kejenuhan.

"Kita semua kenapa pada diam sih?"tanyaku memecah kesunyian. Hanya ada lantunan lagu mellow yang disetel oleh Robby untuk mengurangi sepi.

"Bingung mau ngobrolin apaan aku, Jen."jawab Tari.

Tak seperti biasanya kita saling diam seperti ini. Biasanya walaupun kita sering bertemu dan bersama selalu saja ada hal-hal yang menarik untuk kita bahas. Tapi entah kenapa kali ini berbeda. Rasanya ada yang berbeda dengan kita kali ini. Yang lainnya pun juga hanya menoleh dan kembali ke aktifitasnya masing-masing. Aku menghela nafas panjang.

"Perasaanku gak enak."tiba-tiba aku berucap dan membuat mereka kembali menoleh ke arahku.

"Ngomong apaan sih kamu, Jen?" tanya Lukman dan Tari bersamaan.

Aku mengangkat kedua bahu. Aku pun tak tahu mengapa tiba-tiba berkata seperti itu. Hanya saja kata-kata itu terlintas di pikiranku dan perasaan tak nyaman melintas di hati dan pikiranku. Sangat mengganggu.

"Kamu mikirin apa, Jen?" tanya Robby tiba-tiba. Ia yang tadinya hanya fokus menyetir kali ini ikut bersuara.

"Aku gak tahu. Hanya saja ... "aku tak melanjutkan kata-kataku. Aku memilih untuk memejamkan mata.

Yang lainnya juga kembali terdiam. Mungkin mereka memikirkan apa yang aku katakan. Entah malah tak peduli dengan kata-kataku yang memang tak masuk akal. Entahlah, aku juga tak tahu. Aku kembali membuka mata, dan aku mencoba melihat ke arah mereka satu persatu. Ada perasaan sedih yang tiba-tiba muncul di dalam hati saat melihat ke arah mereka. Entah mengapa rasa sakit muncul dari dalam hati.

Aku mencoba berdamai dengan hati dan pikiranku. Ku tepis semua rasa tak nyaman dan rasa sedih yang tiba-tiba saja muncul untuk mengurangi rasa khawatir. Aku berharap semua akan baik-baik saja.

Cciiiittttt ...

Aku terbangun saat tiba-tiba mobil yang kami kendarai berhenti mendadak.

"Eh, Rob. Kamu nyetir sambil tidur?"tiba-tiba Tomy bersuara dan memukul pelan tubuh Robby dan sedang kebingungan.

"Ada kucing."jawab Robby singkat sambil menggelengkan kepala. Ia memilih menepikan mobil dan keluar untuk mencari kucing yang tadi berlari tepat di depan mobil yang kami kendarai.

Begitu juga denganku dan yang lainnya. Selain kami keluar untuk membantu Robby mencari kucing yang sepertinya tadi susah tertabrak, ini kesempatan juga untuk kami merenggangkan otot-otot tubuh yang kaku karena terlalu lama duduk.

"Udah lari kali, Rob."ucap Lukman yang tak berhasil menemukan bangkai kucing yang tadi Robby ceritakan. Robby menggeleng, kemudian mengangkat kedua bahu.

"Tapi tadi aku yakin tuh kucing ada tepat di depan mobil."ucap Robby kebingungan.

"Yasudah, sekarang gantian aja aku yang bawa mobil. Kamu istirahat aja."ucap Lukman pada Robby. Robby mengangguk setuju. Kamipun kembali masuk ke dalam mobil. Robby dan Lukman bertukar posisi.

"Sekarang kamu istirahat dulu, lumayan kan setengah perjalanan."ucapku pada Robby. Ku lihat dia pun memejamkan mata.

Jujur saja, semenjak kejadian kucing yang hampir tertabrak tadi membuat perasaanku semakin tak karuan. Muncul berbagai macam pikiran buruk yang akan terjadi pada kami semua setiba disana atau bahkan selama perjalanan. Namun aku harus menepis semua rasa itu. Aku tak ingin hanya karena prasangka buruk ku dan juga pikiran-pikiran tak karuan yang berkecamuk di dalam dada akan membuat rencana liburan kami kali ini yang sudah direncanakan jauh-jauh hari akan gagal dan membuat mereka memilih untuk putar balik hanya karena prasangka ku yang belum tentu akan terjadi.

Hari sudah senja. Matahari sudah mulai tak nampak dan cahaya lampu sudah mulai menerangi sepanjang perjalanan. Itu artinya sebentar lagi kami akan tiba di tempat yang akan kami tuju. Seketika aku terkesima melihat iring-iringan rombongan perempuan bergaun cantik sedang berjalan beriringan di sepanjang jalan. Dari yang aku lihat sepertinya mereka warga setempat yang akan mengadakan pergelaran seni tari di sekitar sini. Dari gaun yang mereka gunakan memang seperti penari tradisional ditambah ikatan selendang berwarna merah di pinggang mereka masing-masing. Dan juga beberapa rombongan pria memikul aneka macam gamelan kuno sebagai alat musik untuk mengiringi tarian. Ku amati mereka semua, nampak cantik dengan busana tradisional dan make up yang cukup tebal.

Tiba-tiba saja bulu kudukku berdiri saat aku fokus menatap mereka seketika itu mereka semua berhenti dan kembali membalas tatapan mataku dengan sorot mata tajam dan seolah-olah melotot ke arahku. Aku terkejut dengan tatapan mata mereka yang ku rasa menjadi menyeramkan. Entah memang efek riasan, entah karena pantulan cahaya remang-remang dari lampu jalanan yang membuat wajah mereka terlihat berubah sangat menyeramkan. Aku memilih untuk memalingkan wajah ke arah samping dimana Tari yang duduk di sebelahku juga sibuk mengamati pemandangan luar sekitar.

"Tar, kamu lihat gak tadi rombongan penari hang barusan kita lewati?"tanyaku pada Tari. Nampak ia mengernyitkan dahi dan menoleh ke belakang.

"Dimana, Jen?"tanya Tari bingung.

"Barusan, disebelah kiri mobil ini."jawabku sambil menoleh kebelakang. Rombongan itu sudah tak terlihat. Mungkin sudah terlewat jauh atau bisa jadi sudah menyeberang atau berbelok.

"Udah kelewat jauh kali, Tar."ucapku pelan.

Tari yang penasaran masih berkali-kali menoleh kebelakang. Suasana jalanan memang cukup sepi. Tak banyak kendaraan berlalu lalang di sekitar sini. Mungkin karena kami sudah memasuki kawasan pedesaan. Untuk mengalihkan perasaan tak enak, aku memilih untuk menyandarkan kepala dan membuka aplikasi biru di handphone. Tapi tetap saja perasaan tak enak menyergap memenuhi dada.

"Ya Tuhan ... semoga semua baik-baik saja."batinku sambil menyeka keringat yang muncul.

"Jen, kamu sakit?"tiba-tiba Tari berbicara sambil memegang pundakku.

"Hah? Eng ... enggak kok."jawabku terbata.

"Tapi kamu pucat lho."ucap Tari sambil memegang keningku yang berkeringat.

Eh iya lho, kamu pucat banget."ucap Tomy menimpali.

"Aku gak apa-apa. Beneran deh."aku menepis tangan Tari dan menyeka keringat yang keluar di sekujur tubuh. Lukman dan Robby serempak juga menoleh ke arahku.

"Kamu yakin baik-baik aja, Jen?" tanya Robby memastikan keadaanku.

"Iya, aku gak apa-apa. Udah lanjut aja gak usah berhenti. Berapa lama lagi kira-kira kita sampai?"tanyaku pada Robby.

"Sejam lagi kita sampai penginapan."jawab Lukman dan Robby serempak. Aku mengangguk dan meneguk air mineral yang diberikan Tari padaku. Ada sedikit perasaan lega setelah mengetahui akan segera tiba di tempat penginapan. Tak sabar rasanya ingin merebahkan badan yang sudah kaku karena seharian perjalanan.

Terpopuler

Comments

Muhammad Azzaky

Muhammad Azzaky

baru mulai tapi udh deg deg an aja

2024-03-25

0

Ayu Achmad

Ayu Achmad

👍👍👍👍

2023-10-10

1

Ifan K.

Ifan K.

waw.. waw.. jd pengen naik

2023-10-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!