Episode 4

Selama perjalanan hanya doa dan keajaiban yang lisa harapkan sambil memeluk erat tubuh ilham yang sudah mengalirkan darah dari hidung,telinga dan mulut.

Lisa yang takut darah saat itu seakan sudah tidak perduli, saat baju nya sudah basah bermandikan darah ilham.

Aku benar-benar takut mas, bagaimana hidup tanpa kamu? Bagaimana aku membesarkan anak kita tanpa ayah? bagaimana mereka mas? ucap lisa terdengar lirih di sisi telinga ilham

Namun mata ilham seolah tenang dalam pejamnya. Perlahan ia rasakan tubuh yang sedari tadi ia dekap mulai terasa dingin, padahal mereka baru setengah perjalanan menuju rumah sakit.

Ku dekap tubuh dingin suami ku, berharap pelukan ku bisa menghangatkan tubuhnya. Namun tubuh itu semakin lama semakin dingin, membuat ku mengigil ketakutan.

Tubuh dinginnya, matanya yang tenang memberiku isyarat bahwa keajaiban yang sedari tadi kuharapkan telah sepenuhnya menjadi milik hak sang pencipta.

Kuciumi wajahnya yang tenang dengan cucuran air mata. Ku ingat saat beberapa jam yang lalu ia begitu lahap makan masakan ku dan masih tertawa riang bersama zahra dan amira.

Semakin ingatan itu jelas, semakin erat ku peluk tubuh yang biasanya selalu membalas pelukan ku dengan penuh kehangatan. Namun lagi-lagi dingin yang begitu pilu menusuk ke sekujur tubuhku..

Ketika kami sampai di rumah sakit, dokter langsung memeriksa ilham. Sementara yadi di tangani oleh dokter lain untuk mengobati luka nya. Namun tiba-tiba yadi berteriak:

"Bang, orang ini yang nabrak kami" ucap yadi Sambil menunjuk tiga orang anak muda yang sudah selesai mengobati lukanya.

Girun dan dua orang warga yang ikut bersama kami langsung menangkap mereka yang lagi-lagi hendak kabur. Lisa langsung mendatangi mereka.

Ia lemas melihat orang yang menabrak suami nya, ternyata ada lah anak muda yang mungkin masih duduk di bangku sekolah. Lisa yang hendak marah langsung mengurungkan niat nya dan memilih diam, biar girun yang mengurus nya.

Lisa yang melihat dokter keluar dari ruangan UGD, ia langsung mendekati dokter yang memang hendak berbicara padanya.

"Dok, apakah suami saya sudah sadar" ucap lisa yang kembali berharap akan ada keajaiban melalui tangan sang dokter.

"Maaf buk, anda harus ikhlas" ucap dokter dengan raut wajah sedih seolah merasakan luka yang ada di dalam ucapannya.

Lisa yang memahami maksud dari ucapan sang dokter, kembali menguras air matanya. Perlahan ia berjalan mendekati pria yang sudah 10 tahun menemani hidupnya, membangun rumah tangga dan melalui suka duka menjadi orang tua.

Kini matanya harus menyaksikan suami nya yang sudah terbaring dengan telinga dan hidung yang di sumbat kapas karna terus mengalirkan darah, akibat pembuluh darah yang pecah di bagian otak belakang.

Cucuran air mata memang tak mampu ia kendalikan, tangan nya gemetar ketika ingin menyentuh pipi lembut itu.

Ia kembali mengingat saat mereka pergi bersama anak-anak. Ketika dia kewalahan karna motornya di penuhi barang-barang belanjaan kedai, ketika dia tersenyum juga tertawa.

Lisa menyentuh bibir yang kini tak mungkin lagi akan ia lihat senyum nya. Perlahan ia kecup lembut dahi ilham cukup lama, seolah ingin menikmati sentuhan tubuh ilham walau kini sudah terasa membeku.

" Mas, kenapa mas gak mau pamitan sama aku? kenapa mas gak nunggu aku untuk berbicara atau sekedar melihat ku untuk yang terakhir kalinya." Lisa begitu emosional sambil berderai air mata.

Sambil terus menangis, ia mengingat anak-anak nya agar dirinya kembali menemukan kekuatan di sana. Walau jauh di dalam hatinya.

"Mas, aku janji akan jaga anak-anak kita. Akan berjuang demi mereka. Akan jadi ibu yang baik bagi mereka, tolong doakan aku agar kuat jalani semua ini sendirian mas." ucap lisa memandang wajah suami nya sambil terus menangis.

Dikecupnya sepasang bola mata indah yang dulu bahkan beberapa jam yang lalu selalu menatap nya saat akan menidurkan anak-anaknya.

Setelah mengurus segalanya, lisa pulang menuju rumah menaiki mobil ambulance. Sepanjang jalan ia selalu menggengam erat tangan ilham.

Rasanya ia ingin agar mobil ini berjalan dengan sangat lambat, agar ia punya waktu semakin lama bersama suaminya.

...****************...

Anak-anak

Amira meraba-raba dalam tidur nya. Ia merasakan bahwa mama nya tidak ada di sampingnya. Ia membangunkan zahra yang masih tertidur pulas.

" mbak, mbak, bangun " ucap amira membangunkan zahra dengan lembut.

Zahra perlahan membuka matanya, melihat amira yang menatap nya dengan wajah cemas.

" Mbak, mama mana? " Ucap amira yang mulai mau menangis.

" mana ya" ucap zahra yang juga merasa bingung kemana mamanya pergi.

"Ma, mama " ucap amira sedikit kuat memanggil mama, mana tau ada di ruangan lain.

"Kalo mama ada di tempat lain pasti mama udah nyahut mbak" ucap amira kepada zahra dengan raut wajah cemas.

" coba kita intip ke jendela yok " ucap zahra mengajak amira bangkit dari duduk mereka.

Perlahan-lahan mereka mengintip dari balik gorden jendela kamar, namun yang terlihat adalah pintu yang di gembok dari luar.

Setelah melihat pintu yang di gembok dari luar, mata mereka mulai liar karena cemas. Namun saat melihat lurus kedepan, zahra dan amira melihat ayahnya.

Ia melihat ke arah pasar besar tepat nya mengarah di gang masuk rumah kami. Dengan kaos oblong berwarna putih dan celana sport adidas kesukaan nya.

"oh mungkin mama lagi keluar di suruh ayah" ucap zahra kepada amira yang sudah terlihat tenang.

"iya ya mbak, makanya itu ayah nunggu mama didepan " ucap amira yang sudah benar-benar lega.

Tiba- tiba ayah melihat ke arah jendela, kami ketahuan mengintip dari jendela. Ayah tersenyum kepada kami, kami yang takut di tegur langsung menutup gorden jendela.

" Gimana ni kalo ayah marah, kita jam segini bangun ngintip-ngintip lagi " ucap zahra yang sekarang cemas karena ayah nya.

" Ayo mbak, kita tidur lagi. " ucap amira dengan cepat.

kami pun langsung masuk dalam selimut sambil memejamkan mata. Awalnya zahra dan amira yang tak langsung bisa tertidur lagi, kuping nya merasa-rasa.

Adakah ayah mereka akan datang menjumpai zahra dan amira yang tadi sempat di lihat nya. Namun karena sudah cukup yakin ayahnya tidak akan kekamar mereka, mereka pun kembali tidur dengan begitu nyenyak nya.

...****************...

Author

Ambulance terdengar dari jauh memecah keheningan subhu. Evi yang mendengar suara ambulance itu langsung membangun kan zahra dan amira.

Reaksi mereka pertama kali ketika dibangunkan karna ayahnya sudah tiada, sama sekali tidak percaya. Karna terasa baru saja mereka melihat ayahnya sehat wal afiat di depan rumah.

zahra dan amira berdiri di depan pintu kamar melihat beberapa orang meletakan ayahnya dia tempat yang telah di siapkan evi. Mereka melihat mama nya menangis sambil menelpon seluruh kontak yang ada di handphone genggam milik ayahnya.

Lisa menelpon saudara ilham di kampung, namun hingga pemakaman selesai mereka tak kunjung datang atau menelpon sekedar basa-basi memberitahu tidak bisa hadir. Mereka seolah hilang bak di telan bumi.

Seketika itu rumah lisa menjadi begitu ramai. Hingga mereka yang hadir seolah takjub akan sosialisasi lisa dan ilham yang begitu baik kepada orang di sekelilingnya. Dari segala ras, suku dan agama ikut hadir untuk memberi penghormatan terakhir pada ilham.

Note: Hai Readers jangan lupa like dan vote ya, terima kasih sudah mampir.

Terpopuler

Comments

Dinda Natalisa

Dinda Natalisa

Hai author aku mampir nih kasih like jangan lupa mampir di novel ku "menyimpan perasaan" mari saling mendukung.

2021-03-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!