Sudah satu bulan lamanya semenjak kejadian yang lalu, kini Ardin memilih untuk tinggal di apartemen saja, dari pada ia terus mengingat momen di mana keluarganya masih bersatu dulu. Menghancurkan hati saja.
"Huh mudah mudahan, hari ini pasien ku benar benar orang yang waras, tidak seperti yang sudah sudah" harap Ardin, kini melangkahkan kakinya memasuki lobi rumah sakit.
Banyak sekali para pekerja yang berpapasan dengannya tersenyum dengan ramah, Ardin membalas dengan senyuman yang begitu manis, bahkan sangat manis. Bagi siapa saja yang melihatnya akan meleleh.
"Dokter Ardin, ada pasien" ucap salah satu suster rumah sakit itu.
"Beneran pasien kan sus" tanya Ardin memastikan.
"Kurang tau juga dok, yasudah saya permisi dulu" ucap suster itu lagi. Ardin hanya menganggapi dengan anggukan pelan.
Iya melangkahkan kakinya menuju ruang pasien, bener saja, ternyata bukan pasien beneran melainkan orang orang yang aneh menurut Ardin. Dengan malas Ardin melangkahkan kakinya memasuki ruangan itu.
"Ah dokter cantik sudah datang, aku kesini membawakan mu banyak sekali coklat" ucap lelaki gempal itu, yang kini duduk berhadapan dengan Ardin.
Ardin hanya mengehela nafas kasar. Ya, seperti ini lah keseharian Ardin menjadi dokter, melayani orang orang tak penting. Bukan satu dua orang yang datang, sudah lebih dari 100 laki laki mungkin. Ada yang membawa boneka besar, bunga mawar, cincin pernikahan, alat alat dapur. Ahh ntah lah, pusing sekali memikirkannya setiap hari berjumpa dengan masalah yang begini begini terus. Bisa gila ini.
Jam menunjukkan pukul 5 sore, Ardin segera bersiap siap untuk pulang, setelah bekerja cukuk lelah hari ini, ada pembedahan sampai tiga orang membuatnya sedikit kewalahan.
Drrettt drrett
Ponsel Ardin bergetar di lihatnya ada nama Mama Ana di sana, bahkan sudah lama sekali ia tak pernah mampir ke rumah Mama Ana lagi. Segera iya mengangkat telfon itu.
"Hallo Mah" suara Ardin mengambang di udara
"Oh begitu, yasudah nanti sepulang dari kerja Ardin mampir, Mama mau di bawakan apa" tanya Ardin kepada sang penelfon.
"Okedeh mah" tut tanda telfon telah selesai.
Begitu semuanya beres Ardin melangkahkan kakinya menuju parkiran rumah sakit. Iya menyusuri keindahan sore hari kota Jakarta, walaupun hiruk pikuk masih memenuhi jalanan sore. Terlihat santai sekali Ardin memacu mobilnya, sembari bersenandung kecil, di iringi musik yang ada di dalam mobilnya.
"Mah, Pah" senyum Ardin mengembang kala melihat Mama Ana dan Papa Salman tengah menunggu di ruang keluarga.
"Sudah sampai ya, gimana pasti capek kan" ucap Mama Ana mengusap usap punggung Ardin. Ia kembali merasa sedih, orangnya sendiri tidak pernah memperlakukan ia seperti ini, sedangkan orang lain malah sayang sekali kepada dirinya.
Tak lama keluar Kevin bersama sang Kakak. Mereka ikut duduk di ruang keluarga itu.
"Oh ya, Ardin bawa buah mah, bingung soalnya mau beli apa" ucap Ardin seraya meletakkan buah di atas meja.
"Loh, ngapain repot repot bawa buah nak" tegur Papa Salman lembut.
"Sesekali lah Pah, udah lama juga Ardin gak main kesini" jawab Ardin.
Terdengar suara deru mobil memasuki pekarangan rumah Papa Salman. Tak lama masuk seorang gadis cantik, Ya itu Raina, iya masih menggunakan baju kantornya, sama seperti Ardin sepulang kerja langsung mampir ke rumah Papa Salman.
"Hey ibu Presdir" sapa Kevin dengan logat alay nya.
"Mah, Pah, gimana kabarnya sehat, maaf ya Raina baru sempat mampir" bukannya menanggapi ucapan Kevin Raina malah memilih duduk di sebelah Ardan.
"Wah sekarang sudah banyak petani yang makmur ya" ucap Kevin dengan mimik wajah kesal.
Membuat semua orang yang berada di situ menyengritkan dahi, tidak paham maksud Kevin.
"Lah gimana enggak, dari tadi ngomong dapet kacang mulu, gak ada yang nanggepin, huh" ucap Kevin kesel.
Seisi ruangan pun jadi tertawa melihat Kevin, ada ada saja laki laki ini memang.
Bersambung........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments