"TIDAK IBUUUU.. HENTIKAN..."
PRAANNKKK....
Suara pisau yang terlempar beradu dengan lantai. Edrea memeluk tubuh ibunya erat yang masih berteriak histeris dengan air mata yang terus mengalir membasahi wajah pucatnya.
"Jangan lakukan itu lagi, Aku mohon ibu, jangan lagi," Ucap gadis itu yang masih memeluk tubuh ibunya erat, membiarkan tubuh lemah itu menangis di pelukannya hingga selang beberapa menit, ia dapat merasakan tubuh ibunya melemah dengan nafas yang mulai teratur.
Dengan lembut ia mengusap punggung ibunya, dan langsung memapah tubuh lemah itu untuk di rebahkan ke atas tempat tidur, menyelimutinya sebelum mengecup lembut dahi ibunya.
Perlahan Edrea melangkahkan kakinya meninggalkan kamar ibunya yang sudah tertidur dan berjalan menuju ruang tengah yang nampak sangat berantakan. Matanya tertuju pada sebuah pisau yang tadi di lemparkannya ke lantai saat ia berhasil merebut pisau itu dari tangan ibunya yang kembali untuk mencoba melukai dirinya sendiri. Ini bukan kali pertama ibunya melakukannya, bahkan sudah berulang kali ibunya melakukan percobaan bunuh diri sejak mereka pindah di kota ini.
Dengan air mata yang terus menitik dari sudut matanya, Edrea memunguti pisau tersebut dan menaruhnya ke dalam laci untuk kemudian di kuncinya, dan mulai membersihkan barang barang yang berserakan di atas lantai.
Sejak ibunya di vonis menderita polt traumatis stres di Soulder atau biasa di sebut dengan PTSD, Ibunya sudah tidak pernah lagi berkomunikasi dengan siapapun termasuk dirinya, tatapan mata wanita itu selalu di selimuti oleh kesedihan yang terlihat sangat mendalam, meskipun wanita itu sudah tidak pernah berbicara lagi sejak saat itu, namun Edrea bisa mengetahui suasana hati ibunya yang kadang merasakan sedih, ataupun takut hanya dengan melihat tatapan mata ibunya.
Dan sejak saat itu pula Edrea mulai menghabiskan waktunya dengan terus bekerja paru waktu, untuk membiayai kebutuhannya juga pengobatan sang Ibu. Ia harus terus bekerja keras demi bertahan hidup di kota yang sangat asing baginya. Di mana ia tidak memiliki keluarga satupun di kota ini. Meskipun itu bukan hal yang menyedihkan bagi kehidupan Edrea yang memang sejak lahir ia hanya mempunyai seorang Ibu dan Bibi.
Ayah Edrea meninggal dunia di sebabkan sebuah kecelakaan mobil saat Edrea masih dalam kandungan, dan hal itu yang di katakan Bibinya saat Edrea pernah sekali menanyakan keberadaan sang Ayah, hingga Edrea berpendapat bahwa penyakit sang Ibu saat ini di sebabkan karena itu. Hingga sampai Edrea tumbuh dewasa ia tidak pernah lagi menanyakan tentang sang Ayah, bagaimana rupa dan karakter sang Ayah, sebab jika dengan tidak sengaja ibunya mendengar hal itu, ibunya akan mulai menangis dan tidak jarang akan mulai menyakiti diri sendiri. Sebab yang Edrea tau ibunya sudah menderita sakit sejak Edrea masih di dalam kandungan.
"Maaf Bu, Rea pulang terlambat malam ini," Ucap gadis itu dengan lembut memeluk tubuh ibunya dari belakang, saat ia masuk kekamar dan mendapati ibunya di sana. Dengan cepat ia meraih sebuah syal yang tersampir di sandaran sofa untuk dililitkan di leher ibunya yang masih terdiam di hadapan jendela ruang kamarnya, sebab malam ini udara cukup dingin.
"Saatnya makan malam, aku sudah memasak masakan kesukaan ibu."
Lanjut Edrea menutup tirai jendela tersebut dan meraih tubuh ibunya agar beranjak dari duduknya dan menuntunnya menuju ke arah meja makan, yang di sana sudah tertata dengan rapi menu makanan kesukaan ibunya.
Dengan telaten gadis itu menyuapi ibunya, sambil sesekali mengusap lembut sudut bibir ibunya yang terkena sisa makanan. dengan menggunakan tisu.
"Saatnya ibu minum obat, Rea dapat gaji pertama hari ini, jadi sudah bisa membeli obat buat Ibu lagi." Lanjut gadis itu sambil meraih sebuah gelas dan beberapa pil untuk di minum ibunya.
"Hari ini Aku mengalami peristiwa yang sangat menarik sekaligus menakutkan, tadik aku menyelematkan seseorang, Semoga pria itu baik baik saja, sebab tadi Aku lihat ada luka yang cukup serius di lengannya."
Cerita gadis itu yang tiap hari ia lakukan di saat ia sedang bersama ibunya. Ia akan bercerita apa saja yang sudah di alaminya. Meskipun tidak pernah mendapat respon dari ibunya. Dan berakhir tertidur di pangkuan sang ibu.
* * * * *
* MANSION ALPHA KHANDRA BERTA.
"Bagaimana?" Tanya Alpha perlahan.
"Orang kita sudah menangkap pelaku pengendara mobil itu Tuan, dan seperti dugaan Anda, dia orang suruhan Tuan Chris. Jawab Dareen.
"Tsk, jadi dia mulai bertindak licik lagi rupanya?" Balas Alpha Khandra dengan senyum smirknya seraya menyandarkan tubuhnya di sofa sambil menyilangkan kakinya.
"Apa yang harus kita lakukan selanjutnya Tuan?"
"Biarkan saja orang itu membusuk di penjara."
"Baik Tuan," Balas Dareen mengangguk.
"Apa kau sudah mendapatkan informasi tentang gadis yang menolongku kemarin?"
"Iya Tuan Muda," Jawab Dareen sambil meletakan sebuah map di atas meja kerja Alpha yang langsung di raih oleh Alpha kemudian di bacanya. Nampak terlihat ia mengernyitkan keningnya saat sedang membaca beberapa informasi dari gadis yang sempat mencuri perhatiannya itu.
Ternyata kau mempunyai kehidupan yang cukup menyedihkan Nona.
Batin Alpha menarik nafas dalam saat hatinya tiba-tiba merasa iba pada Gadis yang telah menyelamatkannya kemarin.
"Gadis ini berharga Negara Thailand?" Tanya Alpha perlahan.
"Iya Tuan, dan sudah satu tahun gadis itu dan Ibunya pindah ke kota ini." Balas Dareen.
"Apa kau tidak mendapatkan data Ayahnya?"
"Tidak Tuan, sampai sejauh ini, hanya itu saja informasi yang saya dapatkan."
Jawab Dareen yang di sertai anggukkan oleh Alpha yang entah mengapa mulai tertarik untuk menyelidiki seseorang yang baru di lihatnya, terlebih lagi ia seorang gadis. Bahkan Alpha tidak pernah peduli dengan siapapun di sekitarnya. Tapi kali ini, ia nampak terlihat serius.
"Anda nampak sedang memikirkan sesuatu Tuan muda."
"Aku hanya berfikir, jika saja kemarin gadis itu tidak berada di sana mungkin aku sudah celaka. Apakah itu suatu kebetulan?" Tanya Alpha sambil mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuknya.
"Tentu saja Tuan, dan sepertinya anda berutang ucapan terimakasih pada gadis itu, sebab kemarin anda sepertinya lupa mengucapkannya."
"Mungkin lain waktu, aku pasti akan menemui gadis itu." Jawab Alpha Khandra.
"Iya Tuan, sebenarnya saya sedikit penasaran, sebab tidak biasanya anda tertarik dengan hal-hal seperti ini."
"Aku hanya merasa ada yang berbeda dari gadis itu. Tiba-tiba perasaanku mengatakan ingin melindunginya." Balas Alpha Khandra yang membuat Dareen hanya bisa melongo mendengar ucapannya. Sebab pria seperti Alpha Khandra adalah sosok pria yang tidak semudah itu merasa kasian atau iba kepada orang lain.
"Ada apa?" Tanya Alpha lagi saat melihat ekspresi asistennya yang nampak syok dan kebingungan.
"Tidak apa apa Tuan, hanya saja..."
"Aku ingin beristirahat." Balas Alpha Khandra seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa panjang ruang kerjanya sambil memejam.
"Kenapa anda tidak beristirahat di kamar saja?" Tanya Dareen perlahan.
"Tidak perlu. Aku lebih nyaman di sini." Balas Alpha Khandra yang masih memejam, bahkan semakin menyamankan dirinya di atas sofa.
Hari ini Alpha Khandra tidak masuk kerja di sebabkan cidera yang lumayan parah di sikutnya dan ia di haruskan oleh Dokter pribadinya untuk beristirahat di Mansion dalam beberapa hari.
Sedang di lantai dua tepat di dalam kamar Emery, nampak sosok Emery yang masih meringkuk di atas tempat tidurnya dengan tubuh yang masih di tutupi selimut.
"Nyonya.. Apa anda tidak makan lagi?" Tanya Areta perlahan.
"Tidak Bi, saya tidak lapar." Jawab Emery dengan suara seraknya.
"Tapi sejak kemarin Anda tidak menyentuh makan sedikitpun."
"Saya hanya tidak berselera Bi"
"Ada apa Nyonya? Apa anda baik-baik saja?"
"Saya baik-baik saja." Balas Emery tersenyum, berusaha menyembunyikan luka di hatinya, rasa sakit yang seolah membuatnya ingin menjerit sekeras mungkin. Kenyataan bahwa dia hanyalah sebuah umpan yang digunakan Ayah kandungnya sendiri demi merebut harta suaminya sungguh membuatnya benar-benar sakit dan hancur.
Sedang Areta hanya bisa menarik nafas dalam saat melihat kondisi Emery, mata sembab dengan wajah yang terlihat sangat pucat itu cukup menggambarkan bahwa Nyonya besarnya sama sekali tidak dalam keadaan baik.
"Nyonya, sebenarnya apa yang terjadi? Sejak kedatangan Ayah Anda kemarin, suasana hati Anda langsung berubah, apa ada masalah serius?" Tanya Areta perlahan.
"Tidak apa apa Bi,
Aku hanya sedang memikirkan, akan sebesar apa lagi kebencian Alpha terhadapku jika ia mengetahui hal ini, apa yang harus aku lakukan sekarang. Batin Emery semakin membuatnya ketakutan.
"Bagaimana keadaan Tuan Alpha?" Tanya Emery beranjak bangkit dari tidurnya lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidurnya.
"Tuan besar baik baik saja Nyonya, Dokter Wil baru saja pulang setelah tadi ia datang untuk mengecek keadaannya, Nyonya tidak perlu khawatir" Jawab Areta.
"Apa luka Tuan muda parah?" Tanya Emery yang memang belum melihat kondisi suaminya sejak kemarin. Selain Alpha yang tidak membiarkan siapapun untuk masuk ke dalam kamarnya, Alpha juga tidak memperbolehkan siapapun untuk mendekatinya selain Asistennya Dareen dan sahabatnya Dokter Wilfreed Maximilan, meskipun hanya untuk melihat keadaannya saja.
Perlahan Emery beranjak dari tempat tidurnya dan sedikit merapikan rambutnya yang nampak sedikit berantakan. Dan terus melangkah keluar kamar dan di ikuti oleh Areta yang memilih untuk diam, tampa pertanyaan sedikitpun, sampai Emery berhenti tepat di depan kulkas dan mulai mengeluarkan beberapa bahan masakan.
"Apa yang akan Anda lakukan?" Tanya Areta saat melihat Emery meraih apronnya untuk di pakainya.
"Saya akan membuatkan Tuan muda Samgyetang, ini bagus untuk memulihkan kesehatannya." Jawab Emery.
"Tapi Nyonya."
"Bibi Reta.. Biarkan aku memasaknya."
Balas Emery tersenyum sambil mulai memasak. Sedang Areta hanya bisa terdiam saat melihat Emery dengan perasaan sedihnya.
Kenapa Anda terus melakukan hal-hal yang akan membuat Anda kecewa pada akhirnya Nyonya,
Batin Areta yang dengan cepat mengambil beberapa sayuran untuk di cucinya, setidaknya hal itu bisa membantu mengurangi pekerjaan Emery yang sepertinya saat ini sedang kurang sehat. Hingga 60 menit berlalu, Emery usai dengan masakannya, dan langsung memasukkannya ke dalam wadah.
"Dareen,"
Panggil Emery sambil melangkah menghampiri Dareen yang baru saja keluar dari Ruang kerja Alpha.
"Iya Nyonya," Balas Dareen yang langsung menghentikan langkahnya dan membungkuk saat Emery sudah berdiri tepat di hadapannya sambil membawa sebuah nampan berisi semangkuk samgyetang yang sepertinya baru di masak.
"Apa saya boleh meminta bantuan Anda?" tanya Emery.
"Silahkan Nyonya, jangan sungkan."
"Bisakah Anda memberikan ini kepada Tuan Alpha?" Tanya Emery seraya menyodorkan nampan yang sejak tadi di pegangnya kepada Dareen yang masih terdiam dengan wajah yang terlihat bingung.
Aku tidak yakin Tuan muda akan mau memakannya. Dareen.
"Ada apa?"
Tanya Emery lagi saat menatap wajah Dareen yang masih terlihat bingung. Seolah paham dengan apa yang di pikiran asisten suaminya itu, dengan senyum ramah Emery meletakkan nampan tersebut ke atas meja.
"Tuan Alpha boleh membuangnya jika ia tidak menyukainya." Ucap Emery sambil mengalihkan pandangannya kearah ruang kerja suaminya yang masih tertutup rapat dengan Raut wajah yang nampak penuh dengan kekhawatiran.
"Apa Tuan Alpha baik baik saja?" Tanya Emery perlahan.
"Iya Nyonya, Tuan baik baik saja, cedera di tangannya juga tidak begitu parah, Tuan hanya butuh istrahat." Jawab Dareen meyakinkan.
"Siapa yang tega melakukan hal keji seperti itu,"
Ayah anda Nyonya.
Batin Dareen seraya menarik nafas dalam merasa prihatin dengan Nyonya mudanya yang bagitu baik hati dan lembut. Bahkan wanita sebaik itu malah di takdirkan menjadi putri dari seorang yang tidak berperasaan dan berdarah dingin seperti Tuan Chris.
"Kenapa Nyonya tidak masuk saja kedalam dan memberikannya langsung pada Tuan Alpha," Balas Dareen mberi saran.
"Tapi saya.. "
"Nyonya hanya perlu meletakkan makanan itu di sana, dan bisa melihat keadaan Tuan Alpha sebentar, lagi pula saat ini Tuan Alpha sedang tidur, jadi semua akan baik-baik saja."
"Baiklah," Jawab Emery dengan senyum yang terlihat sangat bahagia. Dengan cepat ia meraih nampan tersebut dan melangkah masuk kedalam ruang kerja suaminya.
Dengan sangat hati-hati Emery meletakkan nampan tersebut di atas nakas agar tidak menimbulkan suara yang dapat mengganggu tidur suaminya.
Emery duduk di samping suaminya yang masih terlelap, dengan lekat di tatapnya wajah tampan suaminya yang sedang terlelap, wajah yang terlihat seperti seorang malaikat, begitu tenang dengan nafas yang teratur seperti seorang bayi kecil yang sedang terlelap di pangkuan Ibunya. Bahkan ini kali pertamanya Emery benar-benar menatap wajah suaminya secara dekat setelah 5 tahun pernikahan mereka. Di sana ia bisa melihat hidung yang begitu mancung, dengan alis tebal dan bulu mata yang terlihat panjang dan sedikit lentik, tidak lupa dengan bibir yang terlihat sedikit penuh juga memerah, sungguh indah bagi ukuran pria seperti Alpha yang memang memiliki wajah yang tampan dengan kulit putih yang terlihat mulus dan lembut.
Seandainya aku bisa melihat wajah tenang ini setiap hari, aku sudah tidak menginginkan apa apa lagi.
Batin Emery tampa memalingkan pandangan matanya dengan senyum kecil yang menghiasi wajahnya.
"Apa yang sedang kau lakukan disini?"
Suara datar Alpha tiba-tiba menyapa indra pendengaran Emery yang sontak membuatnya terduduk ke lantai dan perlahan menyeret pantanya kebelakang agar tubuhnya menjauh dari Alpha yang entah sejak kapan sudah terbangun dari tidurnya. Bahkan wajah malaikat yang beberapa menit lalu terlihat di wajah Alpha kini sudah berubah menjadi wajah yang terlihat dingin dan menakutkan.
"Beraninya kau menatap wajahku seperti itu."
"Ma.. Maaf, saya hanya mengantarkan sup untuk anda." Jawab Emery terbata.
"Keluar."
"Ba.. Baik Tuan." Ucap Emery yang langsung beranjak sambil melangkahkan kakinya ke arah pintu.
"Bawah sampah itu."
"Apa Tuan tidak akan me..... "
"AKU BILANG BAWAH KELUAR." teriak Alpha.
"Tapi Tuan... "
Dengan cepat Alpha beranjak dari sofa dan langsung meraih nampan tersebut.
PRAANNKKK...
Emery menunduk sambil menutup kedua telinganya saat nampan itu beradu dengan lantai tepat di hadapannya, bersamaan dengan air matanya yang mengalir dengan tubuh yang bergetar.
"Bukankah aku sudah berulang kali memperingatimu?"
"Ma.. Maafkan saya Tuan."
"Tsk, melihatmu seperti itu semakin membuatku sangat membencimu, apa kau tau? AKU SANGAT MEMBENCIMU HINGGA AKU BERHARAP KAU LENYAP TAMPA SISA DI MUKA BUMI INI?" Teriak Alpha dengan amarahnya yang semakin memuncak.
"KENAPA KAU SELALU BERADA DI SEKITARKU? KENAPA KAU TIDAK MENJAUH SAJA DARIKU?"
"Maafkan saya.. saya.. "
"MENJAUH LAH DIRIKU."
"Apa itu yang Tuan inginkan dariku?"
"YAH, AKU INGIN KAU MENJAUH, KENAPA KAU TIDAK MATI SAJA?" Teriak Alpha meraih sebuah kursi dan melemparkannya ke dinding tepat samping Emery berdiri untuk melampiaskan amarahnya.
* * * * *
* TO BE CONTINUED.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Edelweiss🍀
ya Ampun, berasa aku yg dbentak. nyesek🤧
2021-09-13
0
Bintang Desember
Alpha jangan selingkuh plia😭
2021-03-31
1
Nenk Put
uni apa??
2021-02-16
1