Vano melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, ternyata waktu sudah jam tiga sore. Dia memutuskan untuk membereskan meja kerjanya terlebih dahulu.
Setelah mejanya sudah rapi, Vano memasukan beberapa berkas yang akan dia kerjakan di rumah, ke dalam tasnya.
Tak lama kemudian, masuklah Dimas ke ruangannya itu, untuk memberitahu jika sudah saatnya untuk pulang. Mereka pun langsung pergi dari ruangan itu.
"Kalau ada yang mencari tuan Vano minta untuk menemui beliau besok saja," kata Dimas kepada Anggi, saat mereka melewati meja kerjanya.
"Baik Pak. Apa ada yang lainnya lagi Pak?" tanya Anggi sambil berdiri dari duduknya.
"Tidak itu saja," sahut Dimas, lalu kembali melanjutkan langkahnya menyusul Vano yang sudah menunggunya di depan lift. Setelah sampai di depan lift, mereka langsung masuk ke dalam lift itu.
Saat di dalam lift, Dimas terus memperhatikan Vano, ada yang ingin ditanyakannya. tapi, dia ragu untuk bertanya. Vano yang menyadari hal itu pun, menoleh ke arahnya dengan kening mengerut dan bertanya.
"Apa yang ingin kamu tanyakan?" tanya Vano, kemudian kembali memalingkan wajahnya ke arah depannya.
Dimas tersentak karena Vano tau ada yang ingin dia tanyakan, dia menggaruk tengkuknya canggung dan bergumam dalam hati, Kenapa dia bisa tau, kalau ada yang ingin aku tanyakan?
"Apa kamu masih mencintai Adelia, Van?" tanya Dimas dengan ragu, sambil melihat ekspresi Vano.
Vano melihat ke arah Dimas sebentar, lalu memalingkan kembali wajahnya ke depan dan menerawang.
"Kamu pasti tau, kalau aku belum pernah merasakan yang namanya cinta sebelumnya. Namun, di saat aku merasakan hal itu, apa kamu pikir aku bisa dengan mudah melupakannya. Meskipun di saat aku menyadari kalau aku merasakan cinta itu, aku harus mengubur rasa itu karena ternyata dia menikah dengan sahabatku sendiri,"
"Aku sudah mencoba menghapus rasa itu, mencoba untuk berdamai dengan hatiku tapi ternyata tidak bisa. Semakin aku berusaha membunuh rasa itu, semakin kuat dan semakin besar pula rasa itu tumbuh di hatiku," sahut Vano dengan tersenyum getir.
Baru saja Dimas akan membuka mulutnya untuk bertanya lagi, pintu lift terbuka, dia mengurungkan niatnya bertanya dan langsung berjalan ke arah parkiran. Setelah sampai di parkiran mereka masuk ke dalam mobil, Vano duduk di samping Dimas yang akan menyetir.
Saat di tengah perjalanan, Dimas Mulai bertanya lagi pada Vano, tentang apa yang akan Vano lakukan selanjutnya.
"Terus apa yang akan kamu lakukan sekarang? tidak mungkin kamu bisa memiliki dia karena dia sudah menjadi istri sahabat kita," kata Dimas.
"Cinta tak harus memiliki dan memberikan kebahagiaan untuk orang yang kita cintai, meski bahagianya bukan bersama kita.
Lagian aku tidak akan merebutnya, selama Dion menjaga dan membahagiakannya, tapi kalau Dion membuat dia bersedih bahkan menangis. Aku akan merebutnya dengan cara apa pun dan menjadikannya milikku selamanya," jawab Vano lalu tersenyum pada Dimas.
"Tapi, apa kamu sanggup kalau melihat kebersamaan mereka, karena mungkin kebersamaan mereka akan sering kamu lihat nantinya, saat kita sedang kumpul bersama," tanya Dimas.
"Selama aku bisa melihatnya bahagia, itu sudah lebih dari cukup untukku," jawab Vano.
Dimas yang mendengar hal itu hanya tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan mobilnya.
"Aku gak nyangka, jika sekarang seorang Vano yang datar dan dingin akan jadi sebucin ini hanya karena seorang Adelia yang sudah menjadi istri dari sahabatnya," kata Dimas sambil terkekeh, sedangkan Vano hanya mengangkat bahunya.
Selang beberapa menit, mobil yang mereka tumpangi sampai di depan sebuah bangunan yang ber-plang, Alota Boutique, mereka masih diam di mobil karena Vano mau memberikan kejutan untuk Adelia dan juga ingin melihat Adelia terlebih dahulu dari jauh.
.........................
Adelia dan Maira, baru selesai bertemu klien yang memesan baju pengantin. Mereka memasuki mobil dengan Ira yang menyetir, sedangkan Adelia duduk di samping Ira, lalu memejamkan matanya. Ira melihat kearah Adelia, kemudian memulai percakapan.
"Bagaimana hubunganmu dengan Dion Dell, apa ada kemajuan. Ini udah setahun umur pernikahan kalian?" tanya Maira.
Adelia membuka matanya dan melihat kearah Maira yang sedang fokus melihat ke depan, kemudian menghela napas barat.
"Apa sih yang kamu harapin dari hubungan aku dan Dion, tidak ada bedanya dengan dulu, saat kita masih kuliah. Yang ada malah hubungan Dion dengan Zeline yang makin erat dan tidak ada celah untuk orang lain masuk di antara mereka termasuk aku," cerita Adelia dengan wajah sendu.
Bayangan Dion dan Zeline yang selalu mesra saat sedang bersama, canda, tawa mereka yang seolah tidak pernah menganggap Adelia ada di antara mereka. Adelia yang terus melamun membayangkan kebersamaan Dion dan Zeline, hingga tanpa sadar setetes cairan bening turun ke pipinya yang langsung dia usap.
Maira yang melihat itu hanya bisa mengusap panggung Adelia untuk menguatkannya, bagaimanapun dia tahu bagaimana kisah Adelia dari awal dan dia merasa sedih dengan keadaan sahabatnya itu.
Di depan orang lain mungkin Adelia dan Dion seperti pasangan yang serasi tidak pernah terdengar ada masalah, padahal sebenarnya adalah lain dari yang dilihat.
"Terus sampai kapan kalian seperti ini terus, kalian sadar gak sih kalian hanya menyakiti diri kalian sendiri," kata Maira melirik kearah Adelia sesaat dan fokus lagi pada jalanan di depannya.
"Justru itu yang Dion pikirkan, kamu tau sendiri, kan? Dion menerima perjodohan ini karena terlalu sayang pada mama Santi, karena dia tidak ingin melihat mama Santi kecewa kalau Dion tidak menuruti keinginan mama santi," jawab Adelia Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan di antara mereka.
Setelah beberapa menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi pun tiba di parkiran butiknya, Maira dan Adelia, turun dari mobil dan berjalan menuju butik. Maira jalan di depan Adelia.
Vano yang fokus dan tidak berkedip melihat Adelia tidak sadar kalau Dimas dari tadi memanggilnya untuk mengajaknya turun.
"Woyy ... Van!" kesal Dimas karena Vano tidak juga mendengarkannya
"Woy ... Tuan Elvano Adhitama kalau kamu hanya bengong di sini nanti Adelia keburu diambil orang!" teriak Dimas.
Mendengar perkataan Dimas, Vano langsung menatap Dimas dengan tatapan tajamnya, tak lama kemudian dia bergegas keluar dari mobil dengan semangat, sementara Dimas yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya.
"Ternyata cinta memang bisa merubah segalanya," kata Dimas, lalu keluar menyusul bosnya itu.
Saat sudah berada di belakang Adelia, Vano menutup kedua mata Adelia dengan kedua tangannya. Membuat Adelia yang sedang berjalan tersentak kaget, saat tiba-tiba ada yang menutup matanya, lalu dia meraba tangan kekar yang menutup matanya sambil bertanya-tanya dalam hati lalu kemudian dia tersenyum, dia mengira itu adalah kakaknya
"Nggak lucu kali kak, ngagetin gitu. Untung aku gak punya penyakit jantung, coba kalau aku punya penyakit jantung udah mati aku kak," kata Adelia sambil mengerucutkan bibirnya merajuk karena mengira Vano adalah Kakaknya.
Vano yang mendengar Adelia merajuk hanya terkekeh lalu Vano mendekatkan bibirnya ke telinga adelia dan berbisik.
"Apa kamu tidak merindukan aku Dell, atau kamu sudah lupa sama sahabatmu ini hmmm?"
Deg ... Adelia tau suara itu, suara yang tiba-tiba menghilang selama setahun ini.
"Apa kamu benar sudah melupakan aku Dell sehingga tidak mau memelukku," kata Vano lagi sambil merentangkan tangannya. Adelia yang melihat itu pun langsung memeluk tubuh kekar Vano dan menumpahkan air matanya di dada bidang Vano.
"Huh, Adel kamu membuat bajuku basah dengan air matamu dan ingusmu itu," kata Vano yang pura-pura kesel, tapi Adelia tidak memedulikanya, dia terus menangis seolah ingin mengatakan sebuah kesedihan kepada sahabatnya itu.
"Bi-biarkan saja bajumu basah ka-karena air mata dan ingusku ini," jawab Adelia terpotong-potong karena tangisannya.
"Hey, apa kamu melakukan hal seperti ini juga pada Dion saat sedang sedih, Kamu tidak berubah ya Dell," kata Vano sambil melihat wajah Adelia yang kini sudah acak-acakan dengan mata bengkak dan hidung merah.
Mendengar perkataan vano itu, Adelia langsung melepaskan pelukannya, dari sahabatnya dan menatap Vano dengan cemberut.
"Tidak, aku tidak berani melakukan hal itu padanya, kamu sendiri tau, kan? Dion orang yang sangat menjaga kebersihan," jawab Adelia.
Vano melihat ada perubahan dari raut wajah Adelia, dia menatap ke dalam mata Adelia, dia melihat ada kesedihan dari sorot mata itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Dedew
dari awal ada bau2 pebinor nih,,oke aku dukung karna suaminya durjanahhh😑
2023-01-03
0
Fi Fin
Adelia tinggalkan Dion ..satukan Adelia sama Vano . sakit rasanya jd istri tak di anggap
2021-11-13
0
Fitriana Nanaz
aku tahu rasanya kyakmna dijodohkan tanpa cinta.tapi menurutku pernikahan itu suci,klau kita mau menjakankannya dan menerimanya dg ikhlas,insya Allah pasti akan ada jln menuju kebahagiaan.contohnya aku...! eit malah curhat😄😄😄
2021-11-11
0