Suamiku Seorang MAFIA
***
Ditengah kota dan kebisingan yang mewarnai nya menyimpan banyak sekali rahasia, ditengah kemegahan dan keramaian sesungguhnya menyimpan rapat kehidupan keras dan menyedihkan.
Rean seorang anak tertua dari dua bersaudara sedang menyemir sepatu seorang pekerja yang baru saja pulang dari kantornya, sembari asyik membaca koran itu, dia menikmati satu roti di tangannya, mungkin karena kelelahan sehabis bekerja pria dewasa itu tidak menghiraukan yang lain, hanya roti dan koran yang ia baca.
Perut yang keroncong, baju lusuh dan tubuh kurus itu perlahan menyemir sepatu yang ada di hadapannya, dia berjongkok layaknya seorang budak yang melayani tuan nya.
Remahan roti yang jatuh ia pelototi dengan lekat, sedari tadi perutnya memang sudah keroncongan.
Tetapi Rean kecil berpenampilan lusuh dan kurus itu tetap melakukan pekerjaannya, dia mengingat adiknya yang bernama Sean sedang kelaparan di rumah menunggu nya pulang, pantang bagi Rean untuk makan dan kenyang sendirian, di umurnya yang masih enam tahun dia sudah tumbuh menjadi seorang kakak yang baik, dia bercita-cita ingin menyekolahkan adiknya juga memberikan kehidupan layak untuknya.
Orang-orang yang berlalu-lalang sibuk dengan apa yang mereka lakukan.
"Pak, saya sudah selesai menyemir sepatu Bapak," suara lembut nan lemah karena kelaparan itu tersenyum ceria mengajak pelanggan nya berbicara, dia sangat senang karena sebentar lagi dia akan mendapatkan uang hasil jerih payahnya.
Dengan seksama pria berbadan sedikit gemuk berkulit putih pucat memeriksa setiap jengkal sepatunya, lalu tanpa senyuman dan wajah datar dia membayar Rean dengan tarif yang sudah Rean tetapkan, lalu seperti biasa pelanggan itu akan pergi meninggalkan dia di keramaian yang bising, seolah anak kecil kurus itu bukan lagi seorang anak kecil, melainkan seseorang yang pantas mengerjakan pekerjaan kasar itu.
Padahal jika ada sedikit nurani, seharusnya setiap orang yang melihat itu seharusnya membantu nya, atau menyuruhnya pulang, karena hari sudah malam, dan anak kecil seperti Rean belum pantas bekerja, yang harus ia lakukan adalah belajar.
Tetapi itulah kehidupan, orang lain menilai sesamanya dari penampilan, karena tubuh kurus dan pakaian lusuh Rean, orang-orang mengira jika Rean hanya seorang gelandang yang tidak pantas di bantu.
Dompet kecil yang sudah di ikat kan di dalam bajunya sudah penuh dengan recehan, Rean sangat bahagia, dari pekerjaannya hari ini dia setidaknya mampu membeli sebanyak lima roti, jadi adiknya bisa makan selama lima hari. Untuk Rean sendiri, jangan ditanya lagi, dia rela memungut makanan di jalan, bagaimana pun kondisi makanan itu, yang penting perutnya kenyang dan bisa bekerja.
"Wah, aku sangat beruntung, hari ini ada roti yang tidak basi, syukurlah," seru Rean terbelalak bahagia saat melihat roti bekas makanan pelanggan nya tadi, terjatuh di bawa bangku kecil yang ia bawa sebagai perlengkapan bekerjanya.
Roti itu tinggal seperempat, tetapi sudah cukup untuk mengisi perutnya yang sangat keroncongan.
Roti itu ia ambil seperti harta berharga, di kantonginya dengan pelan, dia akan makan dengan adiknya nanti di rumah.
Mengetahui malam semakin larut, dia memutuskan untuk pulang sebentar, sebelum pulang dia singgah membeli roti untuk makanan adiknya.
Setelah beberapa saat dia pun sampai di sebuah kontrakan gelap, bau dan tidak terawat, belum lagi kontrakan itu sangat berisik karena dekat dengan rel kereta api.
"Sean, bangunlah, Kakak sudah pulang," seru Rean pada adiknya yang ia lihat terbaring di kasur lusuh tempat mereka biasa tidur.
Senyuman itu masih merekah, karena dia membawakan roti favorit adiknya, dia pasti akan melihat senyum ceria adik lucunya yang bernama Sean itu.
Tetapi kecurigaan mulai muncul, Sean belum juga bangun, tubuhnya juga panas, bibirnya pucat dan banyak keringat di dahinya.
"Sean, bangunlah, mari makan bersama, kau laparkan?" Rean kecil memanggil adiknya tetapi tidak juga Sean bangun.
Tangisan yang membasahi pipinya sudah mulai deras, dia tidak tahu harus berbuat apa, sepertinya adiknya demam karena kelaparan, tetapi Sean tidak tahu harus berbuat apa.
Anak kecil yang polos itu hanya bisa memeluk adiknya erat-erat, dia fikir jika menghangatkan tubuh adiknya maka adiknya itu akan sembuh dan bangun. Tetapi waktu telah berlalu, Sean tetap saja tidak bangun.
"Brakk!" seorang wanita cantik berpakaian terbuka masuk dengan kasar ke kontrakan petak itu, kepalanya pusing dan tubuhnya sempoyongan karena mabuk.
Wanita cantik itu adalah ibu kandung Rean dan Sean namanya Hera, bekerja sebagai wanita malam dan tidak pernah memperdulikan anak-anaknya, menurut Hera mereka berdua adalah pembawa sial, kegagalan dalam hidupnya.
Tubuhnya yang berat karena mabuk ia istirahat kan di kursi sofa, tetapi belum juga beberapa detik dia istirahat, suara anak yang ia benci itu langsung terdengar.
"I ... Ibu, maafkan aku mengganggu mu, ta ... tapi Sean tidak bangun bangun juga, sepertinya dia sakit, aku harus bagaimana?" Rean mencoba meminta tolong pada ibunya, walaupun dia tahu jika ibunya pasti tidak akan menolong, tetapi dia tetap mencoba.
"Plak!" tamparan keras mengenai wajah Rean sampai dia terpental ke lantai.
"Dasar anak tidak tahu di untung! sudah syukur kau kubiarkan hidup! jangan mengganggu ku sialan!" teriak Hera dengan mata memerah karena masih dalam pengaruh alkohol.
Tangisan Rean yang keras tadi perlahan menghilang, ia menangis meringis tanpa mengeluarkan suara, air matanya membasahi luka wajahnya membuat perih nya semakin terasa.
"Brak ... Brak ... Brak!" suara gedoran dinding terdengar dari tetangga sebelah, hal ini sudah sering terjadi, karena kontrakan ini sangat sempit dan padat, jadi apapun yang terjadi akan terdengar sampai ke ujung kontrakan.
"AKU TAHU DIAMLAH!" teriak Hera pada tetangga yang menggedor pintu sembari melemparkan bekas botol minuman keras yang ada di atas meja membentur dinding begitu keras.
Lalu setelah itu, dia pun tertidur kembali di sofa, sama sekali tidak melihat putranya yang tergeletak di lantai meringis kesakitan.
Tidak mau membuang waktu, Rean berlari ke kamar dan menggendong adiknya, pasti di luar sana ada orang dewasa yang tahu bagaimana menyembuhkan orang sakit.
Perutnya masih kelaparan, wajahnya memar dan sedikit berdarah, Rean menggendong adiknya keluar kontrakan.
"Pak, tolong adik saya sakit, bagaimana cara menyembuhkan nya?" suara kecil itu mencoba meminta tolong pada seorang pemilik toko di depan gang, tetapi bukannya mau menolong pria itu langsung menutup pintu tokonya, dikira ingin mencuri.
Rean menangis dengan keras, tubuhnya tetap berjuang menggendong adiknya, perutnya yang lapar dan juga wajahnya yang terluka tidak di hiraukan lagi.
"Tolong, siapapun, adikku sakit," teriakan itu semakin lemah, tetapi tetap tidak ada yang menolong. Di setiap tempat hanya ada beberapa orang mabuk dan wanita penghibur, lokasi tempat mereka tinggal memang dipenuhi oleh tempat-tempat terlarang, jadi orang mabuk dan wanita penghibur sudah biasa terlihat di daerah itu.
Tubuh kecil yang kelaparan itu akhirnya sudah sampai pada batasnya, Rean terkapar dan terjatuh, pandangannya semakin gelap dan samar, tetapi Rean tahu ada seseorang yang mendekati mereka, sebuah bayangan hitam yang terlihat berlari kearah mereka.
Namun, tak sempat Rean melihat wajah samar itu dia langsung tidak sadarkan diri.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
westi
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
2023-12-14
0
Lian S
baru baca
2023-06-02
1
Renireni Reni
nyimakk
2023-02-15
0