"Aku penasaran apa yang dilihatnya hingga dia pingsan," kata Putra.
"Apapun yang dilihatnya, tindakannya memasuki rumah tanpa kita benar-benar nekat," komentar Sandra, "Bukankah Jay sudah mengatakan padanya agar tidak memasuki rumah sendirian?"
Jay tertawa, "Kau seperti baru pertama kali menangani klien bandel, Sandra. Asalkan hantunya tidak membunuh Park, semuanya beres. Tentu saja dia trauma dan kita bisa meminta bantuan SID menghilangkan traumanya."
Sandra, Jay, Putra dan Marcell sudah sampai di rumah Tuan Park sejak tiga puluh menit yang lalu. Ketika sampai, mereka mendapati Park pingsan di dekat pintu rumahnya. Mereka berempat lalu mengangkat Park ke sofa di ruang tamu. Sambil menunggu Park tersadar, mereka memeriksa kondisi rumah Park.
Terdengar ponsel Park berdering kencang. Sandra lalu memandang Jay, "Bukankah sebaiknya diangkat? Ini sudah yang keempat kalinya."
Jay menggeleng, "Biarkan saja. Tidak enak jika kita mengganggu urusan pribadi klien."
Mereka mengabaikan ponsel Park yang ditaruh di meja. Sesekali Sandra mengamati si pemilik ponsel yang masih tak sadarkan diri. Deringan ponsel itu akhirnya berhenti.
"Terlihat seperti bukan rumah angker," kata Putra yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Benar. Rumah ini terlihat lebih terawat. Terlihat baru," kata Marcell, "Tidak seperti rumah klien-klien kita sebelumnya."
Jay lalu memperingatkan murid-muridnya, "Bukankah rumah angker yang dirawat dan diperbaiki sebelum dijual oleh penghuni sebelumnya memiliki dua arti? Yang pertama untuk menaikkan harga jualnya. Yang kedua untuk menutupi entah ada apa di dalamnya atau pernah terjadi apa di masa lalu."
Ponsel pun berdering lagi dan kali ini mata Park sedikit bergerak-gerak. Hingga akhirnya pria Korea itu mengerjap-ngerjapkan matanya. Tangannya meraba-raba meja tempat ponselnya diletakkan. Dengan sekuat tenaga dia membuka matanya. Park sedikit terkejut ketika melihat Jay sudah ada di rumahnya namun di sisi lain dia merasa lega.
"Anda sudah datang, Tuan Jay," kata Park.
Jay mengangguk, "Silahkan terima panggilan anda dulu, Tuan Park."
Setelah menyelesaikan pembicaraan dengan orang yang ternyata atasannya, Park semakin lega. Dia mengatakan pada empat anggota SID bahwa atasannya membatalkan acara presentasinya. Setelah menutup panggilan, Park ditemani oleh Sandra ke dapur untuk membuat lima gelas teh. Ketika membuat teh, Park dibantu oleh Sandra dan terus ditemani hingga ke ruang tamu. Sambil memeriksa membaca pesan dari atasannya di ponsel, Park mulai menceritakan semuanya
"Aku menangkap beberapa hal," kata Sandra, "Kamar merah, para hantu yang tanpa mata dan sebagian besar anak kecil."
"Melihat detail kejadiannya, anda adalah korban dari urband legend yang berhubungan dengan ritual pemujaan setan, Tuan Park," kata Jay.
"Apakah yang semacam itu benar-benar ada?" kata Park dengan tatapan tidak percaya.
"Pemuja setan sudah menjadi musuh kami," kata Marcell.
"Pernah dengar pemujaan setan tentang kamar merah?" kata Jay pada ketiga muridnya.
Semuanya pun menggeleng dan terus menatap Jay. Dari mata mereka, mereka sangat berharap agar Jay menceritakan kisah tentang kamar merah.
"Sejujurnya aku sedikit lupa pada kisah ini," kata Jay, "Secara pribadi, aku belum pernah menangani misi yang berhubungan dengan kamar merah. Tapi seorang teman yang menangani misi ini pernah menceritakan hal ini padaku. Sudah bertahun-tahun yang lalu dan aku lupa. Baiklah, kuceritakan seingatku saja, ya."
Sandra, Putra, Marcell dan Park mengangguk pelan. Mereka menyeruput teh masing-masing dan mulai mengarahkan telinga ke Jay.
Jay mulai bercerita, "Kamar merah adalah salah satu jenis pemujaan setan. Tujuannya adalah untuk mencari harta terpendam. Karena syarat pengorbanannya tergolong mahal, maka yang harta yang didapatkan bukan harta biasa. Maksudku, harta yang memiliki nilai magis. Biasanya jika ritual memenuhi syarat, maka akan muncul sesosok hantu yang akan menunjukkan letak harta karunnya. Kalau gagal, hantunya tidak akan muncul. Namun, ada kondisi yang lebih mengerikan.
"Kondisi yang lebih mengerikan adalah ketika ritualnya berhasil tapi hantunya menambah permintaan. Apalagi jika meminta permintaan yang mustahil. Jika permintaannya tidak dikabulkan, maka hantunya akan membunuh si pemanggil. Baiklah, cukup intronya. Begini ceritanya.
"Lima puluh tahun yang lalu, di Jogja, ada penculikan anak besar-besaran. Dalam satu bulan, ada tiga puluh anak yang diculik. Rata-rata umur bocah yang diculik berumur sembilan hingga sepuluh tahun. Tentu saja polisi kebingungan mengungkap siapa sebenarnya pelaku penculikan ini. Tidak hanya polisi, bahkan dinas intelijen dan tentara pun juga ikut mencari. Publik dan media mulai membuat opini dan dugaan. Mulai dari human trafficking, kejahatan pedofilia, kejahatan pencurian organ dan sebagainya. Atas semua dugaan itu pula, polisi yang sudah mulai putus asa mulai melakukan berbagai cara. Mulai dari menginterogasi para penjahat dan mantan penjahat yang memiliki rekam jejak buruk masalah penculikan anak. Hingga meminta tolong para ahli metafisika untuk mengetahui tempat anak itu berada."
"Tentunya para ahli metafisika itu menemukan mereka dengan mudah," tanya Sandra.
Jay menggeleng, "Entah bagaimana cara para pemuja setan mengelabui para ahli metafisika. Polisi, intel dan tentara justru mendatangi tempat yang salah berkali-kali. Hal ini membuat para ahli gaib itu juga menyerah."
Marcell tertawa, "Pasti para ahli metafisika itu tidak mendengarkan dengan serius waktu dia kuliah di Jurusan Perdukunan. Tak heran mereka begitu bodoh."
Jay menjawab candaan Marcell, "Tidak, Cell. Para pemuja setanlah yang terlalu pintar untuk mereka. Baru sadar karena hal ini bukan kasus penculikan biasa, Kapolri pun meminta tolong pada Paladin.
"Waktu itu di tahap awal memang sulit. Mengingat kita tidak memiliki banyak informasi. Beberapa informasi yang kita miliki adalah korban penculikan yang rata-rata berumur sepuluh tahun dan diculik tepat ketika korban pulang sekolah. Karena itulah departemen kita punya rencana yang cukup nekat. Mereka menggunakan umpan.
"Butuh waktu lama agar para penculik menculik korban yang tepat. Setelah umpannya termakan, para anggota departemen mengikuti mobil penculik. Para penculik membawa anggota departemen ke sebuah rumah kontrakan di pinggiran Jogjakarta. Di sanalah para anggota departemen langsung menyergap para pemuja setan dan membunuh mereka.
"Para anggota departemen menggeledah kontrakan kumuh dan menemukan kamar merah. Disebut Kamar Merah karena dinding dan semua perabotan di kamar itu berwarna merah. Di lantainya ada pentagram yang di setiap ujungnya terdapat lilin merah. Ada buku berwarna merah yang ditemukan berserakan di pojokan kamar. Intinya, semuanya berwarna merah.
"Yang paling mengerikan adalah benda-benda yang ada di meja merah. Awalnya salah satu anggota melihat ada lima buah mangkok besar yang diisi oleh darah kambing. Dia lalu mengaduk mangkok besar itu dan menemukan sepasang bola mata di setiap mangkok.
"Para anggota mulai bertanya darimana bola mata itu didapat. Kemudian salah satu anggota langsung keluar dari Kamar Merah dan menggeledah seluruh rumah. Benar saja. Lima bocah yang menjadi korban penculikan digantung di langit-langit kamar lain dengan tambang yang melilit leher mereka. Mata mereka dicongkel. Masih terlihat jelas darah yang keluar dari rongga mata mereka. Anggota SID kita menginspeksi korban lebih dekat sehingga terlihat jelas urat nadi yang sudah dipotong. Di pojokan kamar ada sepuluh ember besar yang dibiarkan berserakan. Melihat ember dan sayatan di tubuh para bocah malang, para anggota departemen semakin yakin bahwa para pemuja setan mengecat dinding Kamar Merah dengan darah korbannya.
"Para anggota SID kembali ke Kamar Merah dan mengaktifkan mata mereka. Mereka mendapati puluhan hantu memandang mereka dengan murka. Baru bersiap menghadapi para hantu, ada yang memanggil nama salah seorang anggota dari ruang tamu. Para anggota kita menoleh dan menatap pemandangan memilukan. Lima sosok hantu anak kecil berdiri dan menangis. Air mata keluar dari rongga mata mereka yang kosong. Berkali-kali mereka memohon, 'Bebaskan kami dari Kamar Merah,' dengan isakan yang emilukan."
"Itu yang mereka katakan padaku, Tuan Jay," kata Park sambil mengamati tempatnya bersembunyi tadi, "Aku sama sekali tidak mengerti apa-apa tentang Kamar Merah. Yang kupikirkan hanyalah cara keluar dari rumah ini."
"Tunggu, Tuan Park. Aku menangkap ada yang aneh di sini," kata Jay, "Di lantai dua anda diganggu oleh dua hantu. Di lantai satu, para hantu justru memohon pada anda. Kemudian ketika anda mencoba kabur, salah satu hantu di lantai dua menangkap kaki anda. Benar begitu?"
Tuan Park mengangguk, "Aku benar-benar tidak mengerti apa yang inginkan dariku. Aku hanya orang biasa yang tidak apa-apa soal Kamar Merah. Soal hantu yang menangkap kakiku, aku baru melihatnya barusan. Selama ini, keluarga kami hanya diteror oleh hantu anak-anak."
"Crawler, ya?" kata Marcell.
"Craw ... apa?" tanya Park.
"Crawler, Tuan Park," kata Sandra, "Mereka biasa tinggal di bawah ranjang dan ada juga di dalam lemari."
"Untuk menyelidiki teka-teki di rumah ini, apakah anda berkenan jika kami menginap di rumah ini?"
"Tentu saja, Tuan Jay," kata Park, "Aku akan sangat senang. Apa yang harus kusediakan untuk anda dan murid-murid anda selama seminggu?"
"Tidak perlu repot-repot, Tuan Park," balas Marcell, "Anda cukup menyediakan kami makanan untuk ... ADUH!!!"
Sandra mencubit Marcell agar tak melanjutkan kalimat tak terkontrolnya. Sifat Marcell memang ekstrovert sehingga dia cenderung blak-blakan. Dia memang seperti itu dan hanya timnya yang bisa mengendalikannya.
"Untuk langkah awal, kami akan menginap hingga minggu sore, Tuan Park," kata Jay.
Jay memutuskan untuk membagi kamar. Jay sendiri tidur di ruang tamu. Park tetap tidur di kamarnya. Sandra mendapatkan kamar atas tempat Crawler pertama kali muncul. Marcell tidur di ruang keluarga lantai dua. Putra mendapatkan kamar yang letaknya di sebelah kamar Tuan Park.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 259 Episodes
Comments
anggita
Ide cerita yg bagus, 👍
2021-02-02
0