"Iya. Terima kasih atas perhatian anda, Tuan Jay," kata Park seraya menutup ponselnya.
Park segera memasukkan ponsel ke sakunya dan memikirkan acara nanti malam. Nanti malam dia harus menemui atasannya untuk mempresentasikan laporan bulan ini. Presentasi laporan seharusnya dilakukan jumat kemarin. Namun karena gangguan hantu di rumah membuat Park kehilangan konsentrasi bekerja. Akibatnya dia baru menyadari bahwa laptopnya tertinggal di rumah ketika gilirannya untuk presentasi. Semua datanya berada di laptopnya. Tentu saja hal itu membuat atasannya marah. Untuk membayar kemarahan atasannya, mau tidak mau Park harus datang ke rumah atasannya malam ini untuk presentasi.
Ada dua alasan Park berada di rumahnya saat ini. Pertama adalah untuk mengambil laptop yang tertinggal di rumahnya dan mengecek apakah data yang dibutuhkan nanti malam benar-benar ada. Jangan sampai datanya hilang ketika dia akan melakukan presentasi. Alasan kedua adalah mengantarkan Jay dan timnya untuk melihat-lihat hantu di rumahnya.
Park terus gelisah karena dilema. Dia perlu mengambil laptop di kamarnya untuk mengecek datanya. Daripada menganggur menunggu Jay, lebih baik memanfaatkan waktu untuk presentasi nanti malam. Di sisi lain, Jay memperingatkannya agar tidak masuk ke rumah dulu. Park tahu kenapa Jay melarangnya masuk rumah.
Hingga akhirnya Park membuang rasa gelisahnya. Rasa takut pada atasannya lebih besar daripada rasa takutnya pada hantu. Jika menuruti hantu, maka bisa-bisa dia dipecat dan kehilangan pekerjaannya. Dia mengambil kunci rumah dan membuka pintunya. Jantung Park pun berdetak kencang. Sebelum memasuki rumahnya sendiri, Park menelan ludah dan mengumpulkan seluruh keberaniannya. Manajer personalia ini akhirnya memberanikan diri untuk memasuki rumahnya sendiri. Dia membiarkan pintu depannya terbuka.
Langkah Park terhenti ketika dia sampai di depan televisi. Dia lupa dimana menaruh laptopnya sendiri. Pikirannya memang sudah kalut dengan dua masalah besar: masalah hantu dan masalah presentasi. Dia duduk sejenak di sofa dan mencoba mengingat-ingat laptopnya. Menyerah karena tidak menemukan apapun di otaknya, Park akhirnya berdiri dan melangkah ke kamarnya. Dia mencoba mencari secara acak. Di lemari, rak, meja rias istrinya namun tetap saja tidak menemukan. Akhirnya Park menatap ke bawah tempat tidur dan mencoba mencarinya di sana.
"Sial!" umpat Park, "Kutaruh dimana, ya?"
Park akhirnya menaiki tangga menuju ke lantai dua. Dia mencoba mencari di lantai karena menduga putrinya meminjam laptopnya. Park memasuki kamar putrinya, menyalakan lampu dan pandangannya menyapu seluruh kamar. Baru memasuki pintu kamar, Park merasakan ada seseorang yang duduk di kursi piano di belakangnya. Dia langsung menoleh ke belakang untuk melihat piano yang terletak di seberang pintu kamar anaknya. Tidak ada siapapun di piano. Posisi piano dan kursi juga tidak berubah. Park menghela nafas lega.
Tangan Park merogoh bagian bawah tempat tidur dengan tangan kanannya. Betapa terkejutnya dia ketika merasakan kulit tangannya dicengkeram oleh sesuatu yang dingin. Jantungnya terasa jatuh ke tanah saking terkejutnya. Park berusaha menarik tangannya dari cengkeraman tangan dingin itu. Setelah berhasil melepaskan diri, Park berusaha mundur sambil terengah-rengah. Dia menyandarkan punggungnya di dinding sambil mengamati bagian bawah tempat tidur. Park mengambil batang sapu untuk memukul apapun yang keluar dari bawah tempat tidur.
Di tengah konsentrasinya untuk menghadapi makhluk dari bawah tempat tidur, tiba-tiba Park mendengar suara nyanyian anak kecil. Nyanyian yang diiringi oleh melodi piano ini terdengar lirih namun mampu membuat bulu kuduk Park berdiri. Mengingat tidak ada siapapun di rumah ini selain dirinya. Nyanyian dan dentingan piano yang menyeramkan ini membuat jantung Park berdetak kencang.
"Are you sleeping? Are you sleeping? Brother John, Brother John. Morning bells are ringing, morning bells are ringing. Ding dong ding, Ding dong ding."
Otak dan hati Park menolak untuk melihat siapa sosok yang memainkan piano. Namun, ada kekuatan aneh yang mendorong kepala Park untuk menoleh ke kanan tempat piano tua berada.
"Are you sleeping? Are you sleeping? Brother John, Brother John. Morning bells are ringing, morning bells are ringing. Ding dong ding, Ding dong ding."
Seolah bergerak sendiri, kepala Park perlahan-lahan menoleh ke kanan. Park tak berdaya ketika melihat siapa yang duduk di kursi piano. Seorang anak kecil duduk di kursi piano. Bocah itu duduk membelakangi Park. Dia tak memakai baju sehingga punggungnya berkulit pucat cukup membuat Park menyimpulkan bahwa bocah itu bukan manusia.
"Are you afraid? Are you afraid? Mr. Park, Mr. Park. My sister is coming, my sister is coming. From the bed, from the bed."
Begitu menyelesaikan are you sleeping versinya sendiri, kepala si hantu bocah secara 180 derajat langsung menatap muka Park. Ada lingkaran hitam di kedua matanya dan bocah itu tersenyum kejam. Muka si hantu benar-benar membuat tangan dan kaki Park terasa lumpuh.
"Are you afraid? Are you afraid? Mr. Park, Mr. Park. My sister is coming, my sister is coming. From the bed, from the bed."
Belum habis ketakutan Park, sepasang tangan keluar dari bawah tempat tidur. Kemudian diikuti oleh kepala dengan rambut hitam yang sangat panjang. Park tidak bisa melihat seluruh mukanya. Rambut yang sangat panjang menutupi muka si hantu.
Park langsung mencoba kabur begitu hantu itu muncul. Park tidak bisa berdiri karena lutut dan pinggangnya terasa lemas untuk berdiri. Dia kabur dengan kedua tangannya menuju ke tangga. Tentu saja bagian bawah tubuhnya terasa sakit ketika dia menuruni setiap anak tangga. Namun, Park tidak peduli. Yang ada di otaknya sekarang hanyalah bisa kabur secepat mungkin dari lantai dua yang penuh hantu ini.
Ketika Park menyentuh lantai satu, dirinya hanya bisa mematung melihat apa yang ada di depannya. Tiga anak kecil tersenyum menyeramkan menatap dirinya. Tiga anak kecil itu tidak memiliki mata. Hanya ada lumuran darah yang keluar dari rongga mata mereka. Tuan Park sekuat mungkin mencoba untuk mengangkat kakinya dan berlari menuju kamarnya. Begitu sampai kamarnya, Park segera mengunci pintunya.
"Ayo bermain, Tuan Park. Ayo bermain," Park mendengar suara dari ruang keluarga.
"Jangan takut, Tuan Park," suara-suara ini semakin mendekati kamarnya, "Bebaskan kami dari Kamar Merah."
"Tolong kami, Tuan Park," suara bocah muncul lagi. Kali ini suara bocah perempuan.
Park semakin memperkuat kedua tangannya yang sekarang menahan pintu. Saat ini adaah saat paling menakutkan untuk Park sejak awal gangguan. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Otaknya hanya menyuruh dirinya untuk menahan pintu sekuat mungkin hingga suara-suara itu hilang.
"Hanya anda yang bisa membebaskan kami dari Kamar Merah," kata suara bocah perempuan lagi.
Dan Park baru saja menyadari bahwa suara perempuan barusan bukan berasal dari luar kamar. Tapi dari dalam kamar tempat dirinya bersembunyi saat ini. Lebih tepatnya, suara bocah perempuan barusan berada di belakangnya. Park pun memberanikan diri untuk menoleh ke belakang.
Sesosok bocah perempuan tergantung dengan tali tambang di langit-langit kamar. Seperti orang gantung diri. Gadis itu tidak memiliki mata, tapi Park tahu bahwa hantu ini sedang menatapnya. Gaun putihnya basah oleh darah yang keluar dari rongga matanya. Park langsung cepat-cepat membuka pintunya dan mencoba kabur.
"Bebaskan kami dari kamar merah," kata gadis itu.
Park langsung melarikan diri kamar itu. Begitu sampai di depan pintu, Park merasakan ada sesuatu yang dingin mencengkeram kakinya lagi. Park terus meronta agar bisa melepaskan diri dari apapun yang menahan kakinya. Namun semua usahanya percuma. Kaki Park sudah lelah dan hantu itu semakin merayap mendekati tubuhnya. Park hanya memejamkan matanya dan berharap mimpi buruk ini segera pergi. Bukannya pergi, Park merasakan telapak tangan dingin mengelus pipinya. Kemudian, tangan-tangan itu memaksa Park untuk membuka matanya.
Saat ini adalah saat Park melihat sesuatu paling mengerikan di hidup Park. Jarak antara mukanya dengan muka hantu hanya lima sentimeter. Hantu memasang ekspresi sedih dan memperlihatkan gigiyang merah karena berlumuran darah. Seperti hantu anak kecil yang dilihatnya tadi, hantu ini tidak memiliki mata. Hanya ada kegelapan yang menghiasi rongga matanya. Park sudah tak bisa menguasai kesadarannya lagi. Hingga akhirnya dia tak sadarkan diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 259 Episodes
Comments
imah umaraya
ngeyel sih.. di bilangin jangan masuk dulu..😅
2021-09-20
1