Biologi adalah pelajaran terakhir di hari sabtu ini. Sandra dan Regina baru saja memasuki kelas dan mengambil bangku nomor dua dari depan. Bab yang dipelajari di kelas Sandra saat ini adalah tentang sel. Mereka mengeluarkan buku dan mulai membaca penjelasan tentang komponen-komponen penyusun sebuah sel. Karena gurunya belum masuk kelas, suasana kelas masih ramai sedangkan Sandra dan Regina memanfaatkan waktu untuk belajar bersama.
Regina menaruh bukunya di meja kemudian berkata, "Aku bosaaaaaannn dan aku ingin sebuah misi."
"Gawain tidak memberi kalian misi?" tanya Sandra.
Regina menggeleng, "Desta dan Rudy ingin libur dan Gawain sendiri berkata ada pekerjaan yang harus dilakukan. Jadinya, timku libur sampai dua minggu ini. Gawain menyuruh kami untuk memulihkan diri dulu setelah latihan."
"Kau juga, sih, sok kerajinan. Timmu menginginkan libur dan kau malah ingin kerja."
"Habisnya, aku ingin segera mempraktikkan ilmu yang kupelajari."
Guru biologi datang dan mulai memberi tugas pada para siswa. Hari ini adalah kerja kelompok dan dia membagikan delapan lembar kertas untuk satu kelas. Karena jumlah siswanya ada 32 maka tiap kelompok terdapat empat orang. Sandra berkelompok dengan dua orang teman yang duduk di depan mereka.
"Perhatikan anak-anak," kata guru biologi yang menunggu kelas kondusif kemudian mulai berbicara lagi, "Gambar yang saya bagikan adalah gambar sel hewan. Kalian memiliki dua belas soal. Nah, tugas kalian adalah mencari apa nama bagian sel, fungsi bagian sel tersebut dan proses kerjanya. Sebagai contoh, disebut apakah bagian nomor satu?"
"Nukleus!" jawab kelas serentak.
"Fungsinya?"
"Mengatur semua aktivitas sel!"
"Proses kerjanya?"
Semua siswa segera membuka buku masing-masing. Mencari jawaban bagaimana proses kerja nukleus. Hanya Sandra dan Regina yang mengangkat tangan. Mereka berdua sudah membaca duluan jadinya mereka paham.
"Ya, Sandra?" kata guru biologi.
"Cara nukleus mengatur aktivitas sel adalah ...
"Bagus, Sandra," puji guru biologi, "Baiklah, selesaikan hari ini, ya!"
"Iya, Bu!" jawab murid serentak.
Semua siswa di kelas mulai bekerja, termasuk Sandra dan Regina. Dua puluh menit sudah berjalan dan tak sengaja mata Sandra melirik guru biologi. Gadis itu melihat keanehan pada gurunya.
Guru biologi tampak gemetaran dan ketakutan. Matanya terus menatap ke bawah. Bahkan ketika seorang siswa menanyakan sesuatu, guru biologi menjawabnya dengan mata tetap terpejam. Sesekali guru biologi membuka matanya sedikit, melihat jam dan segera menutup matanya lagi. Kepalanya terus tertunduk.
"Apakah Bu Hesti sakit?" tanya siswa yang sekelompok dengan Sandra. Sepertinya dia juga menyadari.
Regina melirik Bu Hesti sejenak, mengangguk dan berkata dengan cuek, "Kelihatannya begitu," gadis itu segera melanjutkan kerjanya.
Pecahlah suara tawa seorang pria dewasa. Sebuah suara tawa berat yang terdengar oleh seluruh siswa. Cukup membuat semua siswa yang sedang diskusi segera terdiam. Mereka saling menatap satu sama lain. Bertanya-tanya siapa yang tertawa seperti orang dewasa barusan. Sandra mulai menyadari ada yang aneh di kelas ini. Terlebih lagi ketika guru biologi itu tidak berkata apapun justru semakin menutup rapat matanya dan membaca doa lebih cepat.
"Maaf, maaf, yang barusan tadi aku," kata Sandra, "Aku agak flu jadinya agak ... yah ... berdahak. Sehingga tawaku seperti itu."
"Kau yakin Sandra?" tanya ketua kelas dengan tatapan tidak percaya.
Sandra tersenyum dan mengangguk, "Iya. Maaf sudah mengganggu tugas kalian."
"Lanjutkan saja, anak-anak," kata guru biologi dengan senyum yang agak dipaksakan. Dia tidak bisa menyembunyikan tangannya yang gemetaran.
Kelas mulai tenang dan semua siswa kembali bekerja. Hanya guru biologi yang tetap bertingkah aneh. Sandra dan Regina mengamati tingkah gurunya.
"Kenapa, Ndra?" tanya salah seorang kelompok Sandra, "Kau kan tidak tertawa?"
"Agar kelas kita bisa segera selesai, sobat," kata Sandra yang mampu membuat dua anggota kelompoknya tidak bertanya-tanya lagi.
Regina mendekatkan bibirnya ke telinga Sandra lalu berkata, "Hantu, kan, Sandra?"
Sandra mengangguk dan berbisik, "Benar. Tapi entah kenapa mataku tidak bisa mendeteksinya."
"Aku juga tidak bisa melihatnya, Ndra."
Setelah menyimpulkan bahwa hanya guru biologi yang bisa melihat, Sandra memiliki sebuah rencana dan akan segera mencobanya. Dia segera bangkit dari tempat duduknya. Sandra beralasan pada dua teman kelompoknya bahwa dia berniat meminjam rautan pada temannya yang berada di dekat meja guru. Tentu saja sambil mengaktifkan Eyes of Ghost Dimension. Terlihatlah hantu yang menjadi pembuat masalah.
Hantu itu berada di lantai di antara deret keempat dan kelima. Deret keempat dan kelima tepat berada di depan meja guru. Sosok hantunya adalah kepala berambut panjang yang mukanya berlumuran darah. Darah yang keluar dari lehernya membasahi lantai. Tentu saja darah yang membasahi lantai hanya bisa dilihat oleh mata milik anggota SID. Makhluk itu menyeringai menyeramkan pada Bu Hesti. Sandra berpura-pura tidak melihat. Dia memutuskan untuk menghajar makhluk itu nanti setelah kelas kosong.
Setelah mendapatkan rautan, Sandra kembali ke mejanya dan menceritakan semuanya pada Regina. Regina hanya mengangguk dan sama seperti Sandra, dia memutuskan untuk menghajar makhluk itu nanti.
Lima belas menit setelah Sandra duduk ke tempatnya, terdengar suara nyanyian pria dewasa. Sontak semua langsung lari keluar kelas termasuk Bu Hesti. Para siswa meninggalkan buku-buku dan tas mereka di dalam kelas. Sandra dan Regina berpura-pura ketakutan sambil ikut meninggalkan kelas. Setelah semunya berkumpul di depan kelas, tiba-tiba pintu menutup sendiri dan menghasilkan suara gebrakan yang sangat keras. Kemudian dari dalam terdengar suara seorang pria tertawa.
Tentu saja semua orang terbirit setelah mendengarkan suara tawa itu. Menyisakan Sandra dan Regina yang berada di depan kelas. Mereka saling berpandangan dan mengangguk. Bersiap untuk menghadapi hantu kepala itu.
"Pintunya diselimuti nether," kata Sandra.
"Kalau begitu, biarkan nether juga yang membuka pintunya," kata Regina.
Telapak tangan Regina mengumpulkan angin dan nether. Kemudian dia menembakkan anginnya dan pintu kembali terbuka. Regina dan Sandra masuk ke kelas dan menutup kembali pintunya.
Wajah hantu kepala itu tampak terkejut melihat dua orang manusia yang dengan tenangnya masuk ke dalam kelas. Ditambah lagi dua manusia itu menatap langsung ke mukanya.
"Kalian bisa melihatku?" tanya hantu kepala itu.
Bukan jawaban yang didapat si hantu kepala. Melainkan hembusan angin yang mampu menyayat-nyayat kulitnya. Hantu itu menjerit dan jatuh ke meja. Kepala hidup itu berguling-guling sambil mengumpat kesakitan. Kulitnya yang sudah berdarah-darah lebih berdarah lagi.
Para anggota SID tidak memberinya kesempatan. Sandra menyemburkan api bernether ke hantu kepala. Rambutnya yang panjang langsung terbakar dan membara. Kepala itu berguling lagi berusaha memadamkan api yang berkobar-kobar. Begitu apinya semakin berkurang, Sandra menembakkan api lagi padanya.
Regina melapisi kakinya dengan nether. Begitu hantu itu jatuh ke lantai, Regina berlari dan menendang kepala hidup hingga membentur dinding. Kepala itu terpantul ke arah Regina dan Regina meraih rambutnya yang panjang. Bagaikan cambuk, Regina memukul-mukulkan hantu itu ke meja sekitarnya.
"Oke. Oke, Regina. Cukup," kata Sandra, "Sekarang interogasi dia."
"Apa yang membuatmu kemari?" kata Regina, "Aku sekolah di sini satu tahun lebih dan tidak pernah melihatmu sebelumnya."
"Kalian ... Paladin ...?" tanya hantu kepala yang mulai sadar siapa lawannya.
"Jawab pertanyaanku!" kata Regina yang sedikit meninggikan suaranya.
"Ada hantu yang menyuruhku. Katanya, di sini adalah rumah yang nyaman untukku," jawab si hantu.
"Hantu macam apa yang menyuruhmu kemari?" tanya Sandra.
Hantu kepala menyeringai penuh ejek pada Sandra dan Regina, "Lady in the Black."
Nafas Sandra dan Regina tertahan sejenak dan mata mereka terbelalak. Hantu itu semakin puas melihat wajah Sandra dan Regina yang terkejut. Dua gadis ini tahu jenis hantu yang bernama Lady in the Black ini sangat susah dilawan. Dengan kata lain bukan level mereka.
"Dimaa tempat tinggal hantu itu?" tanya Sandra.
"Aku akan menjadi kepingan nether jika menjawab pertanyaanmu," jawab si hantu kepala.
"Jawab pertanyaan Sandra Permatasari!" kata Regina sambil memelototi hantu itu, "Atau ... atau haruskah kubenturkan kepala tololmu ke dinding???"
Tiba-tiba hantu kepala menggigit tangan Regina hingga membuatnya kesakitan. Hantu itu terlepas dari tangan Regina dan terbang kabur. Sandra menembaki hantu kepala yang terbang dengan cara zigzag. Sehingga apinya hanya menembus dinding. Hantu itu kabur begitu saja menembus dinding dan pergi.
"Bagaimana tanganmu?" tanya Sandra.
"Sakit sih," kata Regina, "Tapi sejujurnya aku lebih terkejut dengan tindakannya barusan."
"Kita ceritakan saja pada Gawain dan Jay. Lady in the Black bukan tandingan kita."
"Aku setuju."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 259 Episodes
Comments