"Kau terlihat segar, Ndra?" kata Marcell.
Sandra dan Marcell berjalan melewati gerbang sekolah. Sandra tahu kenapa muka Marcell terlihat begitu sebal dan lelah. Kemarin malam Marcelllah yang menghabisi semua lawannya. Untuk membunuh lawan tentunya diperlukan pengendalian listrik yang minimal berwarna biru. Tentunya ini membutuhkan energi yang tidak sedikit karena tegangannya lebih besar daripada listrik kuning.
"Aku tahu kenapa kau terlihat lelah," kata Sandra, "Kenapa tidak beristirahat saja di UKS?"
"Iya nanti saja," Marcell menguap, "Mungkin pelajaran ketiga atau keempat. Aku akan pura-pura roboh di kelas."
Sandra tersenyum, "Seperti biasa, ya."
Marcell mengangguk, "Oh iya, Putra bagaimana?"
"Dia bangun paling awal daripada kita," jawab Sandra, "Setengah jam sebelum aku bangun, dia sudah mengirimiku SMS."
"Bagaimana menurutmu hantu-hantu kemarin?"
"Aku tidak mengira kalau aku harus menghadapi dua hantu. Untung kau segera menghabisinya. Kemarin malam itu sama saja kita masuk langsung. Niat kita adalah menjebak dan mengeroyok hantu-hantunya. Tapi malah kita yang terjebak."
Tanpa sengaja, mata Sandra melihat dasi Marcell yang berantakan. Sandra menarik tangan Marcell dan membawanya ke dinding. Gadis itu merapikan pangkal dasi Marcell yang miring ke kanan.
"Ah, terima kasih, Sandra," kata Marcell, "Kau sudah seperti seorang istri yang baik."
"Berisik," kata Sandra, "Cepat masuk kelas."
"Oh, iya. Nanti pulang sekolah ikut denganmu ke makam ayahmu."
"Oke, aku tunggu di rumahku."
Sandra melihat Marcell tersenyum pada dirinya dan segera masuk kelas. Gadis itu menghela nafas dan segera melanjutkan jalannya.
Tiba-tiba sepasang tangan menutup mata Sandra dari belakang. Sandra tidak mencoba melawan dan hanya tersenyum. Si penutup mata menyuruh Sandra menebak siapa dirinya.
"Tangannya kasar," kata Sandra, "Mungkin Putra?"
"Menyebalkan," si penutup mata melepas tangannya dan berjalan ke depan Sandra, "Jangan samakan tangankuku dengan pengendali lampu itu. Tanganku ini selalu perawatan, tahu."
"Siapa tahu kau melakukan pekerjaan kasar ketika liburan, Regina," balas Sandra.
Teman Sandra yang usil ini bernama Andriani Regina dan biasa dipanggil dengan Regina. Gadis berkacamata ini memiliki gaya rambut ikal sebahu. Bermata lebar dan berhidung kecil. Pipinya juga merona merah. Regina adalah anggota SID juga, sama seperti Sandra. Hanya saja di tim yang berbeda. Kemampuan Regina adalah aerokinesis atau mengendalikan angin. Hari sabtu ini adalah hari keenam setelah liburan selesai. Demi menambah kemampuan pengendalian anginnya, dia berlatih di Pantai Utara Jakarta. Maksud Regina adalah sekalian liburan. Dia baru sampai di rumahnya pada hari kamis kemarin. Sambil berjalan menuju kelas, Regina bercerita banyak hal. Begitu mereka duduk di bangku, giliran Sandra bertanya.
"Bagaimana latihanmu?" tanya Sandra.
Regina mencibir dan menggeleng, "Ada kejadian tak terduga di sana. Jadinya latihanku sedikit terganggu."
"Kejadian macam apa?"
"Serangan organisasi kriminal. Tapi bukan organisasi biasa. Ada manipulatornya. Rencana latihanku sedikit berantakan."
"Tunggu. Bukankah organisasi kriminal ini bukan urusan SID? Kecuali jika organisasi kriminal ini terlibat dengan hantu atau makhluk gaib."
"Memang kejadian kemarin adalah tugas Departemen Petarung. Mereka mengirimkan dua tim sekaligus. Aku percaya dua tim ini bisa membereskan organisasi ini dalam waktu singkat. Nah, masalahnya, Presdir memerintahkan Gawain untuk pura-pura tertangkap oleh mafia agar bisa menjaring informasi dari dalam. Selama tertangkap, Gawain menyuruhku berlatih dengan Departemen Petarung. Mereka memang hebat tapi bukan pengajar yang baik. Yang menjadi pengajar baik hanya gadis jenius bernama Elsa.
"Elsa? Jenius bagaimana?"
"Ya. Seumuran dengan kita. Aku dengar dari teman-temannya, gadis itu mampu mengendalikan es sejak umur empat tahun. Lalu matanya yang berwarna kemerahan itu .. ah, apa itu namanya? Mata yang bisa memudahkan pengendalian kegelapan ... apa namanya?"
"Ya ... ya ... aku juga lupa namanya ... tapi aku paham, kok."
"Matanya itu sudah aktif sejak dia SMP. Gadis itu benar-benar hebat, Sandra. Ditambah lagi, yang bikin iri adalah dia sangat cantik. Bahkan si Rudy dan Desta benar-benar tak mampu menahan diri untuk tidak menatapnya."
Sandra tertawa, "Dasar! cowok memang begitu. Kalau ada yang cantik sedikit, radar mereka langsung aktif."
"Ngomong-ngomong soal cowok, bagaimana hubunganmu dengan Deddy?" tanya Regina.
Sandra menggeleng, "Dia terus mengajak aku balikan. Tentu saja aku menolaknya. Dia berkata padaku bahwa dia khilaf. Kubantah dengan, 'khilaf macam apa kok sampai dua kali?'"
Regina langsung terbahak mendengar cerita Sandra, "Terus??? Terus???"
"Aku menegaskan padanya bahwa aku sudah benar-benar putus."
"Bagus. Benar begitu, Sandra! Kan sudah aku bilang dulu setelah selingkuhnya yang pertama agar kau jangan balikan dengannya karena aku tahu dia akan berselingkuh lagi. Benar, kan?"
"Iya. Kau benar, Reg. Maaf, ya, dulu aku tidak mendengarkan perkataanmu."
Regina tersenyum dan mencubit pipi sahabatnya itu, "Tak apa. Semua orang memiliki pengalaman dan pelajaran hidup masing-masing. Tapi ingat kata-kataku, Sandra sayang: cheater will always be cheater. Ingat itu?"
"Baiklah. Aku akan menamai perkataanmu tadi dengan Hukum Regina."
"Enak saja. Memangnya hukum fisika?" kata Regina.
Sandra dan Regina kemudian saling menceritakan misi-misi yang mereka lalui. Begitulah para manipulator. Mereka saling berbagi pengalaman. Budaya ini tidak hanya di SID saja. Tapi, seluruh departemen di Paladin.
"Lalu sekarang siapa pacarmu? Desta?" goda Sandra.
"Aku tidak akan pernah mau pacaran dengan rekan satu tim," bantah Regina, "Prinsipku sama sepertimu."
"Katamu Desta baik dan ganteng."
Regina menunduk, menyembunyikan mukanya yang merona merah, "Mungkin. Jadi suami saja, ya. Daripada pacar."
"Tidak perlu menyembunyikan muka merahmu seperti itu, kawan. Aku mengenalmu sejak lama."
"Sebenarnya, sih, ada yang mendekatiku sekarang. Kakak kelas lebih tepatnya."
"Begitukah? Siapa? Siapa?"
"Tidak. Tidak. Aku tahu tatapanmu itu, Sandra," kata Regina yang menatap mata Sandra dalam-dalam, "Dia manusia biasa. Bukan manipulator seperti kita."
"Apa tidak apa-apa? Bagaimana jika kalian menikah? Dia manusia biasa lho. Tentu kau paham aturan keluargamu, kan?"
Keluarga besar Regina merupakan keluarga manipulator. Anggota keluarganya manipulator semua. Aturan keluarganya adalah menikah hanya dengan sesama manipulator. Regina hanya mengangguk pelan dan menggigit bibir bawahnya. Tentu saja hatinya galau saat ini. Pengendali angin itu sebenarnya tahu dan paham aturannya. Hatinya tambah galau setelah mendengar perkataan Sandra, sahabatnya sendiri. Anehnya, mendadak senyum tersungging di bibirnya.
"Nah, sekarang kau mulai gila? Senyum-senyum sendiri," kata Sandra.
"Aku sebal harus lahir di keluarga seperti ini," kata Regina.
"Kenapa kau harus bingung sekarang, sih? Lagian, nikahmu juga masih dua puluh tahun lagi."
"Tapi, Ndra ..."
"Begini ... banyak manipulator yang iri terhadap dirimu. Mungkin peraturan harus menikah sesama manipulator adalah sisi negatif keluargamu. Namun coba hitung sisi positifnya. Tentu sisi positifnya lebih banyak, kan? Syukuri saja. Rencanaku juga akan menikah dengan manipulator."
"Benar juga," kata Regina sambil memegang kepalanya, "Ah, kenapa kita pusing sendiri? Tinggal ubah dia jadi manipulator seperti kita."
"Kalau dia mau, maka tidak masalah. Kalau tidak?"
"Ya ganti pacarlah. Aku kan cantik. Kuakui aku tidak secantik dirimu, Ndra. Tapi tetap saja aku cantik. Pasti banyak cowok lain yang mau denganku," jawab Regina dengan penuh percaya diri.
Sandra dan Regina terus mengobrol dan membicarakan isu-isu yang muncul di departemen lain. Sandra memang tidak begitu paham dengan departemen lain. Tapi Sandra sangat menyukai kisah-kisah seram yang dibicarakan oleh manipulator Paladin. Contohnya adalah seorang manipulator dari Departemen Arkeologi yang meneliti kuil-kuil tenggelam di Samudra Pasifik. Karena menggali terlalu dalam, dia melihat sesuatu yang sangat menyeramkan di dasar kuil. Manipulator itu kembali dalam keadaan tidak waras. Sandra meneka-nerka makhluk macam apa yang ada di dasar kuil hingga membuat seorang manipulator kuat menjadi gila.
Pembicaraan Sandra dan Regina selesai ketika melihat Putra memasuki kelas. Dia berjalan langsung ke Sandra dan Regina.
"Wah, tuan putri Regina sudah kembali dari pantai," ledek Putra.
Regina menjulurkan lidah pada Putra, "Dan menjadi lebih kuat darimu. Ada apa, Put?"
"Seperti biasa ... misi ...," jawab Putra yang mengalihkan pandangannya dari Regina ke Sandra, "Nanti aku, Marcell dan Jay akan ikut ziarah ke makam papamu, Ndra. Setelah itu kita langsung ke misi berikutnya."
"Iya, Marcell tadi sudah bercerita padaku. Apa misi selanjutnya?" tanya Sandra.
"Urband legend, Ndra. Aku juga tak tahu, tapi nanti Jay akan menjelaskan semuanya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 259 Episodes
Comments