Lia di kamar membolak-balikkan tubuhnya, mengingat ucapan Bara pada dirinya.
"Apa benar keputusan yang aku ambil ini. Aku takut suatu hari nanti saat aku sudah sayang dan terbiasa bersama Alfin, aku harus meninggalkannya. Itu terlalu menyakitkan untukku, apalagi aku tak akan memiliki anak sampai hari tuaku." Lia kembali duduk dan memilih kembali kekamar Alfin.
Di lihatnya ayu sudah terlelap dalam tidurnya, Lia terus melangkah menghampiri Alfin di ranjangnya dan ternyata Alfin terbangun dengan mata berkedip-kedip, senyum dari bibir mungil Alfin menyambut Lia. Bibir Alfin seolah ingin bicara dengan Lia.
"Alfin sayang, kenapa bangun?" Lia mengangkat tubuh Alfin dan menggendongnya.
Alfin nampak nyaman dalam gendongan Lia, Lia membawanya keluar dan mengajaknya duduk di sofa ruang tamu. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 01.20. Alfin belum juga mau tidur seperti tak ingin di tinggalkan Lia.
Suara tawa Lia bersama Alfin yang sedang bermain, mengusik tidur Bara. Bara ketiduran di ruang kerja yang tak jauh dari ruang tamu.
Bara keluar dari ruang kerja dan mendapati Lia masih duduk di sofa.
"Lia kamu belum tidur, inikan sudah malam?" tanya Bara yang menghampiri Lia.
"Aku gak bisa tidur pak, belum terbiasa tidur di sini. Lagian Alfin juga belum tidur, masih mau bermain." ucap Lia.
Bara duduk di samping Lia dan memandang putranya yang tengah tersenyum dengan mata bulatnya Persis seperti Bara.
"Baru kali ini aku melihat senyum putraku yang begitu tampan. Setiap menatap wajahnya aku selalu ingat dengan ibunya makanya tak pernah terlalu memperhatikan dengan seksama seperti sekarang."
"Lihatlah Alfin sangat tampan seperti bapak, senyumannya begitu indah. Andai anakku masih ada mungkin dia sekarang juga seperti dia. Setiap aku melihat Alfin, aku selalu merindukan putraku dan suamiku." air mata Lia menetes membasahi pipi Alfin.
"Sudahlah jangan terus menerus menyimpan kesedihamu, suami dan anakmu pasti sudah tenang di sana, sekarang tinggal kamu bagaimana mana mau menjalani hidup kedepannya. Aku juga bisa merasakan apa yang kamu rasakan kehilangan orang-orang yang paling di sayang papa, mama bahkan istriku, kini semuanya aku simpan di hati ini, dan kembali melanjutkan perjalanan bersama Alfin."
"Tapi itu gak mudah pak, setiap kesendirian aku selalu teringat kenangan bersama dengan mas Rian."
"Pelan-pelan kamu pasti bisa." Bara menarik kepala Lia dan disandarkan di pundaknya dan mengusap kepala Alfin yang ada di pangkuan Lia.
Tiba-tiba Alfin menangis dan membuyarkan momen sedih janda dan duda ini. Lia langsung saja berdiri dan mengapuk Alfin agar tenang.
Sedangkan Bara salah tingkah sendiri dengan apa yang dia lakukan.
"Saya kekamar Alfin dulu ya pak, siapa tahu Alfin sudah ngantuk." Lia pun berjalan menuju kamar Alfin sambil menyusui Alfin agar tidur.
Bara berjalan mondar-mandir tak menentu mengingat apa yang ia lakukan tadi.
"Ngapain sih harus ada momen kaya gitu." Bara menggerutu sendiri akan tindakannya yang kurang pantas walaupun cuma sekedar menyandarkan kepala Lia, tapi seharusnya gak perlu.
Bara bukanlah tipe pria romantis, atau menunjukkan kasih sayangnya pada wanita dengan sikap atau apa, dia orangnya cuek dan tak terlalu tertarik dengan wanita yang lebih suka menggoda.
Bara memiliki tipe sendiri mengenai wanita dan itu membuat Akas yang paham dengan Bara selalu geleng kepala.
Setelah cukup lama menggerutu dengan diri sendiri, Bara menghampiri kamar Alfin dan melihat Lia yang sudah tertidur di samping ranjang Alfin dengan posisi duduk.
Sejak mendengar kisah hidupnya, Bara selalu merasa kasihan dengan Lia yang mencoba bertahan di tengah badai yang menimpanya.
"Lia...bangun, kembalilah ke kamarmu, Alfin sudah tidur." Bara mencoba membangunkan Lia namun tak bangun-bangun mungkin terlalu lelah.
Bara pun mengangkat tubuh Lia dan membawanya kembali ke kamarnya. Tubuhnya di letakkan di kasur dan menyelimutinya.
"Jangan pergi mas Rian, Lia gak sanggup menjalaninya sendiri." Lia menggenggam tangan Bara menahannya agar tak pergi.
Bara tahu Lia yang mengigau, Bara memasukkan tangan Lia dalam selimut dan meninggalkannya....
Keesokkan harinya Lia belum bangun, Akas dan Bara sudah bersiap untuk sarapan.
"Mana Lia kok belum turun."Tanya Akas
"Mungkin belum bangun, biarkan saja soalnya dia habis begadang menemani Alfin."
"Mba ayu mana kok Lia yang jagain, itukan tugas mba ayu."
"Nanti aku akan menegurnya biar gak ngulangi lagi, itu kan tugas ayu bukan Lia, percuma di gaji besar kalau kerja gak becus."
"Mungkin mbak ayu kecapean kali?"
"Itu sudah tanggung jawab dia, seharusnya dia sudah paham betul tugas seorang pengasuh."
saat sedang sarapan Ayu lewat ingin mengambil air minum.
"Ayu, kebetulan kamu kesini, aku ingin bicara denganmu."
"Iya pak ada apa, apa saya melakukan kesalahan?" tanya Ayu sambil menunduk
"Sudah berapa lama pengalaman mu kerja menjadi babysitter? menjaga satu bayi aja kamu gak becus, Alfin terbangun tengah malam bukannya kamu juga bangun kamu malah tidur pulas. Untung saja ada Lia yang melihat Alfin terbangun kalau Alfin kenapa-kenapa bagaimana?" Bara meluapkan amarahnya pada Ayu.
Lia yang mendengar itu bergegas turun dan menghampiri Ayu, sebelum ayu mendapatkan masalah.
Lia setengah berlari dengan keadaan masih acak-acakan walaupun sudah cuci muka dan gosok gigi tapi belum mandi dan berdiri di samping Ayu.
"Pak, maafkan mbak Ayu dia gak salah, mungkin mbak ayu kelelahan menjaga Alfin seharian. Tolong jangan pecat dia pak beri mbak Ayu kesempatan." Lia memohon dan Ayu hanya menangis.
"Lia jangan mencegah aku, masih banyak babysitter yang lebih bisa mengurus Alfin." saut Bara.
"Kalau bapak, memecat mbak Ayu, saya juga akan berhenti menyusui Alfin." ancam Lia
"Lia kenapa kamu membelanya?"
"Lia tahu, kalau mbak Ayu sangat butuh pekerjaan ini." jelas Lia
Bara menarik nafas panjang dan mengambil keputusan "Baiklah, saya kasih satu kesempatan lagi, jika dia lalai lagi, aku pastikan akan memecatnya mengerti."
Lia dan Ayu pun berulang kali mengucapkan terimakasih pada Bara. Sedangkan Akas sibuk dengan sarapannya.
"Lia, ngapain pakai baju Bara?" tanya Akas dengan santainya.
"Ini baju pak Bara? maaf pak saya asal ngambil baju di lemari soalnya baju saya basah."
"Sudahlah, Ayo ikut sarapan dan kamu Ayu, lihat Alfin kalau dia terbangun." ucap Bara dan kembali kemeja makan.
Lia duduk di samping Bara dan menatap sarapan yang menggugah selera.
Lia mengambil nasi dan ingin segera mengambil lauknya namun di cegah Bara.
"Ini bukan menu makanan mu." cegah Bara sambil menahan tangannya agar tak mengambil lauk.
"Bi, antarkan sarapan Lia." pelayan pun mengantarkan menu sarapan Lia yang sudah siap satu paket. Sayur sup, lauk tahu tempe dan ikan goreng dan satu buah pisang.
"Pak, saya bukan tahanan kan pak, kenapa sarapan saya satu paket." proses Lia.
"Jangan protes, apa yang kamu makan akan di serap Alfin jadi tidak ada makanan sembarangan yang masuk dalam ASI mu." saut Bara
"Tapi kan pak?" protes Lia lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Meike Sianipar
salam kenal author, pembuka novelnya bagus , tapi sebaiknya konsisten dgn pemakaian kata saya atau aku... biasanya sekretaris memakai bahasa formal 'saya' kalau aku identik untuk org yg dekat. tq sejauh ini suka hanya itu saja yg agak janggal biarkan kedekatannya natural
2022-07-02
3
May mayarni
sukses thor
2021-03-16
0
Elliesa Khadi
ah sukaaaaa
2021-02-13
0