BDJ 8 : BERKUNJUNG
“Kesucian hati nurani seseorang sesuai dengan kadar kepekaannya terhadap kehormatan dirinya.” Ali Bin Abi Thalib
✈️✈️
“Ismi, apakah Ann belum kembali?”
“Belum. Kupikir dia sudah kembali sejak tadi.”
Perempuan berhijab syar'i itu mengangguk. Ia kembali melirik meja kerja sang sekretaris. Perempuan berambut pirang itu belum kembali setelah ia menyuruhnya pergi ke perusahaan relasi bisnis mereka—Anderson Cooperation. Ketika dihubungi, nomor handphone nya tidak aktif. Padahal ini sudah lebih dari tiga jam semenjak ia pergi.
“Mungkin Ann memiliki pekerjaan lain di luar dan tidak sempat memberi kabar,” pikir Alea, positif thinking.
Siang ini ia memiliki janji temu dengan Lucas dan ibunya. Anak laki-laki bahkan sudah mengirimkan lokasi pertemuan mereka lewat pesan singkat. Alea memang sempat bertukar nomer telepon dengan ibu Lucas sebelum berpisah di minimarket waktu itu. Alea sudah berencana untuk berangkat setelah dzuhur, namun sebelum pergi ia ingin berpesan pada sang sekretaris. Akan tetapi perempuan itu masih belum kembali.
Alhasil Alea pergi dengan meninggalkan pesan pada staf lain, karena tidak ada Annante. Diantar oleh supir pribadi yang juga merangkap sebagai bodyguard, Alea kemudian berangkat menuju lokasi. Ia juga tidak datang dengan tangan kosong, karena sebelum berangkat Alea sempat memasak sesuatu untuk dibawa sebagai buah tangan. Ia membungkus semua bawaannya ke dalam tupperware agar praktis. Ia juga sudah meminta izin terlebih dahulu pada ibunya, berhubung Ayahnya tengah berada di Seattle.
Setidaknya Alea sudah izin pada sang ibu, walaupun tidak meminta izin secara langsung kepada sang ayah. Anzar bisa marah jika putrinya pergi tanpa izin. Pria itu sangat menjaga putri satu-satunya dengan protektif. Sifat itu didasari oleh rasa trauma karena sang istri pernah hampir kehilangan nyawa. Bahkan Anzar harus menelan pil pahit saat Airra bisa diselamatkan, sementara calon buah hati mereka gagal diselamatkan. Oleh karena itu putra Radityan itu sangat protektif menjaga istri dan putrinya. Kemanapun Alea pergi, ia akan dikawal oleh bodyguard. Para bodyguard dididik langsung dua Pradipta bersaudara.
“Sudah sampai, nona.”
Alea mengangguk paham. Ia cantik menggunakan Abaya yang panjang hingga menyapu lantai. Tidak lupa khimar dan niqab yang kian menyempurnakan penampilannya. Ia kemudian turun dari mobil seraya membawa barang bawaannya. Di depan sana berdiri dengan kokoh sebuah rumah musim panas 2 lantai yang dihiasi oleh berbagai jenis bunga, mulai seperti bunga begonia, bunga fuschia, bunga geranium, hingga bunga philodendron pink princess.
“Eonni!” Seruan nyaring yang datang dari arah samping rumah berhasil membuat Alea itu menoleh.
Lucas yang tampak berlari-lari dikejar oleh seekor doggy berjenis German Shipeerd, mendekat ke arah Alea. Hewan yang harganya bisa menembus angka 278 juta rupiah itu tampak cantik dengan bulu-bulu berwarna putih dengan aksen hitam di beberapa bagian.
“Don't run, please!” pinta Alea. Ia parno sendiri melihat Lucas dikejar-kejar doggy. Alea parno, bukan takut pada doggy. Namun hewan tersebut hukumnya najis bagi seorang muslim. Jika tidak sengaja menyentuh atau terkena air liur atau kotorannya, maka harus dicuci sebanyak 7 kali, salah satunya harus mencuci menggunakan tanah yang masih suci. Itu adalah tata cara mensucikan diri jika tidak sengaja terkena najis golongan mugholadoh, seperti doggy dan pig.
“Lucas, stop it!” Seorang perempuan paruh baya yang tampak mengenakan afron guna melindungi pakaiannya, datang melerai sang putri. Ia juga membawa spatula kayu yang diangkat tinggi-tinggi guna memperingati sang putra.
“Cepat masuk, kemudian cuci tangan dan kaki kamu. Bawa juga Blossem ke dalam.”
Anak laki-laki itu mengangguk dengan patuh. Sebelum benar-benar pergi bersama doggy-nya, ia menyempatkan diri untuk melambaikan tangan ke arah Alea.
Alea yang melihat itu ikut melambaikan tangan sebagai balasan.
“Maaf atas ketidaknyamanannya. Barusan itu Blossem, hewan peliharaan Lucas. Kakaknya Lucas juga punya yang seperti itu, tapi kamu tenang saja, karena hewan itu ada di dalam kandang.”
Nata—sang tuan rumah menyapa Alea dengan ramah. Perempuan paruh baya itu merasa agak tidak enak karena kenakalan putra bungsunya. “Ayo masuk. Anggap saja rumah sendiri,” ajaknya ramah.
“Terima kasih karena telah mengundang saya, Tante,” balas Alea tak kalah ramah. Ia sempat mengucapkan salam dan doa masuk rumah kala kaki kanannya memasuk hunian tersebut, secara perlahan tentunya.
Si pemilik rumah tersenyum kecil sambil menggiring Alea ke ruang makan. “Tante sedang masak tadi. Tiba-tiba Lucas pergi ke luar karena mengejar Blossem. Tante kira bukan kamu yang datang.” Ia mempersilahkan Alea duduk di salah satu kursi makan.
“Ah, ini untuk tante dan Lucas. Kebetulan pagi tadi di rumah Alea masak rendang cukup banyak.”
“Rendang?”
“Iya. Tante tidak suka, ya?”
Nata menggelengkan kepala ringan. “Tante suka. Soalnya dulu tante juga pernah menyicipi makanan Indonesia, tepatnya masakan Padang. Makanan Indonesia memang memiliki citarasa yang lezat dan aroma nikmat yang kuat karena banyak menggunakan rempah-rempah. Tante jadi ketagihan makan makanan Indonesia semenjak hari itu,” cerita Nata. “Kakaknya Lucas juga suka makanan Indonesia, terutama sate. Dia paling suka sate dengan bumbu kacang dan sate Padang.”
Alea yang menjadi pendengar setia, menganggukkan kepala mendengarnya. Alea juga membawa makanan lain selain rendang. Ia membawa bolu kukus pisang dan brownis coklat dengan topping almond yang dibuat secara homemade.
Nata dan Alea yang notabene sama-sama suka berkutat di dapur langsung klop, sekali pun baru dua kali bertemu. Pembicaraan mereka juga tidak pernah terputus, karena bahasan soal memasak tidak aka nada habisnya.
“Kalau Alea boleh tanya, itu penghargaan apa ya, tante?” tanya Alea yang penasaran pada deretan trofi penghargaan yang tersimpan dalam almari kaca. Almari kaca itu menjadi penyekat ruang tamu dan pantry.
“Ah, itu penghargaan lama. Penghargaan itu tante dapatkan saat masih muda. Dulu profesi tante adalah model.”
“Model?”
“Iya. Nama tante besar karena dunia showblitz.”
Pantas saja, Alea membenarkan di dalam hati. Walaupun sudah tidak muda lagi, gaya berpakaian Nata masih tetap staylist dan modis. Hal itu juga di aplikasikan pada putranya—Lucas. Wajah Nata juga masih terlihat cantik dengan kondisi kulitnya yang sehat dan terawat.
“Sebagian lagi milik putra sulung ku. Dia itu pandai dalam bidang akademik maupun non-akademik. Dia sering mengikuti olimpiade dari berbagai cabang, terutama non-akademik.”
“Masya Allah, hebat sekali.”
Nata tersenyum tipis. “Putra sulung tante itu suka olahraga, baik yang normal maupun ekstrim.”
Alea lagi-lagi dibuat kagum oleh kemampuan salah satu mahluk-Nya itu. “Olahraga apa saja kalau boleh tau, tante?”
“Misalnya yang normal, basket, golf, bilyar, tenis dan berenang. Sedangkan olahraga yang agak ekstrim, misalnya menembak, panahan, boxing, jet ski, surfing, dan beberapa cabang lainnya.”
“Masya Allah, putra tante aktif sekali ya,” puji Alea. “Alea juga kebetulan suka olahraga, turunan dari Papa.”
“Oh, ya?” Nata tampak tertarik membahas topik tersebut. “Alea suka apa saja?”
“Enggak banyak seperti putra tante sih, Alea cuma suka panahan, berkuda, hiking, karate, sama silat.”
“Wah, keren sekali!” puji ibu dua anak itu.
Alea tersenyum di balik kain penutup wajahnya. Manik teduh nan bening miliknya tampak bersinar cantik dan mempesona. Mengingatkan Nata pada seseorang di masa lalu.
Mengenal Alea mampu membuat Nata merasa senang karena mendapatkan teman baru yang easy going. Nata juga jadi memiliki keinginan untuk mengenal orang tua Alea, karena dia ingin tahu pasangan hebat dan beruntung mana yang memiliki putri cantik jelita dan pandai membawa diri seperti Alea. Jika Tuhan mengizinkan, Nata juga mau berterimakasih pada mereka. Karena putri mereka, putranya—Lucas putranya jadi mudah membuka diri terhadap orang lain.
✈️✈️
“Kenapa berhenti Lou?” Wanita dengan cut of shoulder dress berwarna coklat muda itu melayangkan protes pada sang partner.
Sedangkan partner-nya sendiri hanya berdecak seraya memutar bola mata malas. “Kau pikir aku bisa menyetir dengan keadaan begini?”
Perempuan berwajah oriental full make up itu tersenyum tipis, tetapi manis. Wajah cantiknya tampak melembut saat menatap lawan bicaranya. “Sorry.”
Ia berucap sambil membenarkan posisi duduk. Sejujurnya ia belum ingin berpindah dari pangkuan laki-laki rupawan yang duduk di balik kemudi.
“Benahi pakaianmu, tinggal 100 meter lagi menuju kediaman ibuku.”
Setelah berkata demikian, laki-laki kembali melajukan kendaraanya. Maserati Granturismo miliknya melaju dengan kecepatan standar, membelah jalanan.
Alasannya menghentikan service dari sang partner barusan karena ia sedang badmood. Ia juga belum mau mati muda karena Maserati Granturismo miliknya menabrak atau tertabrak kendaraan lain karena tidak fokus berkendara. Ia sedang tidak mood berurusan dengan pihak berwajib, karena mood-nya sedang tidak baik. Puluhan ronde bergulat di atas ranjang saja, nyatanya tak mampu memperbaiki badmood-nya hari ini.
Sebenarnya ia malas berpergian kemanapun. Jika saja bukan perempuan yang telah melahirkannya yang mengundang untuk datang, ia pasti tidak akan datang. Hanya saja permintaan perempuan yang melahirkannya itu dan sang adik, adalah satu hal yang tidak dapat ia tolak.
“Lou, tunggu aku!”
“Lamban. Ini bukan catwalk, jangan perhatikan cara berjalan mu,” komentar laki-laki itu pedas.
Perempuan cantik itu tidak marah sekalipun dikomentari pedas. Ia malah mengecup pipi laki-lakinya mesra sambil mengapit lengan kokohnya. “Aku pakai heels 7 centi, Lou. Seharusnya kamu memaklumi itu.”
“Tch.”
“Tidak perlu marah, lebih baik kita cepat masuk. Ibumu pasti menunggu.”
Laki-laki dengan iris mata berwarna abu-abu itu melunak. Ia menjawab dengan dehaman kecil, keduanya lantas bergegas masuk. Nyalak suara hewan pelolong menyambut mereka saat baru saja melewati pintu masuk. Bibir si laki-laki tampak tertarik, membentuk seulas senyuman tipis. Pemilik suara nyaring itu seolah-olah tahu jika tuannya lah yang tengah berkunjung.
“Nanti aku menyapamu, Ibu dan Adikku sudah menunggu,” kata Louis seraya beranjak lebih dalam memasuki hunian tersebut.
Louis kemudian menyusul Lea yang datang bersamanya. Perempuan itu sudah menyapa tuan rumah, bahkan sudah duduk cantik di kursi makan. Diam-diam Louis tersenyum tipis saat penglihatannya menemukan posisi sang ibu. Super mom yang sudah berjasa besar melahirkan dan membesarkan dirinya itu sangat Louis rindukan.
Bagi Louis, sang ibu adalah jelmaan bidadari. Perempuan paruh baya itu sangat tangguh dalam membesarkan Louis, sekali pun tidak mudah menjadi seorang singel parent di usia yang masih muda. Sekarang, ibunya sudah menemukan pasangan yang mampu menjadi tempatnya bergantung. Selain memiliki sifat yang baik hati dan tangguh, Louis juga mengenal sang ibu sebagai perempuan berhati mulia. Nata tak segan merogoh kocek dalam-dalam untuk membangun panti asuhan di kampung halamannya, karena perempuan itu tidak tega melihat kondisi anak-anak tanpa orang tua di sana.
Sebagai putra yang Nata kandung selama 9 bulan lamanya, Louis sejak dulu merasa tak pantas memiliki ibu sebaik Nata. Ia selama ini selalu dicap breng—sek, pecinta having s--ex, dan penjahat wanita. Sebisa mungkin Louis menutupi kebeja—tannya dari sang ibu. Karena Louis tahu jika orang yang paling tersakiti karena kehidupannya yang liar adalah sang ibu.
“Son, c’mon come here?” Suara familiar itu terdengar merdu di telinga Louis. Suara yang sejak dia kecil bergema di telinga, melantunkan nyanyian atau pujian terhadap Tuhan maupun terhadap lingkungan sekitar.
“Eomma,” panggil Louis, lirih.
“Apa kabar sayang?” sapa Nata yang telah mendekat. Perempuan itu kemudian tanpa aba-aba merengkuh tubuh tegap sang putra. “Kenapa baru berkunjung sekarang hm? Apa kamu rindu Eomma?”
“I’am miss you, but I'am busy (aku sibuk),” jawab Luois miris. Sejak dulu ia bisanya bohong dan bohong. Padahal ia bisa saja sering berkunjung jika mau. Alih-alih mengunjungi sang ibu, yang Louis lakukan setiap saat adalah mendatangi wanita acak untuk diajak tidur.
“Sesibuk itu sampai kamu lupa jika Eomma masih hidup?”
“Please, Eomma. Sekarang Lou sudah pulang. Bisakah kita makan saja?"
Nata tersenyum tipis. Dengan senang hati perempuan paruh baya itu memboyong si sulung ke meja makan. Jarang sekali si sulung bisa berkunjung. Jadi, Nata tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. “Ayo duduk dan makanlah. Eomma sudah menyiapkan makanan kesukaan kamu.”
Nata dengan telaten mengambilkan nasi untuk si sulung. Ia memang sudah memasak makanan kesukaan sang putra, salah satunya sate bumbu kacang. Selain sate, Nata juga membuat ayam goreng kemiri, tumis bayam mentega, tempe dan tahu goreng, sayur bening dan tidak ketinggalan pula sambal. Nata juga menyajikan rendang yang tadi dibawa Alea supaya Louis dan Lea menikmatinya.
“Bagaimana, enak?”
“Hm. Ini enak, rasanya seperti makan di tempatnya langsung,” komentar Louis saat rendang daging dan sate yang mengisi piringnya telah ludes tak bersisa.
Nata tersenyum senang mendengarnya. Sekali pun butuh effort lebih untuk membeli bahan-bahan untuk membuat masakan tersebut, semua perjuangan itu terbayar dengan pujian sang putra.
“Tapi Eomma, rasa masakan ini ada yang agak berbeda dengan yang biasa Eomma masak,” imbuh Louis.
Nata menanggapi komentar itu dengan senyum terpatri di bibir. “Memang. Ini Eonni-nya Lucas yang memasak. Dia jago masak loh. Rendang yang kamu makan tadi juga buatan dia. Mama juga tadi masak dibantu dia.”
“Eonni-nya Lucas? Sejak kapan Lucas punya saudara selain aku?”
“Lucas baru kok punya eonni-nya.”
“Baru?” kebingungan Louis semakin berlipat ganda. Namun, belum sempat Nata menjawab pertanyaan itu, suara si bungsu tiba-tiba menggema.
“Hyeong!”
Anak laki-laki itu datang dengan berlarian. Raut wajahnya tampak berseri-seri saat melihat sang kakak.
“Anyeong hyeong,” sapa Lucas. “Apa kabar hyeong? Kenapa baru datang sekarang? Padahal dari kemarin-kemarin Luca kirim pesan supaya hyeong datang.”
“Kabarku baik, Lucas,” jawab sang kakak dengan suara kecil. Kendati tengah bicara pada sang adik, tatapannya tak lepas dari satu titik—di mana seorang perempuan berpakaian sangat tertutup berdiri.
Untuk sejenak Louis menganggap penglihatannya sedang bermasalah. Atau mungkin ia sedang berhalusinasi. Karena tidak mungkin dia—CEO Raditya Crop's yang sangat ingin ia jumpai ada di sini. Di rumah ibunya.
“Are kidding me, God?!” batinnya geram saat melihat ibunya baru saja menyapa sosok tersebut.
✈️✈️
Jangan lupa like, vote, komentar, follow Author & share ❤️
Sukabumi 12 Mei 2021
Revisi 13/06/22
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Salsa_MauraKim
wah mamanya lou mantanya anzar yabg bikin anzar batal nikah sama aurra dulu 🤦♀️🤦♀️semoga saja alea jodohnya sama nathan🤲
2021-05-24
3
jingga
hiiiy jijik si lou abis anu itu sama anna...alea...ati2 kamu sama lou.liat aja dulu bapaknya kek gimana sm nata...biasanya buah jatoh ga jauh dri pohonnya.nah terbukti kan gimana si lou ini...sm wanita kek ganti baju gt hiiiy.duh Nathan kek nya jalanmu bakal berliku smoga enggak sampai lou ngapa2in alea y
2021-05-14
5
Mommy twins A
gak heran sih kenapa Lou jadi penjahat wanita, kan orang tua nya jga gitu dlu
2021-05-13
3