BDJ 6 : DI-ACC
“Sungguh, apa-apa yang kita tidak sukai, boleh jadi itu amat baik bagi kita.”—Tere Liye
✈️✈️
Sebuah meja makan makan berukuran cukup besar yang diisi dengan berbagai menu masakan itu berhasil membuat dua orang perempuan lintas generasi tersenyum lega. Walaupun salah satu senyum di antaranya tertutup kain niqab. Setelah mengerahkan kemampuan memasak mereka selama beberapa jam di balik alat-alat tempur di medan bernama dapur, tersaji lah menu masakan otentik khas Indonesia. Contohnya saja ada rendang daging yang menjadi hidangan utama kali ini. Ada pula ayam goreng kemiri, cap chai, tumis sayur hijau, serta kawan-kawannya.
“Rendangnya nampol banget kalau kata Papa kamu. Bumbunya pas, tekstur dagingnya juga empuk, enggak over cook.”
“Rendang, kan, memang makanan kesukaan papa,” sahut sang putri.
Siang itu mereka terlihat kompak memasak bersama demi menyambut kedatangan tamu yang katanya teman lama sang kepala keluarga. Sebelum waktu makan siang tiba, meja makan sudah dipenuhi oleh berbagai menu makanan. Mulai dari manis, asin, gurih, pedas hingga percampuran keempat rasa tersebut.
“Memangnya ada berapa orang yang datang, Mah?” Perempuan yang baru saja menata alat makan di atas meja.
“Satu, dua, atau kemungkinan tiga orang. Mama juga belum tahu pastinya. Kita tanya Papamu dulu. Kayaknya Papa udah pulang deh.”
Airra melepas apron hitam yang melindungi bajunya ketika memasak. Wanita itu buru-buru berlalu menuju pintu utama guna menyambut sang suami. Meninggalkan sang putri yang tersenyum tipis di balik niqab nya.
Hari ini akan ada tamu yang diistimewakan oleh kedua orang tuanya. Alea jadi was-was karena tamu yang diistimewakan oleh orang tuanya ini. Takutnya kedatangan tamu tersebut berbarengan dengan Khitbah dadakan seperti cerita yang pernah dialami Omanya—Arkia Salfira Mubaraq. Kendati demikian, Alea juga tidak boleh berburuk sangka. Siapa tahu tamu yang datang memang hanya ingin bersilaturahmi.
“Assalamualaikum, my daugther.”
Suara familiar milik cinta pertamanya yang terkadang over posesif dan over protektif menjaganya, kini terdengar menyapa gendang telinga.
“Waalaikumsalam, Sir,” jawab Alea sambil meraih punggung tangan sang ayah untuk salim.
“Kok sir?” protes sang ayah.
“Ya, kan, Papah itu atasan Alea di kantor.”
Laki-laki paruh baya itu mengecup pucuk Khimar sang putri. “Ada-ada saja putri kesayangan Papa satu ini.”
Alea tersenyum tipis mendengarnya.
“Ayo sapa tamu kita,” kata sang ayah kemudian. Laki-laki itu kemudian menggeser posisinya, membiarkan seseorang di balik tubuh tegapnya terlihat oleh sang putri.
“Sir Nathan?” Kaget Alea kala melihat siapa yang berdiri di belakang tubuh sang ayah.
Pria rupawan yang masih terbalut seragam kebanggaannya itu tersenyum menawan. "Assalamualaikum, nona. Alea."
"W-alaikumussalam, sir." Alea menangkupkan kedua tangannya di depan dada, kikuk juga terkejut.
Anzar tersenyum tipis melihat interaksi keduanya. “Ayo masuk, Pilot Nathan. Kita mengundang kamu untuk makan siang, jadi ayo langsung ke meja makan,” ujar Anzar seraya memboyong Nathan ke meja makan, diikuti oleh sang istri dan putrinya.
“Jadi kalian sudah saling mengenal?”
Mendapati pertanyaan itu tertuju pada mereka, Nathan dan Alea kompak mengangguk. “Kami,” kata mereka bersamaan.
Nathan dan Alea pun terdiam bersamaan, dan saling lempar tatap tanpa disengaja. Namun, Alea lebih dulu memutus kontak di antara mereka. Dia lebih memilih menatap sang ayah. “Sir Nathan bekerjasama dengan perusahaan kita, jadi Alea mengenal beliau.”
“Begitu kah?”
Alea mengangguk membenarkan.
“Kalau begitu boleh Papa perkenalkan lagi pria berseragam pilot satu ini?”
Alea mengangguk kecil. Rasa canggung tentu melingkupi relung hatinya. Semenjak pertama kali jumpa dengan sosok berwajah rupawan satu ini, tatapan laki-laki itu menyiratkan sesuatu yang menganggu perasaanya. Alea bisa menangkap hal tersebut walaupun sekilas.
“Jadi tamu sekaligus teman lama kita adalah pilot Nathan. Lebih tepatnya putra teman lama papa, dia ini putra pilot Al. Pilot Al ini kenalan papa pas masih singel, sebelum bertemu mama.”
Alea mendengarkan cerita sang ayah dengan hidmat. Dari balik kain niqab berwarna baby blue yang dia gunakan, tersamarkan seberkas senyum. Alea selalu senang jika mendengarkan Anzar bercerita. Sedangkan di seberang meja, laki-laki rupawan itu tak kuasa menahan senyum. Maniknya sempat terpaku beberapa saat pada objek di hadapannya. Objek yang begitu menarik perhatian, seolah-olah dia adalah magnet di ruangan ini.
Sepulang dari penerbangan singkat pagi tadi, dia benar-benar berlomba dengan waktu agar tidak terlambat memenuhi undangan Anzar Radityan tempo hari. Kesempatan yang sudah dia tunggu sekian purnama lamanya ini tidak boleh dia sia-siakan.
“Silahkan dinikmati makanan rumahan dari dapur kami. Semua ini karya istri dan putri tercinta saya.” Anzar mempersilahkan tamunya untuk menyicipi hidangan yang telah dipersiapkan oleh istri dan anaknya. “Alea bisa bantu pilot Nathan?” tanyanya kemudian.
Alea mengangguk, kemudian perempuan itu berpindah posisi di samping Nathan. Dari jarak yang membentang di antara keduanya, Alea bisa menghirup aroma khas dari laki-laki di pria di sampingnya. Walaupun tertutup niqab, hidungnya bisa mencium aroma segar antara campuran citrus, woody, dan barqemout. Aroma harum yang berkesan manly juga memiliki efek membius penciuman kaum Hawa.
“Astagfirullah,” Alea beristigfar kecil. Dia hampir saja terjerumus pada sesuatu yang membuai lewat indra penciuman.
Alea harus lebih waspada. Syetan senantiasa setia mencari celah di setiap kelemahan seorang umat manusia agar mudah untuk menjerumuskannya.
“Nasinya cukup, sir?” tanyanya dengan suara kecil, namun masih terdengar jelas di telinga Nathan.
“Hm, cukup.”
Alea mengangguk, lantas beralih untuk menatap jejeran lauk pauk yang ada. Dia sudah biasa melayani orang tuanya jika hendak makanan. Sedangkan untuk ukuran orang asing, berjenis kelamin ikhwan pula, ini baru pertama kalinya bagi Alea. Alea sempat berpikir, jika selain orang tua dan keluarga yang harus dia layani, maka keistimewaan itu akan dia berikan pada ikhwan yang menjadi suaminya kelak. Namun, ternyata Tuhan telah menuliskan takdir yang lain. Ternyata Nathan yang mendapatkan keistimewaan tersebut.
“Coba rendangnya juga nak Natha, Alea sendiri yang memasaknya.” Airra tiba-tiba buka suara. Memperkenalkan hasil racikan sang putri yang tidak kalah dengan rendang racikan rumah makan padang.
Nathan tersenyum simpul sembari berkata, “boleh.”
Lelah setelah bekerja mengendalikan burung besi, agaknya terbayar dengan pelayanan dari perempuan yang berdiri disampingnya. Bebannya terasa diangkat begitu saja. Rasanya begitu plong sekarang. Mungkin seperti ini juga rasanya jika habis capek sepulang kerja, disambut oleh istri tercinta dengan penuh perhatian.
Disambut di depan pintu, diberi salam hangat di punggung tangan, kemudiaan akan diberikan pereda lapar dan dahaga bagi tubuh yang telah bekerja seharian. Hasil dari racikan tangan sang istri tercinta di dapur rumah mereka.
“Astagfirullah,” Nathan beristighfar kecil kala sadar jika angan-angannya berkelana terlalu jauh.
“Silahkan dinikmati, sir.” Suara lembut itu kembali terdengar. Mengalun indah bak melodi yang menyenangkan pendengaran.
Nathan tak kuasa menahan diri untuk tersenyum tipis. Alhasil laki-laki rupawan itu mengangguk-anggukkan kepala seraya menunduk, menatap isi piring yang telah disiapkan oleh perempuan tersebut. Piring porselen putih yang tadinya kosong kini terisi nasi, rendang daging yang menggiurkan, tumis sayuran hijau, dan beberapa jenis lauk lainnya. Isi piringnya juga tertata dengan rapi, bukan asal-asalan. Seakan-akan tangan gadis itu di-setting untuk menyiapkan makanan dengan estetik.
Ketika diingatkan untuk segera menikmati menu makan siangnya, Nathan mengangguk. Dia mulai menikmati makanan yang dibuat, disiapkan dan disajikan oleh sosok cantik berpenampilan syar'i tersebut dengan semangat 45. Kapan lagi bisa makan makanan tanah air yang rasanya begitu mengingatkan pada kampung halaman, plus dibuat oleh someone yang sangat spesial. Menambah citarasa spesial pada makanan tersebut.
“Duduk di sini, Alea.”
Si pemilik nama mengangguk, kemudian mengambil posisi duduk di samping sang ibu, dekat dengan sang ayah.
“Jadi, sejauh ini bagaimana kerjasama kalian?” tanya Anzar, membuka obrolan. Saat ini mereka sudah berpindah posisi ke ruang tamu.
“Alhamdulillah, baik, Pah.”
“Berjalan dengan baik, Om.”
Anzar manggut-manggut mendengar jawaban mereka. “Apa kamu menerima begitu saja kerjasama yang ditawarkan oleh pihak putri saya, Nathan? Apa kamu tidak takut merugi?”
“Saya masih dapat melihat peluang, Om. Besar atau kecilnya laba yang didapatkan, peluang adalah perihal pertama yang harus dicari. Karena jika ada peluang, setidaknya kami bisa menentukan dua kemungkinan kedepannya, mendapatkan untung atau hanya stuck pada nilai BEP,” jawab Nathan lugas.
Anzar tersenyum tipis. Tidak salah dia meng-Acc laki-laki satu ini memasuki kediamannya. Tetapi untuk memasuki pintu hati buah hatinya, masih tahap pertimbangan. Tidak semudah itu untuk mengetuk pintu hati putri sematawayangnya.
“Dari apa yang saya lihat dan amati, perusahaan Om jauh lebih berani beberapa tahun ke belakang. Terbukti dari market saham Radityan Crop's yang terus meningkat.”
Alea cukup terkejut dengan pengamatan Nathan. Sebagai seseorang yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja di dunia penerbangan, lelaki itu cukup jeli dalam memantau perkembangan dunia bisnis.
“Semua itu berkat putriku saya, Opanya saja sampai mengakui kepiawaian Alea membawa laju perusahaan secara pesat.”
Alea menunduk kala dipuji demikian. Dia rasa kerja kerasnya selama ini belumlah cukup untuk menandingi kehebatan sang ayah. Dia juga belum ada apa-apanya dibanding sepupunya yang lain, terutama sepupu tertuanya yang saat ini berkuasa di dua kerajaan bisnis. Sepupunya bahkan mampu menggabungkan dua perusahaan raksasa. Padahal posisi dua perusahaan itu ada di Negara yang berbeda, yaitu Korea Selatan dan Jepang.
“Kalian silahkan ngobrol dulu, Papa harus menelpon Om kamu.” Anzar berpesan demikian sambil menyentuh pucuk khimar sang putri.
“Mamah juga harus cek surel dari client. Mamah tinggal dulu ya, sebentar.” Giliran Airra yang ikut beranjak. Alea menatap kedua orang tuanya kebingungan. Tidak biasanya mereka begini.
“Santai saja, sayang. Anggap pilot Nathan sebagai teman kamu,” tambah Anzar sebelum benar-benar pergi meninggalkan sang putri.
Nathan tersenyum kecil. Dalam hati dia mengucapkan terima kasih untuk pasangan suami-istri tersebut. Secara tidak langsung dia diberi persetujuan untuk mendekati putri mereka.
“Sir….” Panggil Alea, canggung.
“Hm, kamu tidak perlu bicara formal ketika kita sedang berada di luar. kamu bisa panggil aku Nathan supaya tidak terlalu formal,” kata Nathan, seolah-olah tahu kecanggungan lawan bicaranya. “Aku juga ingin menawarkan pertemanan kepada kamu. Apa kamu mau menerima pertemanan yang aku tawarkan?”
Alea mendongkrak, menaikkan pandangan. Dia tidak pernah dekat dengan seorang ikhwan manapun selama hidupnya, kecuali ayah dan saudara-saudaranya yang sebagian besar berjenis kelamin ikhwan. Sebut saja Arsyad, Davin, Davian, Aroon, Arion, Astronot, Fajar, Antariksa, Angkasa, hingga Alaska. Akan tetapi, dalam agamanya tidak dilarang berteman dengan seorang ikhwan, asalkan masih dalam taraf dan tidak menyalahi aturan maupun norma.
Orang tuanya tidak pernah salah memberikan persetujuan. Pernah sekali, senior Alea nekad datang ke rumah untuk mengajak Alea datang ke acara prom night. Alih-alih memberi izin, Anzar yang selalu over protektif malah membuat senior Alea babak belur karena berani mengajak putrinya pergi ke acara prom night. Ditambah lagi senior Alea itu meminta izin dengan cara yang tidak benar.
Namun, kali ini kasusnya berbeda. Kedua orang tuanya yang telah membuka pintu rumah mereka lebar-lebar untuk laki-laki ini. Secara tidak langsung mereka mengijinkan laki-laki ini mendekati putrinya bukan?
‘Bismillah,’ batin Alea di dalam hati. Di liriknya sang lawan bicara untuk sejenak, sebelum dia menarik napas dalam. “Alea mau menerima ka Nathan sebagai teman.”
Wallahi, tidak ada yang bisa Nathan gambarkan sebagai rasa bahagia yang begitu membuncah di dada.
...✈✈✈...
TBC
Dipublikasi :
Sukabumi 07 Mei 2021
Revisi 26/05/22
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Zaitun
saleh dasoleha jodohnya penzinz dgn penzina pula
2022-07-29
2
Hepelia Pinem Lia
Alea vs nathan
2021-07-29
4
zsazsavasthi
Nathan aja sih, Louis nya di buang, ga sanggup liat alea berhubungan sama orang bebas sedangkan dia menjaga dirinya, biarkan alea sama Nathan yang jelas usahanya terlihat untuk memantaskan diri
2021-06-28
4