BDJ 2 🌼 : MEETING or MEET UP
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”—Q.S At-Taubah (Ayat : 105)
✈️✈️
Seorang pria berseragam pilot baru saja keluar dari sebuah hanggar pesawat. Sunglasses hitam tidak ketinggalan bertengger apik di atas hidung mancungnya. Di sisinya ada seorang pria bule yang mengenakan pakaian serupa. Hari sudah kian larut saat mereka menginjakkan kaki di luar hanggar.
“Hoam.... ngantuk.” Pria bule menguap, kemudian mulai buka suara. “Kau mau kemana setelah ini, Capt? Hotel or apart?”
“Mansion,” jawab lawan bicaranya.
Pria yang barusan menguap lagi itu tampak menyerngitkan kening. “Mansion? Tidak biasanya kau pulang kesana.”
“Ada meeting penting pagi ini. Jadi aku harus tinggal di sana,” informasinya.
“Meeting? Tunggu, maksudmu soal merger itu?”
Pria rupawan yang baru saja menatap arloji rolex di pergelangan tangannya itu menoleh. “Hm. Tapi, meeting ini bukan soal merger. Topik utamanya terkait sebuah proyek besar yang bergerak di bidang pariwisata dan akomodasi.”
Pri bule itu mengangguk mahfum. Merger adalah difusi atau penggabungan dua perseroan atau perusahaan atau lebih, dengan salah satu di antaranya tetap berdiri dengan nama perseroannya sementara yang lain lenyap dengan segala nama dan kekayaannya. Dimasukan dalam perseroan yang tetap berdiri tersebut dengan atas dasar hukum. Ia pikir sang rekan berniat menerima tawaran merger, ternyata bukan.
Dua laki-laki berseragam itu berpisah di parkiran khusus. Mereka memiliki tujuan yang berbeda. Tak jarang ada beberapa pramugari dan pramugara yang menyapa keduanya saat berpapasan. Citra keduanya sebagai pilot & co-pilot memang cukup harum. Bukan saja harum, namun juga menjadi kebanggan maskapai yang menaungi mereka.
Terutama si pilot. Ia adalah bintang di atas bintang. Bujangàn terpanas se-maskapai yang menjadi tempatnya bernaung. Bukan satu-dua pramugari yang menawarkan diri untuk menjadi teman kencan maupun teman tidur. Namun sayang, laki-laki rupawan itu memilih menolak tanpa banyak drama. Ia juga sempat disebut memiliki kelainan s*ksual karena acuh tak acuh saat didekati secara terang-terangan oleh lawan jenis.
“Huft,” lirihnya, ketika kendaraan yang membawanya pulang tiba di sebuah mansion. Tiba di sana seorang petugas valet sigap membukakan pintu. Kemudian mengambil alih koper miliknya tanpa diperintah. Mansion tersebut memang milik keluarganya. Tempat sang adik diberi 'hukuman' oleh ayah mereka ketika sering membuat masalah.
Jadwal terbang yang padat dibarengi deadline pekerjaan yang menumpuk, membuatnya harus pandai mengatur waktu. Kemarin malam, sekretarisnya telah memberi kabar lewat surel perkara meeting esok hari. Oleh karena itu ia harus pandai mengatur waktu. Agar tidak down ditengah-tengah kesibukannya.
Sepadat-padatnya jadwal bekerja, ia tidak pernah lupa dengan kewajiban yang lima waktu. Ketika baru tiba di kamar, ia langsung bergegas mandi. Membersihkan badan lantas mengambil air wudhu untuk melaksanakan salat isya dan salat malam. Jarum jam baru menunjukan pukul 02.00 dini hari, waktu New York saat ia salat.
Ia bersujud di atas lantai beralaskan sajadah, menghadap kiblat. Menyapa sang pencipta lewat do'a dan setiap kalimat ayat suci yang ia lantunkan. Keningnya jatuh tuñduk dan pasrah pada tempatnya berkeluh kesah. Malam itu dalam sujud terakhirnya ia tetap meminta hal yang sama. Sejauh apapun ia melangkah, Tuhan selalu dekat dengan umat-Nya yang mau mendekat. Tuhan ada di setiap langkah dan keputusan yang ia ambil. Ada dalam setiap suka maupun duka yang ia dapat.
Mungkin di luar sana laki-laki seusianya yang telah mapan dalam kehidupan sibuk mencari kesenangan duniawi. Namun, tidak dengannya. Ia lebih memilih sibuk mengejar pendidikan, karir, dan mempertebal keimanan. Begitu terus menerus, tanpa melirik perkara kesenangan dunia. Karena satu pikirnya, ia adalah seorang pria. Calon suami, calon pemimpin, calon kepala rumah tangga, dan calon ayah.
Suatu saat ia akan menikah, dan memiliki keturunan. Menikah tentunya bukan perkara mudah. Perlu kesiapan jasmani, rohani dan tentu saja kesiapan materi. Karena tidak mungkin ia menikahi putri sebuah keluarga tanpa mahar yang layak, juga tanpa gambaran masa depan yang jelas.
Dari kecil ayahnya selalu berpesan agar ia menjadi pria yang bertanggung jawab. Pria yang bertanggung jawab akan selalu berpikir ribuan kali jika menginginkan sesuatu. Ia akan memikirkan segala konsekuensi dari keinginan tersebut. Pun dengan dirinya yang sejak remaja telah meng-ikrarkan sebuah keinginan. Keinginan guna menjadikan seorang perempuan solehah menjadi miliknya, istrinya, pendamping hidupnya, calon ibu dari putra-putrinya.
Untuk itu sekarang ia bekerja keras mencari pundi-pundi rupiah seraya memantaskan diri. Agar kelak ketika calonnya siap dipersunting, ia tidak akan ragu lagi untuk membawa kedua orang tuanya ke rumah sang pujaan hati.
“Hm. Besok kita akan bertemu, ya,” lirihnya sambil menatap langit-langit kamar.
Selepas menyelesaikan salat malam ia masih memiliki beberapa jam sebelum salat subuh. Ia bisa menggunakan waktu tersebut untuk beristirahat. Oleh karena itu kini ia membaringkan badannya guna mengistirahatkan tubuh dan pikiran.
“Bismillah,” lirihnya seraya berusaha menutup mata. Bibirnya bergumam membaca do'a.
Padahal hati dan pikirannya berkecamuk memikirkan hari esok.
Akan tetapi ia harus beristirahat barang sejenak. Tubuhnya perlu waktu untuk memulihkan tenaga. Oleh karena itu ia kembali berusaha mengistirahatkan diri. Membiarkan pulau mimpi merenggut kesadaran. Membuat kinerja seluruh syaraf tubuh perlahan mengendur, tak seaktif saat alam bawah sadarnya belum bekerja. Dia harus beristirahat walaupun hati dan pikirannya tidak sabar untuk menanti esok.
Tak sabar berjumpa dengan seseorang yang telah ia rindukan setelah sekian purnama.
✈️✈️
“Ok, berkas-berkas presentasi sudah siap,” Ujar gadis pirang yang mengenakan setelan formal tersebut.
Rok A-line 15 centi di atas lutut, dipadukan dengan atasan kemeja berwarna lilac yang sengaja dibiarkan terbuka dua kancing bagian atas. Rambut pirangnya tergerai cantik, dibiarkan jatuh bergelombang di ujung. Untuk ukuran wanita ideal, ia tentu masuk dalam tipe tersebut. Tinggi, cantik, memiliki body goals bak gitar spanyol, plus diberkahi otak cemerlang.
“Alea, listen.” Perempuan itu berujar dengan lirih. Menepuk bahu lawan bicaranya yang tampak khusu mengkaji ayat suci yang tertuang dalam Al-qur’an berukuran kecil.
“Sodakaulahuldzim,” ujar perempuan yang tengah mengaji itu, mengakhiri bacaannya. “Ada apa Ann?” tanyanya kemudian.
“Meeting akan dimulai 15 menit lagi.”
Perempuan berpakaian tertutup itu mengangguk. Ia kemudian beranjak dari tempatnya duduk. “Kita ke ruang meeting sekarang. Semuanya sudah siap bukan?”
“Iya. Tinggal presentasinya,” sahut lawan bicaranya.
“Bismillah, semoga semuanya lancar.” Do’a gadis berhijab itu seraya meraih berkas kerjanya di atas meja.
Keduanya kemudian langsung menuju tempat meeting. Di sana sudah ada beberapa staf yang tengah mengecek kebutuhan untuk meeting. Annante langsung menempatkan diri di samping sang sahabat sekaligus atasannya di kantor. Alea sendiri mengambil posisi duduk di ujung barisan meja sebelah kanan. Tak berselang lama para client mulai berdatangan. Satu persatu mulai mengisi tempat yang telah dipersiapkan. Namun ada dua kursi yang tetap kosong sekalipun Annante telah membuka acara tersebut.
Dua kursi tersebut diperuntukan untuk dua calon investor utama mereka. CEO Anderson Cooperation dan CEO Azka’s Air. Hingga acara berjalan menu inti, belum ada konfirmasi mengenai keterlambatan dua pemimpin tersebut.
“Alea, bagaimana ini? Kita lanjutkan atau stop?”
Perempuan berhijab syar'i itu menyunggingkan senyum kecil di balik niqab nya. Walaupun tidak banyak yang tahu ekspresi wajahnya, Annante cukup hafal mimik wajah sang sahabat, sekali pun hanya lewat sorot mata teduhnya.
“Ok, kita tunggu lima menit. Jika mereka tidak datang, berarti mereka menolak bekerjasama dengan perusaan kita.”
Annante mengangguk. “Ok. Tersisa 4 menit 59 detik lagi,” ujar Annante mengingatkan. Matanya tidak beranjak sedetik pun dari jam di pergelangan tangan.
Alea dan Annante memutuskan untuk memberikan dua pemimpin dari perusahaan berbeda itu kesempatan. Mereka menunggu, memberi dua pemimpin atau perwakilan instansi tersebut kesempatan. Hingga menit terakhir datang, tiba-tiba pintu dibuka dari luar. Empat orang pria berpakaian formal datang secara bersamaan. Seorang di antaranya berkacamata, langsung membungkuk dan meminta maaf atas keterlambatan yang mereka timbulkan.
"Mereka perwakilan dari Arga's Air,” bisik Annante. "Mereka bilang ada sedikit hambatan saat menuju tempat ini."
Perempuan berhijab syar'i itu menganggu. “Ok, aku bisa memakluminya." Alea beralih menatap jarum jam. “Bisa kita segera mulai?”
Annante mengangguk. “Tapi masih ada client yang belum datang.”
“Siapa?”
“CEO Anderson Cooperation.”
Alea manggut-manggut. “Kita lanjut saja. Mungkin belum rezekinya kita bekerjasama dengan mereka.”
Annante mengangguk lantas kembali melanjutkan tugasnya sebagai pembicara. Dia dengan lugas membuka acara dan memberi sambutan bagi para client yang baru datang. Semua dampak terpukau oleh penjelasan Annante. Dia bak magnet bagi para kaum Adam yang menghuni ruangan tersebut. Terkecuali seorang lelaki yang hari ini tampil rapih dalam balutan setelan formal bernuansa navy. Alih-alih memperhatikan Annante, dia lebih tertarik memperhatikan sosok yang duduk beberapa meter di seberang sana.
“Selanjutnya pemimpin kami yang akan menjelaskan secara rinci soal kerjasama ini." Annante kembali melempar pandangannya ke samping. “Chief Eksekutif Officer of Radityan Crop's,” sambungnya.
Semua orang beralih, menatap sosok yang sedari tadi terabaikan. Eksistensinya kalah kuat dibanding sang sekretaris yang tampak cantik dan mempesona.
Bahkan ada sebagian dari mereka yang berpikiran bahwa sosok tertutup yang hanya memperlihatkan sepasang manik indah itu salah tempat.
Kendati demikian, semua asumsi tersebut terpatahkan saat Annante menyebutnya Chief Eksekutif Officer atau CEO. Tentu mereka terkejut bukan main. Mereka pikir putri CEO terdahulu adalah Annante. Setidaknya, pembawaan, tutur katan, penampilan, dan tatakrama nya seperti Annante. Tetapi semua asumsi itu patah oleh sebuah fakta. Fakta jika putri CEO Radityan Corp’s yang dari dulu identitasnya disembunyikan ternyata seorang perempuan yang berpenampilan syar’i.
“Hallo, ladies and gentleman,” Sapa Alea dengan suara seringan bulu. Perempuan bermata bening itu kemudian mengerjakan tugas bagiannya. Mengambil alih etensi agar berpusat pada topik yang tengah menjadi pembahasan utama meeting kali ini.
Semua orang dibuat terhipnotis oleh keindahan dan kelembutan tutur katanya yang lembut dan tartil ketika berbicara di atas podium. Termasuk lelaki rupawan yang memegang jabatan sebagai CEO dari Arga's Air. Sudut bibirnya terangkat, membentuk sebuah senyum tipis. Hatinya mendadak puas, dahaganya mendadak tuntas. Rindunya yang membelenggu telah lepas.
Lewat meeting ini dia berhasil menjumpai calon tulang rusuknya. Perempuan yang telah mencuri perhatiannya di bandara Soekarno Hatta, bertahun-tahun silam. Kini dia bisa menjumpai perempuan pemilik mata jernih yang teduh dan memikat. Calon tulang rusuknya di kemudian hari.
“Akhirnya kita berjumpa lagi.”
...✈✈✈...
TBC
Jangan lupa tinggalkan like, vote, komentarr dan follow Author. Insyaallah, kedepannya BDJ akan sering update ya ❤
Sukabumi 25 Apr 2021
Revisi 07/05/22
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Refnida Fitri
aku mahu baca sampai tuntas biar nggak penasaran aku suka sampai sejauh ini ...
2022-11-13
1
Zaitun
hem.
2022-07-29
2
YuWie
aku mah setuju ma si pilot...semoga baik sampai akhir...klo si lucifer ma biar tobat tetap eman2 si alea kan😀😃
2022-06-18
4