“Kau kenapa tampak tidak bersemangat?” tanya managernya Pak Dong yang heran melihat tingkah artisnya daritadi selama meeting.
“Menurutmu bagaimana sifat Presdir itu?” celetuk Louis kesal.
“Bukankah sudah jelas? Ia cantik, kaya, pintar, baik dan benar-benar seorang penyelamat perusahaan kita..”
“Menurutmu begitu?” tanya Louis mencoba yakin.
“Tentu saja.. memangnya kenapa? Jangan bilang kau menyukainya??" seru managernya menerka-nerka.
"Apa kau sudah gila? Melihat matanya aku sudah ingin mati.."
"Hahahahaha tatapannya memang sangat mengintimidasi, tapi aku sangat menyukainya.. Dia seperti sedang membentengi dirinya dari gangguang luar.. seperti ingin membuat orang untuk tidak ingin mendekatinya.. tapi menurutku itu justru membuatnya tampak seksi.." gumam manager Louis melantur.
“Jangan mengada-ngada.. Jaga ucapanmu.. dia akan menjadi bos kalian juga.. aku tidak ingin kalian mengacaukan kerja sama ini.. perusahaan kita sangat membutuhkan bantuannya.. karena kita masih merintis dan membutuhkan bantuan dana darinya.." celetuk Simon, CEO Bighit ketus.
"Lagipula Ms.Grey itu ibarat sebuah langit.. dan kita hanya butiran pasir yang ada dibumi..” timpalnya lagi menyandarkan kepalanya dengan tenang ke kursi penumpangnya.
"Sudahlah.. kalian tidak akan mengerti.. aku membayangkan tatapannya saja membuatku sulit untuk bernafas.." gumam Louis lirih.
“Ah.. Itu hal yang wajar.. kau butuh watak seperti itu jika kau seorang pewaris tunggal dari pengusaha ternama yang hebat agar kau tak dijengkal orang seenaknya..” tukas Pak Dong santai.
Louis hanya kembali terdiam, perkataan Ana padanya saat di dekat kamar mandi hotel tadi terus terngiang-ngiang di benaknya dan membuatnya gelisah.
“Sialll... aku pasti akan sering bertemu dengannya..” gumam Louis gusar dalam hati.
***
Pukul 9 malam Ana baru akan pulang dari lemburnya. Tapi ia memutuskan untuk mengunjungi basecamp lebih dulu karena ia sudah menerima laporan terbaru terkait Dominic, orang yang ingin mencelakainya.
Ana tampak segera menghubungi nomor telepon seseorang.
"Bibi.. kau sedang apa??" tanya Ana ceria sambil menyetir mobilnya.
"Aku sedang membaca buku di kamar.. kau sudah mau pulang?" saut Layla dari sebrang.
"Iya.. aku baru saja selesai dari kantor.. tapi aku masih harus bertemu beberapa rekan di luar kantor..."
"Apa kau sudah makan malam?" tanya Layla lagi.
"Aku akan segera makan..jangan khawatirkan aku.."
"Jaga pola makanmu dengan benar Ana.. jangan telat makan.. dan jangan terlalu capek.."
"Iya Bibi.. aku mengerti.. kalau begitu sudah dulu ya.. segeralah tidur.. jangan tunggu aku..aku akan pulang sangat larut.."
"Baiklah.. hati-hati dijalan.."
"Bye Bi.."
"Bye Ana.."
Seperti biasa Ana menghentikan mobilnya di depan gedung tua yang sudah tidak asing lagi. Ia mendapati beberapa anak buahnya sudah berdiri menyambut kedatangannya.
"Bagaimana?" tanya Ana menatap datar pada B1, segera mengeluarkan rokoknya beserta pemantiknya.
"Kita masih harus menyelidiki mereka Ms.Grey.. mereka sudah mulai curiga setelah kabar menghilangnya mata-mata mereka yang telah kita habisi kemarin.."
"Berhati-hatilah.. mereka pasti sudah merencanakan sesuatu.." ujar Ana was-was.
"Baiklah Ms.Grey.. Lalu.." B1 menghentikan ucapannya yang terdengar ragu.
"Lalu apa?"
"Nyonya besar Jane sepertinya sedang mencoba memata-mati anda.." lanjutnya lagi.
"ck.. wanita tua itu masih saja memata-mataiku.. cepat atau lambat aku akan menghancurkan bisnisnya.." gumam Ana dingin.
"Apa mereka masih mengambil anak2 dari panti asuhan dan dermaga?" tambah Ana lagi menaikkan sebelah alisnya.
"Masih Ms.Grey.. dan Nyonya besar Jane sempat beberapa kali bertemu anak buah Dominic.. aku yakin dia juga terlibat dengan Dominic.."
"Awasi terus dia.. dan satu lagi.. cari tau semua tentang Louis dari Bighit entertaint.. dia membuatku risih.. Suruh anggotamu mengawasinya juga.. "
"Baik Ms.Grey.." angguk B1 mengerti.
***
Ana dan Bibi Layla tengah bersantai di pinggir kolam. Mereka memutuskan piknik di depan kolam berenang saat weekend tiba. Ini pertama kaliny seumur hidup Ana merasakan piknik, walaupun tetap hanya di rumah saja. Dan tentu saja Ana masih dengan laptop, tab dan ponselnya. Masih tetap bekerja meski tengah bersantai. Bibi Layla membuat kimbab, jajangmyeon, burger, salad, dan dessert lainnya.
Pagi menjelang siang itu tidak terlalu panas karna sudah mulai memasuki musim semi. Musim favorit Ana. Mereka berdua menikmati hari libur itu dengan saling berbagi cerita. Bibi Layla menceritakan pengalamannya selama berkebun, Ana hanya mendengarkan meski harus tetap fokus pada pekerjaannya sambil sesekali mereka tertawa bersama.
"Apa kau tidak berencana untuk menikah Ana?" tanya Bibi Layla yang seketika membuat Ana tersedak saat tengah mencicipi salad buahnya.
"Kau bercanda Bibi? Aku saja tidak pernah memikirkannya.. dan sepertinya tidak akan pernah ada di pikiranku.." jawab Ana enteng.
"Bagaimanapun kau harus menikah untuk melengkapi hidupmu.. apa kau tidak ingin memiliki anak?"
"Tentu aku ingin memiliki anak.. dan untuk mendapatkannya aku tidak harus menikah bukan? aku bisa mengadopsinya.."
"Aku selalu berharap bisa menikah dan memiliki anakku sendiri.." Bibi Layla kini termenung melihat lautan lepas dari kejauhan dengan tatapan hangatnya.
Karena memang dari mansion Ana dapat melihat lautan di kejauhan.
"Aku tidak ingin membahas ini lagi.." ana menenggak segelas lime squash nya.
"Ini bukan pembahasan yang bagus untuk pikiranku" timpal Ana terkekeh.
"Aku harap kau bisa mengubur masa lalumu dengan rapat Ana.. menguburnya dan melupakannya.. Aku ingin kau menjadi wanita sempurna yang memiliki keluarga impianmu.."
"Itu bukan hal yang mudah Bi.. Jadi aku mohon mari kita hentikan topik ini.. aku tidak ingin membahasnya lagi.." Ana yang mulai kesal mengemas barang-barangnya dan segera bangkit dari duduknya. Ia segera berlalu meninggalkan Bibi Layla.
Layla hanya menatap punggung Ana dengan tatapan hangat. Ia tau ketika Ana sedang marah sebaiknya biarkan ia menyendiri. Ia tau sampai kapanpun masa lalu Ana sulit untuk ia lupakan. Karena penderitaannya bukan hanya beberapa hari melainkan selama bertahun-tahun ia alami saat kecil.
Ana ditinggalkan oleh orang tuanya di rumah sakit sejak ia baru dilahirkan, orang tuanya kabur meninggalkannya begitu saja, saat polisi berhasil menangkap mereka, mereka mencoba kabur dan justru mengalami kecelakaan parah hingga menewaskan mereka.
Pihak rumah sakit lalu menitipkan Ana di panti asuhan sejak ia berusia baru 10 hari.
Awalnya ia di asuh dan di urus dengan baik hingga ia berusia 3 tahun, lalu sejak saat itu ia mulai di siksa oleh seorang pengasuh laki-laki hingga ia berusia 8 tahun. Disana ada banyak pengasuh wanita maupun pria. Saat itulah penderitaan Ana dimulai.
***
Ana 2 minggu lalu mendapatkan undangan dari sebuah museum ternama untuk perisan beberapa koleksi terbaru dari seniman ternama. Ia mengendarai mobilnya menuju sebuah museum seni di pinggir kota itu. Ia memarkirkan mobilnya disana dan segera masuk ke dalam museum. Saat ini museum cukup ramai pengunjung.
Ana memperhatikan dengan seksama tiap detail lukisan di depannya. Lukisan itu tampak sangat nyata. Gambar seorang anak laki-laki sedang memeluk adik perempuannya yang tengah menangis. Ana teringat sosok Lucas. Kakak laki-laki yang ia kenal di panti asuhan semasa ia kecil dulu.
Ia merogoh ponselnya dalam saku long coat abu-abunya. Stelan macho ana yang terkesan tomboy benar-benar cocok dengan karakternya yang dingin. Ia segera menelepon B1.
"Bagaimana? Kalian sudah menemukannya? Entahlah.. Bibi Layla tidak mengatakan apapun.. ia hanya berkata kakakku di adopsi keluarga lain, tapi aku tidak yakin tentang itu.. Baiklah.. cari kemanapun ia berada.. mungkin juga ia sudah mengganti namanya.." Ana segera mengakhiri panggilan telepon itu.
Seorang pria muda yang tinggi bak model menatap Ana dari kejauhan. Louis yakin betul itu adalah Ana meski ia mengenakan style pakaian yang berbeda dengan saat terakhir mereka bertemu. Ia mengurungkan niat untuk menyapa wanita dingin itu. Ia harus bisa menjaga jarak. Saat akan berpaling, tatapan mata mereka justru bertemu satu sama lain. Ana menatapnya datar dibalik wajahnya yang tampak sendu tengah berlindung di bawah topi hitam yang ia kenakan. Louis merasa Ana sedang sedih saat ini. Ia segera mengalihkan pandangannya dari Ana dan menjauh darinya.
Banyak pasang mata menatap ke arah Louis. Saat ini ia seorang aktor dan penyanyi yang sudah cukup terkenal. Meski ia sudah mengenakan topi dan masker tapi ia tak bisa menutupi perawakannya bak pangeran tampan yang mencuri perhatian itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 224 Episodes
Comments