Hari pernikahan

"Ngapain sih aku keluar segala! Bodoh-bodoh Naya!" Ia hanya berniat membuka pintu kamarnya untuk melihat sejenak keadaan diluar. Tetapi sialnya ia malah berpapasan mata dengan seseorang yang bukan mahram nya.

Ia segera membuka gaun yang ia kenakan dan menggantinya dengan piama.

Pagi berganti sore dan sore berganti malam dan akhirnya akad nikah sederhana di rumah mewah itu akan segera berlangsung. Hanya beberapa tetangga dekat dan Rt - Rw yang diundang. Dari pihak keluarga pun hanya anggota keluarga inti Abdullah yang hadir di akad nikah Rangga dan Naya.

Naya terlihat begitu cantik dengan gaun pengantin yang ternyata sangat mewah dan wah pilihan Susan. Berlian menghiasi gaun itu dari kerudung hingga mata kaki.

Rangga menjabat tangan Lukman dan ijab kabul pun ia ucap. Tak ada keraguan dalam hati Rangga mengucapkan ijab kabul itu. Ia mengucapkannya dengan lantang. Setelah itu Naya maju ke hadapannya dan mencium telapak tangan suaminya itu. Sikap Rangga begitu dingin dan ia membalas ciuman tangan itu dengan wajah buram. Ia masih terbayang sikap istrinya itu yang bersikap tak lazim kepada kakaknya Ilham dan memandangnya sebagai wanita murahan dan yang lebih membuatnya sungkan menyentuh wanita itu karena ia adalah anak pembantunya sendiri. Kecantikan Naya tak melunturkan semua kenyataan itu.

Setelah acara ijab kabul resepsi pernikahan berlangsung selama 2 jam. Hidangan-hidangan lezat tersedia dan para tetangga mendapatkan souvenir emas 24 karat seberat 3 gram. Mereka merasa beruntung diundang dalam acara itu.

........................

Detak jam dinding di kamar Rangga sudah berada tepat pada angka 21.34 wita. Rangga dan Naya masuk kedalam kamar itu kira-kira 1 jam yang lalu setelah euphoria pernikahan keduanya selesai. Kini Rangga sedang membersihkan diri didalam kamar mandi sedangkan Naya usai melepaskan baju pengantinnya dan memakai gaun malam yang sangat minim yang terbuka bagian depan dan belakang. Ia menyemprotkan minyak wangi ke seluruh tubuhnya dan duduk di tepi ranjang menunggu Rangga keluar.

Rangga mematikan shower dan menghanduki seluruh tubuhnya lalu menutup bagian tengahnya dengan handuk itu dan melangkah keluar. Ia menatap lekat punggung Naya yang terbuka lebar dan berjalan menuju lemari pakaian. Naya sangat gugup hingga tak berani menatapnya dan tertunduk. Tubuhnya terasa panas dan mulai tak nyaman dengan keadaan itu. Rangga berbalik mendekat ke arahnya dan menaruh pakaiannya disamping Naya. Tanpa perasaan malu dan canggung ia melepaskan handuk yang menutupi bagian tengahnya lalu memakai cd dan celana panjang tipis. Naya sama-sekali tak berani menatap ke arahnya. Ia hanya tertunduk dan membisu.

"Menyingkir!" perintah Rangga tiba-tiba dengan kasar. Naya kaget dan mencoba menatapnya. "Apa yang kamu lihat! Siapa yang menyuruh mu duduk di ranjang ku!" bentaknya kian kasar hingga Naya pun dengan ragu menyingkir dari ranjang itu dan berdiri di hadapannya.

"Menangnya kenapa?" Naya bingung dengan sikapnya. "Apa aku punya salah?"

"Kamu anak babu berarti kamu juga babu!" hardik nya tanpa rasa iba.

Rangga melemparkan bantal keatas lantai dan nenyuruh Naya untuk tidur disana. Ia tak ingin satu ranjang bersama Naya.

Dengan pasrah Naya mengikuti keinginannya tanpa perlawanan sedikitpun. Ia tak mengira jika laki-laki itu akan memperlakukannya sampai seperti ini hanya karena dia adalah anak dari kedua orangtuanya yang tadinya menjadi pembantu di rumah ini.

Naya menatapnya nanar dan berjongkok lalu duduk diatas lantai. Hatinya sakit dan perih, "Demi Allah aku juga tak sudi satu ranjang denganmu!" bisiknya dengan tangis tertahan.

Malam kian larut dan keduanya tak bisa tertidur. Naya berusaha untuk tak bergerak demi mengelabui nya agar Rangga mengira ia sudah tertidur lelap.

Sesekali Rangga menatap tubuh indah Naya yang terkapar. Ia berusaha menahan gejolak nafsunya hingga subuh tiba.

Setelah azan selesai berkumandang Naya pun bangkit dan mengambil baju, rok, bra, cd, dan handuk dari lemari pakaian dan masuk kedalam kamar mandi. Sedikitpun ia tak menoleh kepada Rangga.

10 menit kemudian....

Naya menggelar sajadah didepan kiblat dan mengucapkan takbir, "Allahu akbar."

Rangga hanya menatap punggung istrinya yang berbalut mukena putih yang nampak usang dengan perasaan kagum, "Kamu taat juga ternyata," gumam nya berbisik. Ia sendiri tak ada niat untuk beribadah karena malas dan menganggapnya sesuatu yang sama-sekali tak penting. Ia turun dari ranjang dan menyambar handuk yang berada disamping pintu kamar mandi.

Rangga merasa terbakar saat membayangkan paha dan punggung Naya yang putih mulus dibawah guyuran air. Ia berusaha untuk tak mengingatnya namun susah. Wanita itu menorehkan kebencian dan rasa penasaran di hatinya, "Tunggu tanggal mainnya," ringisnya. "Aku akan menyiksa mu dulu."

Naya menyisir rambut indahnya dan memasang jepitan disebelah kiri dan kanan. Ia menatap dirinya yang nampak berbeda. Kini ia sudah sah menjadi istri dari Rangga Fatahillah putra dari Abdullah Fatahillah. Namun kenangan semalam mengubah hal itu menjadi tak berharga sama-sekali. Rangga masih menganggapnya sebagai anak dari babu dan otomatis ia juga masih menjadi babu.

Rangga keluar dari kamar mandi dan Naya pun menoleh sekilas dan berpaling, "Ini sudah jam berapa? Apa dia tak sholat subuh?" tanyanya bingung dalam hati. Ia khawatir dengan hal itu tetapi ia merasa tak ada hak untuk ikut campur, sekali lagi karena kejadian semalam.

"Babu!" panggil Rangga. Naya menoleh seketika. Naya lumayan terkejut dengan panggilan itu. "Segera buatkan aku kopi capucinno dan roti bakar. Jangan lupa oleskan dengan selai coklat!" perintahnya ketus. Mulai detik ini Rangga ingin melakukan segalanya tanpa paksaan. Dimulai dari pagi ini ia tak mau sarapan bersama keluarganya. Ia masa bodo dengan peraturan papanya dan amarahnya. Cukup ia sudah menuruti keinginan papanya dengan menikahi gadis yang sama-sekali tak dikehendakinya ini.

"Baik," sahut Naya menurut.

Di meja makan seluruh keluarga sudah menanti kehadiran si pengantin baru. Naya terlihat menuruni anak tangga seorang diri. Ia berjalan kearah dapur dengan kepala tertunduk dan menyeka air matanya. Mertuanya heran dan masih sabar menunggu kehadiran Rangga dan Naya.

Tak butuh waktu lama untuk membuat kopi capucinno dan roti bakar. Naya kembali menapaki anak tangga dengan membawa nampan berisi sarapan pagi untuk sang suami.

"Kenapa Naya malah membawa makanan keatas?" tanya Rosi bingung.

"Mona!" panggil Abdullah, "Panggil Rangga dan Naya untuk turun segera!"

"Baik Tuan besar." Mona segera naik ke lantai dua dan mengetuk pintu kamar Rangga, "Tuan muda! Nona Naya!" panggilannya ketakutan. Ia takut jika Abdullah murka.

Rangga membuka pintu kamar dengan wajah geram, "Apaan sih?!"

Mona langsung tertunduk ketakutan, "Maaf Tuan muda, tetapi Tuan besar sudah menunggu anda dan nona Naya di meja makan."

"Katakan padanya aku akan makan didalam kamar!" sergah Rangga lantas menutup pintunya kembali dengan agak kasar hingga Mona tersentak kaget.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

febby fadila

febby fadila

nggak sopan banget si rangga nggak ada etikax sèdikit

2025-03-05

0

Afternoon Honey

Afternoon Honey

📖📖📖📖📖📖📖📖📖📖📖📖📖

2023-06-05

0

Meylin

Meylin

suami g ada ahlaq mending tingalin aja

2021-12-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!