Masih di rumah utama, namun di kamar yang berbeda.
Kamar tiga gadis yang mempunyai kepribadian berbeda-beda. Daripada tidur di kamar yang terpisah mereka memilih tidur di satu kamar. Dengan dua Kasur besar yang disatukan. Mereka satukan kasur di sebuah sudut ruangan. Jen memilih merapat ke samping dinding, dia punya kebiasaan nempel-nempel pada dinding kamar saat tidur. Biasanya tangannya yang selalu menempel. Dari ujung siku sampai telapak tangan. Sofi aman berada di tengah, mendapat jatah yang paling luas. Masih seperti bocah yang tidur bergerak ke kanan dan ke kiri. Sementara Amera tidur manis sambil memeluk guling di bagian pinggir.
“Kakak ipar ngidamnya masih berlanjut ya? Aku lucu sekaligus gemas melihat tingkahnya” Jen mengunci pintu kamar. Tidak mau pembicaraan mereka terdengar oleh angin sekali pun. Naik ke tempat tidur, mencari posisi paling nyaman. Lihat telapak tangannya sudah ia tempelkan di dinding. Merasai dingin yang membuatnya nyaman.
“Ibu malah mendukung kakak ipar. Haha, kata ibu Kak Saga jadi terlihat menggemaskan kalau lagi pusing dengan ngidamnya kakak ipar.” Sofia sambil berkirim pesan selamat malam dengan Haze bercerita tentang apa yang dilihatnya akhir-akhir ini.
Sofia pernah melihat Saga keluar dari kamar ibu. Tadinya dia tidak mau percaya penglihatannya. Kalau Kak Saga sampai mengadu pada ibu. Biasanya kalau Kak Saga mau bicara dengan anggota keluarga, pasti di ruang kerja. Pak Mun yang menjadi perantara.
Tapi melihat ibu yang terlihat bahagia, sepertinya benar. Ibu bahkan hampir seminggu masih membicarakan curhatnya Kak Saga padanya. Ibu sedang pamer. Kak Saga menunjukan sisi manusiawi yang jarang ia tunjukan pada orang lain. Sekalipun pada ibu. Setelah ibu merestui mereka, tidak hanya kakak ipar dan Kak Saga yang senang, ibu juga nampak lebih bahagia.
“Aku kangen Han.” Amera mulai lagi, sambil menelungkupkan wajah. “Aku berangkat kerja dia belum datang. Aku pulang kerja tidak pernah berjumpa, kadang menunggunya sampai ketiduran.” Memukul-mukul bantal kesal. “Aku kangen Han.”
Sekretaris Han membuat pembatas setinggi gunung yang mustahil didaki Amera. Perbedaan usia, status dan yang paling utama. Anda bukan selera saya Nona.
Huaaaaaa, aku benci Han. Tapi aku kangen Han.
“Apa si Kak Mera nggak penting.” Sambil bergaya merinding. Menggoyangkan bahu. Kangen kok sama Han, tidak ada yang lain apa yang bisa dirindukan. “Mending juga kangen sama Haze.” Tertawa senang.
“Maaf ya, siapa ya Haze.” Meringkuk. “Aku kangen Han.”
Jen tak acuh, beralih meraih hpnya. Menarik selimut sampai ke lutut, menarik bantal juga, supaya menyangga punggung dan kepala. Dia terlihat sangat serius, sambil ketawa-ketawa senang. Tidak tahu apa yang dilihatnya.
Sementara Sofia merapat ke arah Amera. Mau merayu Amera untuk membuatkannya couple ring. Yang akan melingkar di jari manisnya dan Haze.
“Kalau Kak Mera mau buatkan aku akan kasih tahu satu rahasia penting Han.” Tersenyum, sudah dengan aura kemenangan.
“Rahasia apa?” Langsung bangun dari posisi malas-malasannya. Mengguncang-guncang bahu Sofia. “Jangankan couple ring, aku akan buatkan gelangnya juga.”
Benarkan, haha.
“Janji!” Sofia mengangkat dua jarinya. Amera mengikuti gerakan tangan Sofia. Dan mengatakan janjinya. “Aku pernah melihat Aran, sopir kakak ipar mencium Han.”
Nyala api ketidakterimaan menari-nari di mata Amera. Bagaimana mungkin, Aran mencium Han. Mustahil! Kalau Kak Saga yang mencium Han, itu masih bisa diterima akal sehatnya.
“Tidak mungkin, janji batal. Tidak mungkin Aran. Memang apa si yang Aran punya dan aku tidak!” Protes entah kepada siapa.
“Dia punya jumlah usia yang lebih banyak dari Kak Mera. Haha, ia, maaf. Maaf.” Ngeri saat Amera memelototinya dengan garang. “ Hei, Kak Mera sudah janji lho, mau membuatkan aku couple ring sama gelang juga.”
Pura-pura tidak mendengar. Berguling-guling ke arah lain, dan memeluk bantal gulingnya. Sedang berusaha menerima informasi tidak masuk akal itu.
Huaaaa, aku mau menyentuh tangannya saja sulitnya minta ampun.
Tiba-tiba Amera bangun. Memaksa Sofi duduk juga.
“Kamu melihat mereka berciuman dengan mata kepalamu sendiri? Bersumpah. Kapan? Ciuman di bagian mana, sini, sini atau sini.” Menunjuk kening, melanjutkan menunjuk pipi lalu ragu dan takut-takut, terakhir menunjuk bibir. “Ayo jawab!” Walaupun sebenarnya dia tidak mau mendengar, kalau jawabannya adalah bibir.
Sofia mau menggoda, tapi melihat wajah Amera yang bahkan sudah depresi sebelum mendengar jawabannya membuatnya iba.
“Aran yang mencium pipi Han duluan, tapi setelahnya dia langsung kabur kok. Han juga tidak mengejarnya.”
Aku tidak perlu bilang kalau Han menyentuh pipi bekas ciuman itu kan. Tidak usah, nanti dia jadi tidak mau membuatkanku cincin pasangan dengan Haze.
“Tapi.” Sofia ragu menyentuh bibirnya. “Aran masih hidup sampai hari ini,dan masih menjadi sopir kakak ipar bukannya itu tanda-tanda Kak Mera harus menyerah ya.”
Sama halnya seperti Kak Saga yang tidak suka di sentuh orang lain, kebiasaan itu tentu saja menular pada sekretaris setianya. Penyakit aneh Han itu kan kadang menyukai apa yang disukai Kak Saga.
Amera tidak mau mengakui karena rasa kesalnya yang langsung menjadi-jadi.
“Sofi, sudah biarkan saja dia.Coba lihat ini.” Jen menarik baju Sofia agar mendekat ke arahnya. Sementara Amera berguling membelakangi kakak beradik itu. Mencerca entah apa, yang cuma bisa dimengerti olehnya.
“Aku kangen Han.” Tidak mau mempercayai apa yang baru saja dia dengar.
Jen dan Sofia langsung melihat ke arahnya kemudian mendesah. Lalu mengibaskan tangan dan bersamaan berkata. “Jangan perdulikan dia.”
Tertawa bersama.
Sebenarnya mereka sudah berkali-kali mengatakan kepada Amera, kalau perasaannya mustahil terbalaskan. Beberapa kali menyatakan cinta, sebanyak itu pula Amera di tolak perasaanya.
“Kak Jen, kita jodohkan Kak Mera yuk.” Merasa iba.
“ Itu nanti dulu. Lihat ini sekarang, lucu ya. Aku sudah nggak tahan pengen beliin keponakanku.” Jen menggoyangkan hpnya gemas. Menunjukan sebuah toko oline yang menjual baju bayi lucu-lucu. “Anak kakak ipar cowok apa cewek ya. Kak Saga pelit banget nggak mau ngasih tahu kita.” Masih memencet tanda like dibaju-baju yang dia incar.
Informasi jenis kelamin anak Daniah dan Saga belum terkuak.
“Kalau anak kakak ipar perempuan pasti imut dan menggemaskan seperti kakak ipar. Ihh, apalagi kalau rambutnya seperti kakak ipar.”
Jen sedang membayangkan membuat kucir kecil-kecil di rambut keponakannya. Rambut ikal yang kruel, kruel tergulung-gulung.
“Kalau perempuan dia wajahnya mirip kakak ipar tapi kalau galaknya seperti Kak Saga gimana ya.” Sofi dengan imajinasi nyelehnya berhasil membuat mereka terpingkal. Membayangkan wajah imut dan mengemaskan tapi dengan gaya seperti Saga.
Kalau yang ada begitu bukannya takut, malah tambah mengemaskan. Aku sudah tidak sabar. Moga-moga mirip kakak ipar. Mirip Kak Saga juga nggak apa-apa. Masih ribut tidak mau mengalah.
“Mungkin bisa jadi dia mirip Raksa. Haha.” Mulai deh, katanya move on.
“Pasti imut kalau anak Kak Saga dan Kak Niah mirip Han." Tanpa dosa menyela khayalan indah Jen dan Sofi. Sofia langsung merinding.
"Jangan sampai ya, sudah sana berdoa sendiri, jangan bawa-bawa keponakan kami."
"Aku kangen Han.” Dua buah bantal melayang ke arah Amera. "Apa si kalian."
"Kak Jen, kita serang saja dia.Sudah menodai khayalan kita. Bisa-bisanya minta keponakan kita mirip sama Han." Jen tertawa jahat sambil meraih bantalnya menerima ajakan Sofia. "Ayo cabut kata-kata Kak Mera tadi." Sofia sudah memulai serangannya.
"Aku kangen Han." Dengan tidak tahu malu masih saja memancing suasana.
Akhirnya perang bantal tiga gadis itu terjadi. Yang satu teriak ini. yang satu membalas itu. Bisa-bisanya Amera masih berteriak kangen Han. Tawa ketiganya memenuhi ruangan ketika mereka sudah kehabisan energi.
Tiba-tiba ketukan pintu membuat ketiganya membeku. Menjatuhkan bantal.
"Nona, suara kalian terdengar sampai ke kamar tuan muda." Suara Pak Mun, keras terdengar. Sambil masih mengetuk pintu.
Ketiganya langsung saling pandang. Masih membisu. Mengambil bantal masing-masing, menarik selimut sampai menyelimuti kepala tanpa suara. Tangan Amera menyebul pelan di bawah selimut, mengambil remot lampu. Klik, lampu padam. Masih mencoba mendengar, apa Pak Mun masih berdiri di depan pintu. Sepi. Mereka langsung menarik selimut, terkikik bersamaan.
"Aku kangen Han."
"Kak Mera!" Teriak kakak beradik itu tanpa suara.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Putri Sera
sisi manusiawi/Facepalm/
2025-01-03
1
Mivta Ndolu
🤍🤭🤭
2024-09-04
1
Isma Izza
kita sama ameera,q yang han makanya hadir lg ini
2024-06-18
6