Namun, semuanya berakhir mengerikan.
Tak ada kontak selama berada di dalam mobil. Hal itu yang membuat Valia tidak begitu yakin Damar menyukainya. Saat tiba di rumah, mereka disambut oleh tatapan kebencian dari Tuan Anton yang sudah menunggu sedari tadi. Valia turun ragu-ragu, masih fokus pada tatapan mengerikan Tuan Anton kepada Damar.
“Ikuti aku sekarang,” kata Tuan Anton pada putranya. Valia kebingungan, sementara Finn tampak sangat kalut. Di dalam pun terlihat sangat dingin dan tegang. Nyonya Laras sedang terisak di sudut kursi ruang keluarga. Sementara para pelayan juga terlihat tersedu-sedu.
Tak sengaja saat melintas di depan ruangan Tuan Anton yang terbuka, Valia terhenyak membungkam mulutnya sendiri saat melihat bagaimana Tuan Anton menghajar putranya habis-habisan. Damar terus kembali berdiri tegap meski sempoyongan setelah dipukuli ayahnya. Anehnya, dia tidak melawan sama sekali. Dan tidak ada satupun yang berada di dalam sana membela, termasuk Finn yang terpojok tak bisa berkutik.
Seorang pelayan datang mendekat. Mereka melangkah hati-hati dan meminta Valia untuk diam tak bersuara. Mereka mengantar Valia masuk ke kamar. “Tunggu.” Valia menghentikan langkah para pelayan. “Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Pak Anton memukul putranya seperti itu?” tanya Valia tak percaya.
Para pelayan saling melempar mata, sebelum akhirnya angkat bicara. “Itu pasti karena Tuan Muda melakukan kesalahan Nona,” jawab mereka.
“Kesalahan? Apa karena insiden di video itu?” tanya Valia. “Kami tidak tahu, Nona.”
Valia merasa sangat iba, dan ingin membantu Damar. Namun, nyalinya yang tidak ada ditambah dia yang tidak tahu apa-apa memaksanya untuk tidak ikut campur. Akhirnya Valia masuk dan menutup pintu kamar itu.
Pelayan Damar sudah meletakkan SIM Card milik Valia di atas meja. Valia meraihnya dan mulai memasang kembali SIM Card itu ke ponselnya yang disimpan dalam laci. Saat itu, pikirannya masih seputar Damar yang dipukuli ayahnya.
Dia berusaha keras untuk tidak peduli, tapi lagi-lagi perasaan itu menghantui. Karena sudah tidak tahan, Valia memutuskan untuk keluar dari sana menghentikan Tuan Anton agar tak terus memukuli putranya. Namun, belum lagi langkah itu sampai di depan pintu, ponsel Valia berdering nyaring.
“Kakak?” Valia akhirnya mengangkat panggilan itu. “Hallo, Kak? Maaf tadi aku tidak bisa mengangkatnya. Aku … .”
“Valia, kau baik-baik saja?” tanya Agnes.
“Ya, aku baik. Kenapa?” tanya Valia heran.
“Apa kau tahu bahwa Rafa masuk rumah sakit?” tanya Agnes.
“Masuk rumah sakit? Tunggu, aku tidak mengerti. Memangnya dia kenapa, sampai masuk rumah sakit?” jawab Valia tergesa, memelankan suaranya.
“Jadi, kau tidak tahu bahwa Rafa masuk rumah sakit setelah dipukuli oleh suamimu?”
“Apa?!” Sontak Valia duduk di atas ranjang karena cemas. “Bagaimana keadaannya?” tanya Valia.
“Rafa dalam keadaaan kritis. Suamimu benar-benar gila dan mengerikan. Dia bahkan membuatnya hampir mati, setelah menghancurkan toko roti milik ibunya Rafa,” tambah Agnes.
“Apa?” lirih Valia terkejut.
Saat tangan Valia melemas hingga ponselnya terjatuh dari genggaman, saat itu pula Damar masuk dan berniat mendekat pada Valia dengan cairan kental yang keluar dari hidungnya.
Akan tetapi, langkah Damar berhenti saat melihat ponsel itu berserakan di lantai. “Valia, apa yang ….”
“Apa yang Anda lakukan padanya?” tanya Valia tanpa pembukaan. Baru saja tadi mereka mulai akrab, tiba-tiba suasana menjadi lebih runyam.
“Apa maksudmu?” tanya Damar heran.
“Jadi karena itu, Pak Anton memukul Anda?” Valia berjalan mundur saat Damar mencoba mendekatinya.
“Anda hampir saja menghilangkan nyawa seseorang!! Apa Anda sadar? Mengapa Anda melakukannya?! Mengapa Anda berbuat sesukanya?! Anda melarangku bertemu dengan teman-temanku. Anda melarangku untuk menghubungi mereka, dan Anda mengurungku di tempat menjijikkan ini. Dan seolah-olah merasa bersalah Anda mengajakku pergi!!! Hampir saja aku menaruh simpati kepada Anda, tapi ternyata … Anda tidak lebih dari sekedar sampah!”
“Valia!” Damar mendorong keras tubuh Valia hingga terpojok di dinding.
“Jangan asal bicara kalau kau tidak tahu apa-apa!” tegasnya. Tubuhnya bergetar. Dia mengepal erat tangannya karena terbakar amarah.
“Bukankah memang seperti itu? Anda hanya menggunakan aku untuk menyembunyikan kebusukan Anda!”
BRAK!!
Satu pukulan mendarat di dinding. Valia tetap melotot pada Damar tak takut sama sekali. “Tadinya aku pikir Anda mungkin saja punya kepribadian lain yang tidak aku ketahui, dan mungkin saja bisa kuterima. Tapi ternyata … aku jadi sangat yakin untuk segera berpisah dengan Anda,” tambah Valia semakin menyakitkan.
“Bren*sek! Pria bren*sek itu menelponmu? Ha?!” teriak Damar di wajah Valia.
“Bagaimana dia bisa menelponku karena Anda sudah membuatnya koma?!” balas Valia lebih nyaring.
Damar berusaha keras menahan diri. Valia yang masih terjebak di depan tubuhnya masih angkuh sendiri. “Valia, kau tahu kesalahan apa yang sudah kau lakukan padaku?” kata Damar memelankan suaranya. “Valia, kalau kau kehilangan aku karena kebodohanmu … aku pastikan kau akan menyesal karena kau tidak akan pernah mendapatkan aku lagi,” tambahnya dengan napas yang sesak.
“Menyesal kata Anda? Biar kutanya satu hal, siapa wanita di dunia ini yang bisa hidup dengan lelaki bermuka dua seperti Anda? Lelaki yang terlihat baik di depan kamera, tetapi punya bisnis gelap yang mengerikan. Siapa? Siapa wanita yang mau hidup dalam penjara keegoisan Anda? Jika itu yang terus Anda katakan sebagai cinta … maaf, aku tidak akan pernah menyesal.” Valia mendorong tubuh Damar untuk beranjak meninggalkannya.
Namun, Damar menarik tangan Valia dan langsung memeluknya. “Valia, jangan katakan hal menyakitkan seperti itu padaku.” Dia memeluk Valia dengan erat. Melabuhkan kepalanya di pundak Valia. Suaranya bergetar. Dia sepertinya … sedang menangis. Mungkinkah?
Valia memberontak, berusaha melepaskan pelukan Damar. Namun, Damar tetap terus menahan tubuh Valia untuk tidak beranjak dari sana. “Valia, jangan tinggalkan aku. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Aku tidak bisa.” Valia terpaku. Suara Damar terdengar lirih dan menyentuh. Bagaimana bisa pria angkuh sepertinya memohon cinta pada wanita yang tidak ada apa-apanya? Dia sedang serius apa sedang bersandiwara? Mengapa terdengar sangat tulus dan menyedihkan?
Valia ingin sekali percaya, tetapi sikap Damar yang sangat egois membuatnya sangat yakin untuk tetap berpisah setelah setahun menikah. Bahkan tanpa bertanya, Damar sudah membuat hidup Rafa hancur berantakan. Padahal kalau diingat kembali, Rafa tidak melakukan kesalahan apapun. Dia hanya datang ke café untuk mengembalikan barang-barang milik Valia.
“Tuan! Jangan bersandiwara terus seperti ini!” tolak Valia berusaha melepaskan pelukan Damar yang sangat erat. Damar memegangi kedua lengan Valia, menatapnya sendu. “Valia, aku mencintaimu. Aku tidak sedang bersandiwara.” Dia membawa naik tangan Valia dan mengecupnya. “Apa kau tidak melihatnya?”
“Tuan, jangan seperti ini.”
“Valia! Kau benar-benar menguji kesabaranku!!!” Emosi itu kembali menyelimuti Damar. Dia melepaskan Valia, mulai mengacak-acak kamar mereka. Seluruh bantal dan alas ranjang sudah lepas ditariknya. Valia menjadi panik, melihat darah menetes keluar dari hidung Damar.
“Tuan, tolong hentikan.” Valia mencoba menenangkan Damar. Sayang sekali, Damar sudah terlanjur marah.
“Tuan.”
Damar menatap Valia cukup lama dengan napasnya yang sesak. Namun, Valia malah terdiam dan tidak mengatakan apapun. Hal itu membuat Damar tiba-tiba saja menyeringai. “Kau akan menyesal karena sudah menyakiti hatiku.”
Dia berjalan sempoyongan, keluar dari kamarnya.
BRAKK!
Sekali lagi, pintu kamar yang malang itu dibanting keras oleh pemiliknya.
Asisten senior Damar melirik ke dalam kamar. Dia mendekat pada Valia sesaat setelah Damar pergi dari rumah. Valia sedang terpaku dengan air mata.
“Nona, Anda harus minta maaf pada Tuan Muda jika nanti beliau pulang.” Asisten itu menyeka air mata Valia. “Tuan Muda Damar tidak seperti yang Anda pikirkan. Dia baik dan lembut jika Anda berlaku baik dan lembut juga padanya,” tambah sang pelayan.
Valia menangis terisak. Dia memeluk asisten itu dengan rasa berkecamuk.
***
“Tuan, mari aku antar ke rumah sakit,” cemas Finn melihat Damar berkali-kali terpukul.
“Finn,” panggil Damar. “Ya, Tuan?” jawab Finn.
“Blokir semua nomor yang terhubung dengannya.” Mendengar perintah itu, awalnya Finn merasa sangat bersalah jika harus membuat Valia kesepian. Namun, saat dia menatap wajah Damar yang sedang terpuruk, dia merasa sangat iba dan kasihan.
“Baik, Tuan.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Yaya Eraa
kerren Thor👍👍
semangat up y ya Thor💪💪
semoga sukses buat otor😘😘😘😘
2021-02-10
0
Indriati Indriati
mana kok lama thor udh ngk sabar
2021-01-05
1
Annabelle Lovely Lorenza
Kmi slu mnggumu y kak...🙏🙏🙏
2021-01-04
1