Jangankan untuk naik ke atas kuda besar itu, bahkan baru melihatnya saja Valia sudah bergidik ngeri. Kuda-kuda itu terlalu tinggi. Bahkan lebih tinggi dari tubuhnya yang kecil.
Seorang pemandu kuda menahan senyum mereka saat melihat Valia yang ketakutan bahkan sebelum mencoba. Seorang pria menyodorkan tangan untuk membantu Valia naik.
Damar yang sedang duduk santai tak tinggal diam. Dia tak pernah membiarkan Valia bersentuhan dengan pria lain. Dia berjalan mendekat pada Valia. “Biar aku yang melakukannya.”
“Baik, Tuan Muda.”
Damar meletakkan kedua tangannya pada pinggul Valia. Dia sangat kuat dan perkasa. Damar mengangkat tubuh istrinya naik ke atas kuda dengan mudah.
“Tidak, tidak!” pekiknya memeluk kuda karena ketakutan saat duduk di atasnya. Tak perlu pikir panjang bagi Damar untuk ikut naik juga. Dia duduk di belakang Valia, membantu gadis itu untuk duduk dengan tegap.
“Busungkan dadamu.” Valia menoleh ke belakang.
Valia enggan melakukan perintah aneh baginya itu. Damar yang awalnya fokus ke depan, ikut menatap mata istrinya. “Kenapa?” tanya Damar. “Dadamu sangat kecil. Jika aku menginginkannya, aku tidak akan melakukan itu di sini. Hanya aku … yang boleh melihatnya,” tambah Damar.
Seluruh bulu kuduk Valia berdiri, menyelimuti seluruh sisi atas kulitnya yang merinding geli. Valia mencoba membusungkan dadanya. Mungkin ini memang taktik dalam berkuda, pikirnya.
Damar menyelipkan kedua tangannya di sisi kanan dan kiri, tepat di bawah lengan Valia. Damar memegang kendali kuda itu untuk sementara. “Letakkan tanganmu pada tali ini.” Valia yang sangat canggung dilihat banyak petugas hanya bisa mematuhi aturan itu dengan lapang dada. Dia meraih tali kendali kuda.
Damar membawa masuk kedua tangan mungil Valia dalam genggamannya. Tangan lebarnya memerangkap tangan Valia cukup kuat. Mereka memegang tali itu bersamaan.
Saat tangan hangat itu melapisi tangannya yang kedinginan, Valia terpaku hingga terpana. Dia kembali membalikkan muka, memandangi wajah Damar.
Di balik sikapnya yang kasar, dia lumayan lembut dan perhatian juga. Meski Valia tidak benar-benar yakin Damar mencintainya, Valia masih bisa merasakan suntikan-suntikan kasih sayang Damar untuknya.
“Peganganlah dengan erat. Jangan hanya memandangiku.”
“Siapa yang melihat Anda?” Valia berkilah, menutupi rasa malunya.
HAP!
Damar membawa kuda itu menemani mereka berdua. Valia yang seharusnya ketakutan menjadi sangat tenang dan nyaman. Rambutnya dikibas angin yang membelai mereka sangat ramah dan menenangkan. Wajah Valia sampai tertutup karenanya.
Lagi-lagi Valia menatap Damar. Lelakinya sangat jantan. “Bagaimana? Kau takut?” tanya Damar pada Valia. Valia yang masih fokus menatap wajahnya, menggeleng pelan. Damar tersenyum.
Dan ini, pertama kalinya Valia melihat Damar tersenyum secerah itu. Giginya kelihatan, semakin menambah pesona ketampanan Damar yang sudah menggoda sejak lama.
Damar melingkarkan tangan kirinya mengelilingi perut Valia. “Pegangan yang erat, Istriku!"
HAP!
Kuda itu berlari kencang, jauh ke dalam hutan seputar arena bermain kuda. Lonjakan kuda itu membuat Valia melayang dalam mimpinya.
Rambut Damar yang berkibar kesana-kemari menciptakan pemandangan yang jauh lebih indah dari sekedar bukit yang mereka lewati.
Valia kembali menatap ke depan, dia melihat tangan kekar yang menahan tubuhnya untuk tidak terjatuh. Valia tersenyum lebar setelah itu.
Sebenarnya, siapa Anda sehingga membuatku jadi lemah seperti ini?
“Sekarang sudah sampai. Ayo turun.” Damar menghentikan kuda itu di tempat pemberhentian. Dia turun lebih dulu, sebelum membantu Valia turun juga.
“Bukankah itu tadi menyenangkan? Lain kali, aku akan mengajarkanmu.” Dengan kedua tangan di dalam saku, Damar berjalan santai di depan Valia. Valia mengikuti sang suami yang masuk ke dalam mobil. “Jika kau merasa gerah, kita bisa pulang dulu untuk mandi.” Damar membuka pembicaraan selama di dalam mobil.
“Tidak. Tidak perlu, Tuan.”
“Jangan panggil aku tuan. Aku suamimu, bukan majikan.” Damar mengeluarkan sebuah sapu tangan dari saku jas-nya. Mengarahkan sapu tangan itu ke dahi Valia yang basah oleh keringat. “Jangan pernah berpikir kita akan berpisah. Karena aku tidak bisa hidup tanpamu.”
DEG
Damar tidak menatap matanya sama sekali. Dia masih sibuk membersihkan keringat Valia yang bertumpahan. Perkataan itu terdengar tulus dan menusuk.
Valia mengerjapkan mata beberapa kali, sangat canggung diperlakukan manis oleh orang yang tidak pernah dia kenal. Belum lagi, dia sudah merencakan perceraian setelah setahun menikah.
Tak lama setelah itu, mereka akhirnya tiba di sebuah restoran bintang lima yang sangat populer di ibukota. Bahkan kedatangan mereka disambut oleh banyak orang. Karpet merah terbentang memanjang sampai langkah itu berakhir di meja makan bundar dan mewah.
Sama seperti sebelumnya, tak ada siapapun di sana selain mereka berdua dan sebuah alunan musik yang diputar.
Beberapa orang pelayan mengantarkan hidangan istimewa. Sama seperti saat sebelum menikah, Damar memotongkan daging steak milik Valia mmenjadi potongan kecil-kecil, sebelum memberikan piring itu pada Valia.
“Apa makanan kesukaanmu?” tanya Damar. “Apa saja aku suka,” jawab Valia. Valia bingung, apa dia harus kembali bertanya atau diam saja.
Namun tiba-tiba saja Damar kembali berbicara. “Dulu aku sangat suka udang. Sayang sekali, sekarang aku tidak lagi bisa makan seafood.” Damar menusuk sepotong kentang goreng dengan garpu, lalu mengunyahnya setelah masuk ke mulut.
“A-Anda … Anda suka apa?" tanya Valia coba untuk bersikap ramah. Damar melayangkan pandangan pada istrinya. “Selain dirimu, aku tidak menyukai apapun.”
Aku rasa dia sudah gila. Atau .. atau aku yang mulai gila.
Valia mencoba kembali menatap Damar. Wajah Damar terlalu jujur untuk berbohong atau sekedar bercanda. “Hahah, Anda terlalu banyak bercanda hari ini,” balas Valia.
“Jangan tertawa seperti itu di depanku.”
Perkataan Damar benar-benar menghentikan tawa Valia. “Kau terlihat sangat cantik saat tertawa. Tapi menyakitkan karena kau sedang menertawakan kebodohanku yang mencintaimu.”
Oh Tuhan … lelaki ini terus saja membuatku hampir gila.
Mereka kembali menyantap hidangan itu dengan hening. Valia tidak bisa konsentrasi. Di kepalanya masih berputar wajah Damar yang sedang duduk manis di depannya. Pelan-pelan dia mengintip Damar yang kelihatan sangat malas makan. Wajah Damar pucat tampak kurang sehat. Masih ada bekas memar di sudut bibirnya.
Dia melihat Damar menyisihkan seluruh daun seledri ke tepi piring. Sepertinya dia tidak suka daun seledri.
Lumayan pemilih.
Sedikit banyaknya, Valia mengetahui beberapa hal tentang Damar yang selama ini tidak dia ketahui. Ada rasa penasaran yang membuatnya ingin mengetahui lebih banyak soal Damar.
Valia sangat terkejut melihat piring Damar. Dia sedikit sekali menyentuh makanannya. Bahkan hampir semua hidangan itu telah masuk ke perut Valia, tetapi Damar malah enggan untuk makan.
Damar mendorong kursinya mundur. Dia berdiri dan mendekat pada Valia yang sedang merona malu karena makan terlalu banyak.
Damar mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah. Membukanya di depan Valia yang sedang berbinar takjub. “Maaf, Tuan. Ini … apa maksudnya ini?” tanya Valia bingung. Dia tidak tahu apa maksud Damar menunjukkan kalung mewah yang harganya pasti sangat mahal.
“Untukmu.”
“Ta-tapi … .”
Damar mengeluarkan kalung itu, memakaikannya kepada Valia. “Tuan, kenapa Anda memberikan aku kalung yang mahal ini?” tanya Valia mencoba menghindar. “Kau bahkan memiliki aku yang jauh lebih berharga dari kalung ini.”
Dia melakukannya lagi?
Tak ada yang bisa dikatakan Valia, selain berdiam diri cukup lama mencoba mengontrol dirinya untuk segera sadar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
vhiit widianti s 💕
sepertinya damar bucin sekali sama valia 🤔🤔
bikin penasaran banget ni thor, 😣😣
damar misterius banget 😍😍
2021-03-08
0
Safini Azizah
damar aku meleleh....🥰🥰
2021-03-07
0
Yaya Eraa
aku suuuuuuuka 😍☺️
2021-02-10
0