Valia kesusahan menarik ritsleting punggung gaun baru itu. Sebelumnya, dia tidak pernah punya gaun seperti ini. Hanya beberapa kemeja, rok atau celana panjang.
SREEET!
Ritsleting itu di tarik pelan oleh tangan hangat milik Damar yang tiba-tiba saja bersentuhan dengan kulit punggung Valia yang bertelanjang. Damar menyeret naik besi kecil yang berada dalam jangkauannya. Tangan itu masih menetap di sana. Damar sedang mempermainkan instingnya.
Valia merasakan hembusan kasar pria jantan itu menggelitik tengkuknya. Tubuhnya membeku dengan napas naik-turun mengikuti tiap ketukan jantung yang memompa cepat. Damar memangku kepalanya di pundak Valia.
Tangannya mulai melingkar penuh mengelilingi perut kecil Valia yang ramping. “Aku senang melihatmu patuh seperti ini.” Valia menatap bayangan semu yang berada di depan mereka.
Kaca bening itu memantulkan bayangan keduanya meski samar-samar. Rasa takut Valia berubah damai. Seolah berada dalam sebuah penjara, dia tersesat dan terkurung di dalamnya sangat lama.
Damar memeluk erat istri mungilnya dengan manja. Ini pertama kalinya bagi Valia, melihat suami keras dan dingin seperti Damar bisa berlaku manja.
Drrrrt … Drrrrt …
Ponsel Valia bergetar di atas meja. Damar melepaskan pelukannya, membiarkan Valia meraih ponsel itu untuk segera menjawab. “Kakak?” Valia tak ingin mengangkatnya, takut Damar mendengar pembicaraan mereka.
“Siapa?” tanya Damar. Valia menepis, segera mematikan ponselnya. Melihatnya, Damar menarik lepas ponsel itu dari tangan Valia. Dia memeriksa ponsel itu tanpa meminta izin lebih dulu. Damar menatap Valia, mulai menaruh curiga.
Bukannya menyudahi, Damar malah kembali menghubungi Agnes. “Halo, Kakak Ipar. Hari ini aku dan istriku akan menikmati waktu bersama. Hubungi lagi nanti.”
Tut … Tut … Tut …
Damar mematikan ponsel itu cepat. Melepas keluar SIM Card Valia dan menyimpannya. “Tidak ada gangguan saat kita berdua bersama.”
Damar memasukkan ponsel itu ke dalam laci kecil sebelah ranjang. Dia mendekat pada Valia, mulai menggerayangi rambut wanitanya. “Rapikan cepat rambutmu. Aku tunggu di mobil.” Damar tersenyum tipis sebelum beranjak keluar.
Valia menatap dirinya sendiri melalui cermin. Memandangi rambut yang baru saja disentuh Damar. “Sebenarnya, aku kenapa? Mengapa … aku membiarkannya menyentuhku?”
Beberapa pelayan masuk ke dalam. Membungkukkan tubuh mereka. “Nona Muda, kami akan membantu Anda berdandan.”
**
Agnes melotot tajam setelah panggilan itu dimatikan. “Ada apa?” tanya seorang teman padanya. “Apa aku tidak salah dengar?” lirih Agnes.
“Salah dengar apa?” tanya teman Agnes sekali lagi.
“Yang barusan bersuara … dia … dia benar-benar Damar? Dia bilang akan menikmati waktu bersama Devalia.” Agnes mengeluh pada temannya. Sang teman mengernyitkan dahi.
“Bukankah itu kabar baik? Itu artinya adikmu benar-benar menikmati kehidupannya sebagai istri,” jawab sang teman.
“Aku takut ... aku takut ini hanya sebuah rencana pria itu untuk menjebak adikku. Bagaimana kalau dia membuat adikku jatuh cinta, lalu meninggalkan adikku setelahnya?” Agnes memegang kedua lengan temannya. “Kau tahukan betapa terkenalnya dia di kalangan para wanita? Seluruh gosip tentang hubungannya dengan banyak wanita belum selesai, tetapi dia sudah menikahi adikku yang malang. Aku tidak mau Valia merasakan apa yang sudah aku rasakan.” Kecemasan Agnes terpaksa dia simpan untuk sementara waktu.
***
Valia menuruni anak tangga beranda rumah. Dia terlihat sangat anggun dan cantik dengan penampilan barunya. Damar tersenyum puas di dalam mobil melihat istrinya yang terlihat mempesona.
Para pelayan membukakan pintu untuk Valia masuk dan duduk di sebelah sang suami. Valia tampak tidak nyaman dengan lipstick merah muda yang menempel di bibir ranumnya.
Berkali-kali dia mengatup bibir agar terbiasa. Damar tersenyum tipis karenanya. “Jika kau tidak nyaman, kau bisa menghapusnya.” Valia menatap wajah pria yang sedang tersenyum meledeknya.
Menyebalkan. Kalau bukan karena Anda, aku tidak akan memakai lipstick aneh ini.
“Cantik.”
DEG
Devalia kembali menatap Damar yang tidak menoleh padanya sama sekali. “Sejelek apapun, bagiku kau tetap yang paling cantik.”
Mengapa … dia terus membuatku kebingungan?
Tak ada percakapan apapun selama di dalam mobil. Namun ketika sampai pada tujuan, mata Valia berbinar saat bolanya menuju sebuah papan iklan yang ada di seberang sana. “Kebun binatang?” gumamnya.
Berbeda dari biasanya, kali ini Damar langsung yang membukakan pintu untuk Valia. Damar mengulurkan tangan kanannya, mengisyaratkan Valia untuk menyambut dengan hangat. Valia memandangi keadaan sekitar. Di depan sana sangat ramai. Seluruh perhatian tertuju pada mereka.
Ternyata, dia hanya sedang bersandiwara baik padaku untuk membersihkan namanya yang sudah tercemar karena insiden itu. Baiklah.
Valia tak ingin menimbulkan masalah sekali lagi.
Dia mendaratkan tangan kanannya, tepat di atas tangan Damar. Mereka berjalan masuk ke kebun binatang terkenal itu bergandengan tangan.
Dia merasa sangat tertekan harus mengikuti permainan Damar. Langkahnya yang sampai di depan pintu utama kebun binatang menjadi lamban. Dia kebingungan saat melihat tak ada siapapun di depan sana.
Dan, setelah masuk ke dalam pun tidak ada siapa-siapa di dalam sana kecuali mereka berdua. “Di mana semua orang?” tanya Valia mendongak pada suaminya.
“Sekarang tempat ini adalah milik kita berdua. Mengapa menanyakan orang lain?” Damar menarik tangan Valia mendekat pada hewan-hewan di sana. Seolah tertipu oleh keadaan, Valia tertawa riang melihat banyak hewan di dalam sana. Dia sangat bersemangat dan tidak bisa diam. Gaun yang dia gunakan sama sekali tidak mencerminkan tempat tujuan mereka.
Damar berjalan lambat di belakang. Mengikut langkah kecil gadis itu kemana saja. Valia berhenti di mana saja sesukanya.
“Ini apa namanya?”
Dan selalu bertanya pada Damar setiap hewan yang dia lihat dan lewati. Untung saja, dia punya suami cerdas yang tahu banyak hal.
Valia berjongkok di depan kandang kucing hutan yang sedang berduaan. Kucing betina dan jantan itu sedang asik bermain. Ada lima ekor kucing hutan kecil yang ikut bermain di sekitar mereka.
“Wah keluarga yang bahagia,” puji Devalia senang melihatnya. Damar ikut berjongkok di sebelah Devalia. Dia tidak berhenti menatap istrinya. “Kau juga akan memiliki keluarga yang bahagia.” Perkataan Damar membuat Devalia tertegun. Dia menoleh pada suaminya yang sedang tajam menatapnya.
Damar berdiri. “Pernah naik kuda?” tanya Damar. Valia menggeleng pelan. “Tidak, tidak pernah,” jawabnya. “Ayo kita naik kuda.” Damar mengulurkan tangannya pada Valia yang berjongkok. Valia memandangi dirinya sendiri. “Kenapa Anda memintaku memakai gaun? Bagaimana caranya aku naik kuda dengan gaun seperti ini?”
“Kita akan ke restoran setelah ini. Kau juga tidak pandai memegang kendali kuda.” Damar masih terus mengulurkan tangannya. Valia akhirnya menyambut tangan itu meski sangat terpaksa.
Damar memandangi tangan yang sedang menggenggam tangan lebarnya dengan rasa bahagia. Gadis itu sangat senang diajak berlibur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments