“Aku benar-benar tidak habis pikir pada wanita kampung tidak tahu diri itu. Dia yang dulu menawarkan perceraian, sekarang malah membatalkan perceraiannya. Damar, kau masih mau pada wanita rendahan itu?” Hampir seluruh teman-teman Damar menolaknya rujuk dengan Devalia. Tak ada jawaban apapun dari Damar, selain satu teguk minuman beralkohol yang dari tadi menemaninya.
“Damar?” panggil salah seorang dari pengusaha muda yang sedang berkumpul. “Hampir dua tahun lamanya, aku melihatmu hanya minum saja. Padahal diantara kita semua, hanya kau yang paling menjauhi minuman ini sebelumnya. Damar … kau baik-baik saja? Kau harus memikirkan kesehatanmu.”
Brak!
Damar memecahkan gelas dengan kepalan tangannya, hingga tangannya terluka. “Bisa kau tutup mulutmu? Siapa yang peduli pada kesehatanku? Kau?” Damar mengeluarkan senyuman mautnya yang terkenal sangat mematikan.
“Bukankah seharusnya kalian akan berpesta jika aku mati? Itu artinya kalian tidak perlu repot-repot memikirkan cara untuk menyingkirkan aku dari perusahaanku.” Damar berdiri, meraih jasnya dan pergi meninggalkan para pengusaha muda itu.
“Kalau aku jadi dia, aku pasti sudah menendang dan mengusir wanita seperti itu dalam hidupku. Kaya raya, dan sangat tampan. Dia bisa mendapatkan berlian yang jauh lebih indah dari sekedar wanita rendahan yang menganggapnya sampah.”
Mendengar semua itu, salah seorang dari para pemuda yang dari tadi hanya menunduk akhirnya tersenyum. Pemuda itu menuangkan bir mahal ke dalam cangkir mewah mereka. “Kita tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan. Bukankah semua pria punya kelemahan?” Pemuda itu mengangkat gelasnya. Akhirnya semua mereka saling melempar tawa.
**
Devalia baru saja kembali sehabis belanja di supermarket tak jauh dari apartemen suaminya. Dia menenteng seluruh belanjaan itu dengan semangat. Namun, matanya membola tatkala melihat ada lebih banyak bodyguard yang berdiri di depan sana. “Selamat malam, Nona.” Seluruh bodyguard itu menyapanya serentak. Tak ada yang dipikirkan Devalia, selain kenyataan bahwa Damar sudah pulang.
Devalia sangat berhati-hati menyusuri, sesaat setelah masuk ke apartemen itu. Tak ada yang terlihat membuatnya sedikit tenang untuk sementara. Hingga akhirnya, tak sengaja ia melihat seorang pemuda tampan dengan wajah pucatnya. Damar duduk di atas sebuah meja kecil tanpa setelan jas mewah yang sempat dia pakai saat menghadiri persidangan. Hanya kemeja putih dengan celana katun hitam panjang yang menggantung indah di kaki.
Dengan kedua tangan yang berada di dalam saku, Damar menatap lekat istrinya yang baru saja masuk. "Mengapa kau ada disini?” Suara jantan sang suami sekali lagi mengejutkan Valia. Setelah sekian lama merindu, akhirnya dia kembali mendengar suara suaminya.
Valia yang malu-malu kemudian menatap wajah tampan itu. “Aku … Asisten Finn yang mengantarku kemari.” Damar masih terus menatap Valia dengan tatapan dingin lagi beku.
Valia segera bergegas menuju dapur, meletakkan belanjaan yang baru saja dia beli.
Jantungnya berdegup kencang. Dia sangat senang bisa melihat wajah itu lebih dekat. Sesekali Devalia mengintip cermin yang ada di hadapannya. Pantulan cermin itu masih memperlihatkan bagaimana mata setajam anak panah itu terus memandangi Devalia.
Valia sangat canggung. Dia tidak ingin berpisah dengan suaminya. Dia benar-benar tidak ingin kehilangan Damar lagi. Namun sayang, jangankan raga … cintanya pun terasa bukan miliknya lagi. Meski dimata hukum Damar adalah sah milik Valia, tapi Valia sudah kehilangan itu sejak lama karena kesalahannya sendiri.
"Akh!" Lelaki itu tiba-tiba saja mengerang sakit. Valia lantas memutar tubuhnya, dengan nalurinya yang penuh cinta spontan berlari mengejar sang suami yang tampaknya tidak sehat. "Anda baik-baik saja?" tanya Valia menyentuh lengan suaminya.
"Lepaskan tanganmu." Damar malah menampar hati sang istri yang sedang cemas. Valia tak beranjak. Dia tetap kokoh berusaha membantu suaminya untuk berbaring ke atas ranjang. "Aku bilang lepaskan tanganmu!" Damar benar-benar membentak sang istri dengan caranya yang kasar. Valia melepaskan genggamannya ragu-ragu.
Sosok dengan visual sempurna itu berjalan sendiri menuju ranjang. Dia berbaring dengan sepatu yang masih melekat di kakinya.
"Ambilkan ponselku," perintah Damar sembari memejamkan mata. Valia segera beranjak, merogoh setelan jas yang tergantung rapi di dinding. "Tidak ada. Disini tidak ada," jawabnya. Valia memberanikan diri melirik celana yang sedang dikenakan suaminya. Tampak sebuah benda bersudut empat menjejak di saku celananya. "Sepertinya ponsel Anda ada di saku celana Anda."
"Ambilkan." Valia meronta senang jauh di dalam sana. Ini kesempatan baginya untuk menyentuh dan berdekatan dengan suaminya yang beku. Berhati-hati dia merogoh saku celana suaminya yang sedang berbaring. Dapat! Dia segera menyerahkan ponsel itu pada suaminya. Namun, tak sengaja matanya menatap layar ponsel yang menyala.
"Vinka." Nama itu terpampang nyata di atas sana dengan 27 kali panggilan tak terjawab.
DEG
Vinka? Siapa?
“Dimana pakaian yang ada disini?” Pertanyaan dari sang suami membuat Valia terkejut. Damar terus saja membongkar ranjangnya hingga kembali berantakan. “Dimana pakaiannya?!” Bentakan Damar sekali lagi mengejutkan Valia. Tak sengaja dia melihat darah menjejak di atas seprei ranjang itu. Tampaknya tangan Damar sedang terluka.
“Pakaian yang mana?” tanya Valia kebingungan. “Pakaian merah muda. Dimana?” Damar masih terus mencari pakaian itu ke seluruh tempat dengan wajah tampannya yang pucat.
“Aku … aku mencucinya.”
Damar terhenti. Dia menoleh pada sang istri. Dia menarik tubuh Valia dengan mudah hingga gadis itu terpojok di bawah tubuh suaminya. “Bahkan pakaianpun ingin kau singkirkan dariku?”
Valia menatap wajah itu, meraihnya dengan kedua telapak tangannya. “Suamiku, aku hanya …”
“Jangan pernah sebut aku suamimu lagi.” Damar menyingkirkan tangan Devalia dari wajahnya. “Semuanya sudah berakhir sejak lama,” tambah Damar. Dia hendak beranjak, tapi Devalia kembali menarik kerah suaminya. “Tolong dengarkan aku, kali ini saja.” Devalia tak mau kalah. Dia tetap berusaha keras menunjukkan cintanya. Damar mengunci bibir Valia dengan telunjuknya. “Jangan mengatakan apapun agar aku tidak semakin membencimu.”
Valia menyeka keringat suaminya dengan tangan telanjang sambil terisak. Damar ikut terhanyut akan sentuhan halus yang mungkin baru pertama kali Valia berikan setelah sekian lama mereka menikah. “Ikutilah prosedur kesehatan dengan baik. Anda harus dirawat terlebih dahulu agar segera pulih.”
Perkataan Valia mengubah raut wajah Damar menjadi semakin tampak menderita. “Siapa yang mengatakannya kepadamu?” tanya Damar. “Finn sudah mengatakan semuanya. Anda masih sakit dan harus melakukan perawatan. Tetaplah disini, aku yang akan merawat Anda.” Valia mengatakan itu tulus dari hatinya. Sayang sekali, perkataannya malah semakin melukai Damar.
“Tidak perlu mengasihani aku. Aku tidak membutuhkanmu,” balas Damar. Dia menarik tangan Valia yang masih basah karena keringatnya. Mengelap tangan mungil gadis itu dengan dasinya. “Jangan pernah … menyentuhku lagi.” Damar beranjak dari ranjang. Meninggalkan Devalia dengan rasa sakit sendirian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Annabelle Lovely Lorenza
luv u kak..
sukses slu y...smg cpt update...dtgu slu dg sabar dan rindu yg menggunung...hhhhh
2021-01-06
1
Annabelle Lovely Lorenza
Apa bolh q blg sukaaa novelnya..tp dmn lanjutany y kak...hehheh....
2021-01-06
1
Annabelle Lovely Lorenza
👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍🙂
2021-01-06
1