Sudah dua hari Felisya mendiamkan Tama, meskipun gadis itu masih dengan penuh perhatian menjaganya, tapi Tama merasa sang istri benar-benar masih marah akibat ocehan halu dari Bianca.
Dokter masuk ke kamar Tama lalu memeriksa tubuhnya dengan seksama, karena anak dari Viona itu mengalami patah kaki sang dokter menyarankannya untuk sementara waktu memakai kursi roda sebelum beralih ke alat bantu jalan dan melakukan terapi.
Felisya menemani berdiri di samping sang suami saat dokter melakukan pemeriksaan. Namun, setelah dokter keluar ruangan gadis itu langsung menjauh kembali. Felisya memilih membaca buku seputar kehamilan dan tidak memperdulikan Tama yang sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya.
"Fel, mau sampai kapan kamu mendiamkan aku seperti ini? Sumpah demi apapun aku sudah jujur ke kamu bahwa semua ucapan Bianca itu hanya mengada-ada."
"Hem," jawab Felisya malas.
"Fel, aku ... "
"Istirahatlah! dari pada mengoceh tidak jelas lebih baik kamu berdoa supaya hasil test laboratorium terakhirmu menunjukkan hasil yang bagus."
Tama terdiam, Ia kembali mencari cara agar Felisya mau kembali berbicara atau setidaknya tersenyum kepadanya seperti sebelum Bianca membuat cerita bohong.
Tanpa mengetuk pintu, Bianca mengintip masuk ke dalam kamar Tama, Ia mengatupkan bibir menyadari dua kakak iparnya masih saling bersitegang semenjak dirinya menjenguk dan terjadilah peristiwa senjata makan tuan.
"Permisi!" ucap puteri Nataniel itu sambil mendorong pintu kamar agar lebih terbuka lebar.
Bianca menggandeng Skala masuk lalu meletakkan sekeranjang buah yang berada di tangan suaminya ke meja di depan Felisya. Kakak iparnya itu bersikap cuek melihat kedatangannya.
"Nah ini dia bian-keroknya," seru Tama.
Bianca melirik laki-laki yang sudah rela berkorban nyawa demi dirinya itu, Ia hampir saja terbahak mendengar Tama memplesetkan namanya dari Bianca menjadi biankerok.
"Ska, bantu aku! Lihat mantan kekasih dan sepupumu, mereka seolah ingin menelanku bulat-bulat."
Bianca mengalungkan tangannya ke lengan Skala, ucapannya pun dibuat dengan volume yang biasa, gadis itu melakukannya dengan sengaja agar Felisya dan Tama mendengar suaranya.
"Tanggung sendiri, salah siapa jahil!"
Mendengar jawaban dari sang suami, Bianca mencebik kesal. Ia melepaskan tangannya dari Skala dan langsung duduk di dekat Felisya.
"Fel, maaf! ucapanku kemarin seratus persen, em ... bukan tapi dua ratus persen hanya bohongan."
Felisya bergeming, wajahnya kaku dan dingin. Bianca kembali mencoba menjelaskan kesalah pahaman yang terjadi ke kakak iparnya lagi.
"Ayolah! masa kalian tidak bisa diajak bercanda sih?" Ada sedikit ledekan dari nada bicara Bianca.
"Felisya, kamu harus berterima kasih padaku bukannya marah seperti ini, apa kamu lupa? malam dimana Tama tersadar?"
Bianca menepuk paha Felisya lembut, Ia benar-benar ingin membuat kedua kakak iparnya itu kembali akur.
"Apa lagi?" sela Tama yang merasa dirinya tengah dijadikan sebagai obyek pembicaraan, Ia takut istri Skala Prawira itu kembali membuat onar.
Bianca memandang Tama lantas beralih ke sang suami yang masih berdiri tak jauh dari pintu, matanya berkedip-kedip seolah meminta persetujuan badak Afrika terkasihnya untuk membuka suara.
"Katakan saja, asal tidak membuatku cemburu lagi!" ucap Skala yang langsung berjalan dan duduk di kursi yang berada di sebelah Tama.
"Sore sebelum kamu sadar aku berkata akan mengajari Felisya menunggang kuda, aku yakin kamu pasti mendengar kami membicarakan hal itu, bahkan disaat kamu tak sadar otakmu masih bisa travelling, iya kan Tam?"
Felisya mengatupkan kedua bibirnya, mencoba menahan tawa yang hampir keluar dari mulutnya mendengar ucapan Bianca. Felisya lalu melirik ke arah sang suami yang terlihat menahan malu.
"Sembarangan, aku saja tidak menyangka bahwa aku akan tersadar," ucap Tama membela diri.
"La—la—gi pu—la apa itu menunggang kuda? aku tidak mengerti maksudnya," imbuh Tama sambil terbata-bata, jelas otaknya sudah berkelana kemana-mana mendengar tuduhan Bianca.
"Sok polos loe dasar Tamia." Skala ikut meledek kakak sepupunya itu.
"Aku benar-benar tidak mengerti Seketek," jawab Tama malu-malu.
"Bagus lah kalau kamu tidak mengerti, setidaknya kamu tidak akan meminta aku melakukannya saat kamu sudah diijinkan pulang nanti, lagi pula siapa yang berani naik kuda yang kakinya patah."
Bianca melebarkan manik matanya begitu juga dengan Skala, keduanya tak menyangka Felisya bisa berpikiran layaknya mereka. (Dan juga seperti para PRHH)
Tama hanya bisa melotot tak percaya, disatu sisi Ia bahagia karena Felisya sudah mau berbicara, tapi disisi lain Ia sedih dengan ucapan sang istri yang berkata tidak berani menunggangi kuda yang kakinya patah.
"Jadi aku harus puasa selama kakiku belum sembuh?" lirihnya.
Bianca tertawa terbahak-bahak, sementara Skala dengan sengaja menepuk-nepuk pundak kakak sepupunya seolah memberi kekuatan.
"Sabar ya!" ucap Skala.
"Fel ... " panggil Tama ke sang istri.
"Apa?" Jawab Puteri menteri perdagangan itu ketus.
"Lumutan donk ntar," ucap Tama mengiba.
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
...Biar ga lumutan aku crazy up, jangan lupita...
...LIKE...
...KOMEN...
...VOTE...
...RATE BINTANG LIMA...
...ADD FAVORITE 🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
jumirah slavina
ati-ati Tamiya.. bukan cm bs lumutan tp jg bs karatan 🤣🤣🤣🏃🏃
2024-09-29
2
Jumiroh Miroh
😂😂😂😂😂😂 naik kuda yang kakinya patah berati gak bisa jalan donk, kalau lumutan bisa di jual tama lumut nya, kan lumayan nambah uang jajan feli
2023-02-04
1
Abie Mas
feli aja di atas menunggang kuda. tama trima beres
2023-01-18
0