Bukan Kontrak Pernikahan (Buku 2)
"Apa perlu sampai begitu?" bisik Felisya.
Gadis itu meletakkan piring bekas makan sang suami ke atas nakas di samping ranjang pasien.
"Sudah lah, bantu aku kali ini oke!" Tama mengedipkan matanya.
Keduanya langsung bersikap biasa saat pintu kamar dibuka. Skala tersenyum lebar sambil menggandeng tangan Bianca masuk. Wajahnya bahagia dan lega mendapati kakak sepupunya tengah duduk bersandar pada headboard ranjang pasien.
Tama memandangi Skala kemudian Felisya, wajahnya memancarkan gurat kebingungan.
"Siapa mereka?"
Felisya menatap dua orang yang baru saja masuk ke kamar rawat suaminya lantas melakukan apa yang Tama perintahkan.
"Apa kamu tidak mengingat mereka? dia sepupumu Skala dan istrinya Bianca," ucap Felisya.
"Kenapa? ada apa dengannya?" Skala cemas, apa mungkin Tama terkena amnesia, begitu pikirnya.
"Tam, apa kamu tidak mengingat kami?" Bianca mendekat ke arah ranjang, menatap wajah kakak sepupu suaminya itu dengan alis mata berkerut.
"Siapa mereka?" tanya Tama untuk yang ke dua kalinya.
"Fel, apa yang terjadi padanya?" Skala terlihat cemas, air mukanya berubah muram.
"Benarkah kamu lupa siapa kami? Siapa dia dan siapa aku? apa aku perlu mengingatkan dirimu?" Bianca berbicara kepada Tama, tapi wajahnya menatap ke arah Felisya.
Felisya mengangguk mengiyakan pertanyaan Bianca. Siapa yang menduga bahwa ucapan yang akan meluncur dari bibir adik iparnya mengandung bala bencana.
"Tam, aku adalah wanita yang spesial di dalam hidupmu. Kamu pernah berkata menyukaiku dan rela meninggalkan Felisya demi mendapatkanku."
Tak hanya Felisya dan Tama, Skala pun dibuat terperanga mendengar ucapan Bianca. Dengan senyum manisnya direktur Neil fashion itu kembali berceloteh seperti orang yang tak memiliki dosa.
"Apa kamu ingat saat aku hampir jatuh ke kolam renang di rumah kakek Prawira? kamu dengan sigap memeluk pinggangku? Bukankah saat itu kamu memintaku untuk meninggalkan Skala."
"Tidak, itu fitnah. Bi jangan ngaco!" Tama ketakutan, semua sandiwara yang ingin dia mainkan untuk mengerjai Skala dan Bianca malah menjadi boomerang baginya.
Felisya terlihat marah begitu juga dengan Skala. Gadis itu meremas bajunya. "Apa itu benar?" Bentaknya ke sang suami.
"Tam, mungkinkah kamu benar-benar lupa? bahkan kamu memintaku membiarkan Felisya kembali pada Skala agar kita bisa bersama." Bianca semakin memperkeruh keadaan.
"Kapan aku pernah berbicara seperti itu Bi-an-ca?"tanya Tama sewot, matanya menyorot kesal ke arah istri sepupunya.
Bianca terbahak, Ia bahagia karena sukses menggagalkan aksi Tama untuk mengerjainya dan Skala. Laki-laki yang duduk di ranjang pesakitan itu mulai membela diri, sayangnya Felisya sudah terlanjur cemburu dan meninggalkan kamar itu begitu saja.
"Gara-gara kamu kan Bi!"
Tama emosi sekaligus bingung dengan situasi yang dia buat sendiri, sedangkan Bianca masih terus tersenyum sambil menyilangkan tangannya di depan dada, Ia memandang Tama dengan binar penuh kemenangan.
"Salah siapa mau menger—ja—i ka—mi?" Bianca terbata saat menoleh dan melihat sang suami cemberut.
"Ska, kamu tahu kan bahwa yang aku katakan tadi hanya omong kosong dan tidak benar?" tanya Bianca yang mulai khawatir melihat ekspresi wajah suaminya.
"Tama hanya pura-pura hilang ingatan," imbuhnya.
Melihat saudara sepupunya yang sepertinya gagal fokus, Tama langsung menyela pembicaraan. "Aku memang pernah menyukai Bianca, aku juga pernah berniat merebutnya darimu."
Sekarang giliran Bianca yang melotot, tangannya melayang memukul lengan Tama. Laki-laki itu mengaduh kesakitan kemudian tertawa terbahak mendapati Skala pergi dari kamarnya seperti yang Felisya lakukan tanpa berpamitan.
"Awas kamu ya!" Bianca mengancam Tama, gadis itu mengomel tanpa suara, meninju udara di depan muka Tama kemudian berjalan cepat menyusul suaminya.
"Ska ... tunggu!"
Permintaan Bianca tak dipedulikan oleh Skala, papa peanut itu terus berjalan tanpa memperdulikan istrinya.
Julian dan Lydia yang tengah menunggu di lobby rumah sakit langsung berdiri menuju mobil menyusul tuannya yang kelihatan emosi.
Beberapa menit setelah mobil melaju meninggalkan area rumah sakit, dua bodyguard itu merasakan atmosfir di dalam kabin terasa panas.
Duo julid lantas menyadari adanya jarak yang tercipta diantara dua majikan mereka. Bagaimana tidak? Skala terlihat bringsut sampai ke dekat pintu sambil menatap keluar jendela, sementara Bianca hanya diam memandangi suaminya yang tiba-tiba saja bersikap seperti itu.
Bianca mencoba membujuk Skala dengan menggenggam tangan suaminya, sayang belahan jiwanya itu sepertinya benar-benar cemburu. Skala menarik tangannya tanpa mengucapkan sepatah katapun, sontak sikapnya membuat hati Bianca mencelos.
Skala masih memilih diam, Ia berjalan masuk ke dalam rumah sambil melonggarkan kancing kemejanya. Bianca yang sadar badak Afrika nya butuh asupan rayuan buru-buru menyusul naik ke markas.
"Ska, apa kamu marah?"
Bianca memandangi punggung suaminya yang tengah melepas kemeja dari ambang pintu, Skala masih saja diam dan sibuk mengganti bajunya dengan sebuah kaus santai di dalam ruang ganti.
"Kamu seharusnya tahu, Tama tidak memiliki cidera di kepala jadi bagaimana mungkin dia tidak mengingat kita? dari awal aku sadar dia berbohong dan hanya ingin mengerjai kita."
Bianca berjalan cepat, memeluk tubuh seksi Skala dari belakang. Diciuminya punggung sang suami sambil memperat pelukan tangannya di pinggang.
"Jangan marah, aku sedih kalau kamu marah seperti ini," gumam Bianca.
Pelukan gadis itu semakin erat, Skala yang ingin berbalikpun sampai tidak bisa bergerak karena Bianca tidak mau melonggarkan pelukannya.
"Apa kamu sadar? beberapa bulan lagi aku pasti akan kesusahan memelukmu seperti ini karena little peanut kita akan semakin tumbuh besar."
Skala masih terdiam, tanpa Bianca sadari suaminya itu tengah tersenyum senang mendengar setiap kalimat yang dia ucapkan.
"Ayolah papa, jangan marah marah sama beta!" goda Bianca.
"Jawab pertanyaanku!" Akhirnya Skala membuka mulutnya.
Melepaskan pelukannya, Bianca membiarkan sang suami berbalik untik menatap dirinya.
"Apa yang kamu ucapkan tadi benar atau hanya karangan?"
"Jelas karangan, mana mungkin a—ku?
Bianca seketika terdiam karena tangan Skala sudah memegang erat dagunya, tatapan mata suaminya itu membuat hati Bianca berdetak tak karuan. Mustahil, bahkan setelah sekian lama Skala masih bisa membuatnya merasakan debaran seperti baru pertama kali jatuh cinta.
Jangan sampai jika anak mereka nanti terlahir laki-laki diberi nama Al-debaran, sungguh aku tidak ingin ada mba Elsa projen mahkluk salju diantara mahkluk Amazon dicerita ini—gumam reader
"Jangan membuat aku cemburu Ca," lirih Skala sambil berbisik ke telinga istrinya.
"Maaf!"
Tubuh Bianca bergetar bagai tersengat aliran listrik saat Skala menciumi ceruk lehernya. Ia hanya bisa memejamkan mata sambil mendesah merasakan napsunya terasah.
"Kamu tahu dengan jelas Ini tidak akan bisa diselesaikan hanya dengan kata maaf," ucap Skala di tengah aktifitasnya yang membuat Bianca serasa akan terbang melayang.
"Istri nakal sepertimu jelas minta dihajar."
"Kalau begitu kamu boleh menghajarku."
Bianca mendorong tubuh suaminya menjauh. Gadis itu berjalan mundur ke belakang untuk keluar ruang ganti sambil membuka kancing bajunya sendiri.
Ia lalu berlutut di tengah ranjang sambil menggigit sensual bibir bawahnya,"hajar aku! Tuan Skala Prawira."
Skala tersenyum lebar, Ia tak menyangka hanya sebuah ucapan nakal dari sang istri bisa membuat anacondanya meronta-ronta.
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
Otor : Apa kalian kangen aku? Tidak? Ya sudah
Reader Cidaha : ( Diem bae Jaga image)
Otor : Hari ini double up, satunya malam karena lebih asyik dibaca malam
Reader Mesumable :
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Abie Mas
hajar
2023-01-18
1
Rita Dwi Utami
Hadir salam kenal semuanya....😘😘
2022-12-28
0
Ayu Wahyuni
sma sama kena batunya niat mau jahil eh di jahiln balik alhasil sma sma nagmbek
2022-10-12
0